BPJS Ketenagakerjaan kembali berkiprah di forum internasional. Kali ini pada ajang International Social Security Association (ISSA), yaitu Seminar Internasional terkait Information and Communication Technology (ICT) dalam bidang jaminan sosial, di Cassablanca, Maroko, tanggal 18-21 April 2018.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto hadir sebagai salah satu pembicara dalam acara yang dihadiri 130 delegasi dari 95 negara tersebut. Seminar ini dibuka Menteri Tenaga Kerja Maroko Mohammed Yatim dan Sekretaris Jenderal ISSA, Hans Horst Konkolewsky.
Konkolewsky memaparkan, berbagai aspek tatanan kehidupan termasuk perilaku sosial masyarakat sedang berubah sebagai dampak disrupsi teknologi digital. Diperkirakan, pada masa mendatang, 45% pekerjaan akan dilakukan secara otomasi. Seiring dengan itu, tantangan lain adalah dalam hal administrasi jaminan sosial yang harus mampu menyamai ekspektasi publik.
Data menunjukkan sekitar 50% penduduk dunia belum mempunyai akses ke jaminan sosial. Sedangkan untuk pekerja migran, hanya sebesar 20% di dunia yang telah memiliki jaminan sosial. Ini tentunya terjadi karena berbagai faktor, salah satunya adalah akses untuk atas jaminan sosial.
Menanggapi isu-isu tersebut, Agus dalam paparannya sejalan dengan pembicara sebelumnya, menekankan pentingnya institusi jaminan sosial melakukan transformasi digital untuk penguatan operasional dan peningkatan layanan kepada masyarakat.
Dia mencontohkan, saat ini di Indonesia, BPJS Ketenagakerjaan juga sedang melakukan transformasi teknologi berbasis digital pada sistem Teknologi Informasi (TI)-nya, termasuk seluruh kanal e-services BPJS Ketenagakerjaan juga tengah ditingkatkan kapasitasnya.
“Tujuan peningkatan sistem TI ini adalah agar Peserta dan stakeholders dapat melakukan layanan secara mandiri (self service) untuk berbagai fungsi, mulai dari melihat informasi, pendaftaran peserta baru, mencetak kartu, mengecek saldo, melakukan pembayaran, melakukan pengaduan, mengajukan klaim, bahkan mendaftar antrian,” tutur Agus dalam rilis Humas BPJS Ketenagakerjaan, Minggu (22/4).
Salah satu transformasi yang telah dilakukan, lanjut Agus, adalah melakukan penyederhanaan dan otomasi proses bisnis sistem Aplikasi perluasan kepesertaan melalui keagenan Perisai (Penggerak Jaminan Sosial Indonesia) dan Aplikasi pendaftaran Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang seluruhnya diproses oleh sistem secara otomasi tanpa membutuhkan dokumen apapun (paperless). Kedua aplikasi tersebut dapat dioperasikan hanya dengan menggunakan smartphone.
“Ke depannya kami akan memiliki dua cara pelayanan dengan ragam dan standar layanan yang sama, yaitu pertama dengan cara pelayanan secara fisik sebagaimana yang dilakukan di cabang cabang kami seperti yang berjalan selama ini, dan kedua dengan pelayanan secara digital melalui kanal website dan aplikasi smartphone, yang seluruhnya ditangani secara otomasi, layanan 24jam, paperless dan officeless,” imbuhnya.
Terpenting Komunikasi
Namun Agus juga menyampaikan, transformasi TI adalah proses yang berkesinambungan, membutuhkan waktu dan komitmen perubahan berbagai pihak. Dia menekankan hal terpenting dalam melakukan transformasi teknologi adalah komunikasi.
Khususnya mengkomunikasikan visi dan goals pengembangan TI kepada seluruh stakeholder, khususnya seluruh karyawan mulai dari top manajemen hingga level grass root. Sehingga semuanya mempunyai satu visi dan bekerja satu arah untuk mewujudkan tujuan bersama.
Faktor penting lainnya adalah keterlibatan pemimpin untuk mengawal komitmen perubahan. Pemimpin harus mampu menggunakan teknologi secara efektif serta memahami arah proses transformasi teknologi itu sendiri.
Tujuannya adalah agar solusi layanan yang ditawarkan merupakan solusi yang dibutuhkan saat ini dan juga di masa yang akan datang. Spirit ini tentunya harus dibarengi dengan cara berpikir digital dan perspektif digital
“Transformasi teknologi digital yang sedang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan adalah sebagai tindak lanjut atas reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dicanangkan pemerintah Indonesia tahun 2014. Selain itu, transformasi digital juga perlu dilakukan untuk efisiensi biaya dan peningkatan efektifitas pekerjaan,” ungkapnya.
“Apalagi dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat luas serta struktur demografi yang beragam, pemanfaatan teknologi digital sangat penting untuk bisa menjangkau remote area sehingga seluruh pekerja bisa dengan mudah mendapatkan akses jaminan sosial,” tutup Agus. (lin)