Gus Menteri sebut Pentingnya Peran Perguruan Tinggi dalam Pendampingan Sektor Pertanian di Desa

Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar saat jadi keynote speaker Lokakarya Nasional 2020 yang digelar Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia (FKPTPI) secara virtual dari Kemendes PDTT, Senin (30/11/2020). Foto: humas Kemendes PDTT

Perguruan tinggi memiliki peran penting dalam pembangunan desa yang salah satunya pada sektor pertanian yang ada di desa. Demikian Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar sebagai keynote speaker Lokakarya Nasional 2020 yang digelar Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia (FKPTPI) secara virtual dari Kemendes PDTT, Senin (30/11/2020).

semarak.co-Mendes PDTT yang akrab disapa Gus Menteri mengatakan, perguruan tinggi untuk desa (Pertides) yang telah dibentuk beberapa tahun lalu telah berperan dalam pembangunan di desa karena dalam pembentukannya tersebut dilatarbelakangi agar perguruan tinggi tidak lepas terlalu jauh dari berbagai permasalahan yang ada didesa.

Bacaan Lainnya

“Pertides inilah yang kemudian memayungi kita untuk melakukan berbagai hal apa saja yang bisa dilakukan sesuai apa yang menjadi fokus masing-masing perguruan tinggi dalam pendampingan untuk mengatasi permasalahan yang ada didesa,” kata Gus Menteri yang dirilis Humas Kemendes PDTT melalui WAGroup Rilis Kemendes PDTT.

Salah satu permasalahan yang ada di desa, yakni terkait dengan sektor pertanian. menurutnya, sektor pertanian penting karena dari 74.953 desa yang tersebar diseluruh Indonesia terdapat 70 persen wilayahnya ada disektor pertanian.

“Tentu ini juga akan sangat membutuhkan pendampingan karena berbagai upaya dalam keberlanjutan produktifitas yang berkelanjutan masih dalam permasalahan,” kata Gus Menteri, politisi PKB.

Dalam permasalahan produktifitas berkelanjutan dikarenakan banyaknya pendampingan yang sifatnya sesaat atau tidak berkelanjutan sehingga produktifitasnya turut mengalami penurunan.

“Awalnya saat dilakukan pendampingan produktifitasnya bagus. tapi, setelah ditinggal menjadi menurun. Inilah yang kemudian kita selalu meminta agar segala bentuk kerjasama harus ada pendampingan pasca dicapainya produk. Jadi, jangan kemudian dicapainya produk sudah tidak ada sentuhan lagi,” katanya.

Waktu yang dibutuhkan dalam pendampingan, Tambah Gus Menteri, dibutuhkan waktu 2 hingga 3 tahun agar menjadi sebuah kultur atau budaya bagi masyarakat desa yang bekerja atau berusaha pada sektor pertanian.

“Kalau sudah menjadi kultur atau budaya, baru ditinggal. Sebelum menjadi budaya kalau kemudian ditinggal itu akañ kembali ke asalnya karena tidak mendampingi lagi.  sudah tidak ada lagi yang mengawasi, mengingatkan dan memotivasi. Ini sebenarnya harus dimotivasi terus menerus,” katanya.

Karena itu, tambah Gus menteri, untuk mengatasi dalam permasalahan pasca produktifitas dalam bidang pertanian dibutuhkan pendampingan dalam kurun waktu tertentu.

“Nah dibidang pertanian ini memang kita sangat membutuhkan pendampingan berkelanjutan. termasuk didalamnya ada penerapan Teknologi Tepat Guna (TTG). TTG itu sama, awal-awal semangat, lama-lama kalau tidak ada pendampiangan akan kembali lagi ke tradisional. Nah ini juga yang perlu kita perhatikan. Jadi, pada prinsipnya kita memang sangat butuh pendampingan secara berkelanjutan,” katanya. (rus/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *