Heboh Bantuan Rp2 Triliun Akidi Tio, Tokoh Tionghoa ini Nilai Pemerintah Abai dengan Aspirasi Rakyat

Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak) Lieus Sungkharisma. Foto: pp whatsapp

Pro kontra yang mengiringi bantuan fantastis Rp2 triliun dari keluarga ahli waris Akidi Tio tampaknya belum berakhir. Media massa, khususnya media sosial masih dipenuhi berbagai opini. Sejumlah pihak bahkan menjadikan bantuan itu sebagai alat untuk mendiskreditkan pihak-pihak lain.

semarak.co-Munculnya berbagai opini yang menjadikan sumbangan tulus keluarga Akidi Tio itu sebagai bahan untuk menjelek-jelekkan pihak lain, tentu saja tidak sehat bagi kehidupan berbangsa.

Bacaan Lainnya

Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak) Lieus Sungkharisma menilai, semua itu adalah sebagai akibat pemerintah tidak tanggap dan abai terhadap aspirasi masyarakat. Lieus menyebutkan, niat tulus keluarga Akidi Tio yang ingin membantu kesulitan negara dalam mengatasi pandemic Covid-19, seharusnya kita dukung.

“Kalau saja pemerintah cepat tanggap dan peduli dengan aspirasi rakyat yang ingin ikut serta membantu kesulitan keuangan negara, kejadian seperti yang sekarang dialami keluarga Akidi Tio pasti tidak terjadi,” kata Lieus dalam rilis yang diterima redaksi semarak.co, Senin (2/8/2021).

Tapi karena pemerintah tidak tanggap, ulang Lieus, niat baik itu justru menjadi bola liar. Niat warga masyarakat untuk membantu negara akhirnya disalahpahami. “Besok-besok orang jadi takut untuk memberi sumbangan karena khawatir diolok-olok atau bahkan dibully,” kata Lieus yang mantan tim kampanye pasangan capres Prabowo-Sandiaga.

Sebenarnya, kata Lieus, ada cara yang lebih elegan untuk mengumpulkan dana masyarakat bagi keperluan membantu keuangan negara. Dan itu sudah pernah dia cetuskan 18 tahun lalu.

Lieus, bersama sejumlah rekannya, pada 19 Agustus 2003 mencetuskan sebuah gagasan yang disebutnya Gerakan Nasional Superiman atau Solidaritas Umat Peduli Modal Nasional.

“Tapi karena pemerintah abai dengan aspirasi itu, gerakan nasional yang sempat dilaunching di Istana Wakil Presiden Hamzah Haz itu akhirnya kandas dan tak jelas rimbanya sampai sekarang,” kata Lieus.

Padahal, kata Lieus, waktu itu dia bersama dua rekannya, Yusuf Siregar dan Bambang Sungkono masing-masing sudah memberi sumbangan sebesar Rp100 juta untuk rekening Superiman.

Belum lagi sumbangan dari sejumlah pengusaha lain, rinci Lieus, seperti Tong Djoe yang waktu itu hadir di Istana Wapres saat launching bersama Direktur Utama BRI, Rudjito. Kalau saja Gerakan Nasional Superiman itu berjalan mulus, pemerintah tak perlu berutang ke luar negeri.

“Bayangkan saja, bila ada 10 juta orang pengusaha dan masing-masing menyumbang Rp 10 juta rupiah saja, dana yang sudah terkumpul sudah mencapai Rp 100 Triliun. Ini tentu saja sangat besar bagi pemerintah untuk menjalankan pembangunan,” katanya.

Namun yang terjadi tak sesuai harapannya. Gerakan Nasional Superiman yang digagasnya itu kandas di tengah jalan karena terlalu banyak isu politik yang kemudian menyertainya.

Karena itulah Lieus, seiring mencuatnya kontroversi atas sumbangan Akidi Tio, menyatakan niatnya untuk melakukan audiensi ke Wakil Presiden Ma’ruf Amin terkait Gerakan Nasional Superiman yang pernah digagasnya dulu.

“Kita ingin meminta kejelasan tentang kelanjutan gerakan nasional itu dan nasib rekening Superiman Nomor 17081945 yang sempat dibuka di Bank Rakyat Indonesia (BRI) guna menampung sumbangan masyarakat,” ujar Lieus.

Pihaknya tidak mempersoalkan nasib sejumlah dana yang ada sudah disetorkan ke rekening itu, tapi lebih pada mendorong pemerintah untuk lebih tanggap dan peduli dengan aspirasi masyarakat yang ingin membantu negara.

“Saya ingin mendorong pemerintah untuk membuat Perpu terkait sumbangan masyarakat ini sehingga ada payung hukum bagi warga negara yang ingin memberi sumbangannya pada negara. Kalau Perpu itu ada, maka rumors dan isu seperti yang kini dialami keluarga Akidi Tio pasti tidak akan ada,” katanya. (smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *