Wakil Menteri Desa (Wamendes) Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Paiman Raharjo membuka Rapat Koordinasi (Rakor) peningkatan kapasitas masyarakat dan akuntabilitasi sosial di Jakarta pada Rabu malam (28/2/2024).
semarak.co-Rakor yang digelar Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesasaan (Ditjen PDP) Kementerian Desa (Kemendes) PDTT mengusung tema akselerasi pencapaian RPJMN 2020-2024 bidang pembangunan desa dan perdesaan menuju desa mandiri yang berdaya saing dan berkelanjutan.
Paiman menyampaikan bahwa pelaksanaan UU Desa selama sepuluh tahun ini telah memberikan dampak cukup signifikan terhadap Desa. Berdasarkan Data IDM Tahun 2023, Desa dengan status mandiri saat ini mencapai 11.456 desa, yang 10 tahun lalu hanya 174. Desa dengan status maju bertambah 19.427 desa. Dari 3.608 di tahun 2014 menjadi 23.035 desa di tahun 2024.
“Dampaknya selain terjadi peningkatan jumlah desa mandiri dan maju, juga ada peningkatan 80 persen pendapatan perkapita warga desa, dengan menjaga ketimpangan ekonomi tetap rendah, diukur dari indeks gini rasio selalu di bawah 0,320,” kata Paiman dalam sambutan pembukaan.
Meskipun demikian, tambah Paiman, tantangan besar untuk menurunkan angka kemiskinan perdesaan masih terus dihadapi. RPJMN 2020-2024 mengamanatkan kita untuk menurunkan kemiskinan perdesaan hingga 9,90 persen pada akhir 2024.
Namun, dampak pandemi covid-19 beberapa tahun terakhir, krisis ekonomi global yang mengiringinya serta inflasi yang belum sepenuhnya teratasi. Sehingga, angka yang ditargetkan menjadi antara 9,90 persen hingga 12,10%.
“Berdasarkan data BPS per Maret 2023, angka kemiskinan perdesaan masih 12,22 persen dengan laju penurunan sekitar 0,2% per tahun. Namun kita tidak boleh melupakan tantangan di sektor lain baik di bidang kesehatan, pangan bahkan kebencanaan yang pasti berdampak pada kehidupan warga di perdesaan,” papar Paiman.
Memasuki masa pengakhiran RPJMN 2020-2024, tantangan lain dalam pembangunan desa dan perdesaan yang masih di hadapi pengentasan desa tertinggal dan sangat tertinggal yang saat ini masih berjumlah 12.004 desa.
Menurut Paiman, tidak ada pilihan lain rasanya untuk meningkatkan pembangunan desa dan perdesaan ke depan, kecuali mendorong transformasi dan memperkuat posisi desa sebagai subjek utama pembangunan. “Dengan transformasi ini, desa akan bergerak lebih inovatif dan kreatif dalam memanfaatkan potensi berbasis kearifan lokal serta menyelesaikan permasalahannya,” katanya.
Paiman menjelaskan, transformasi pembangunan desa dan perdesaan merupakan pondasi untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 dengan 3 pendekatan yakni pertama transformasi sosial melalui penguatan modal sosial budaya, kedua transformasi ekonomi dengan menjadikan perdesaan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru.
“Dan yang ketiga yakni transformasi tata kelola desa yang inklusif melalui optimasilisasi potensi sumber daya desa dan peningkatan kapasitas SDM,” kata Paiman dirilis humas usai acara melalui WAGroup Rilis Kemendes PDTT, Kamis (29/2/2024).
Paiman berharap melalui Rakor peningkatan kapasitas masyarakat yang berfokus pada isu pembangunan desa dan perdesaan ini dapat melahirkan rumusan-rumusan yang mampu mengakselerasi capaian target RPJMN 2020-2024 bidang pembangunan desa dan perdesaan.
“Dan juga merumuskan rancangan teknokratik RPJMN 2025 – 2029 dengan fokus transformasi pembangunan desa untuk mewujudkan desa mandiri yang berdaya saing dan berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045,” katanya.
Di bagian lain dalam rilis terbaru, Menteri Desa (Mendes) PDTT) Abdul Halim Iskandar menyatakan, pembangunan desa tidak cukup hanya diserahkan kepada perangkat desa, melainkan harus ada partisipasi warga dan tokoh masyarakat setempat.
Mendes PDTT Halim memaparkan bahwa partisipasi masyarakat tersebut bermacam-macam. Di antaranya warga desa bisa ikut merumuskan atau terlibat dalam musyawarah desa (musdes) dan memantau pembangunan desa yang sedang berlangsung.
“Partisipasi masyarakat sudah mulai tinggi, tapi belum maksimal. Warga yang memantau, memonitoring dan ikut terlibat dalam perencanaan pembangunan belum maksimal,” kata Mendes Halim dalam arahan Rapat Koordinasi Peningkatan Kapasitas Masyarakat dan Akuntabilitas Sosial di Gedung Kemendes PDTT, Kalibata Jakarta Selatan, Kamis (29/2/2024).
Namun demikian di saat partisipasi warga desa dalam pembangunan mulai meningkat, malah justru ada pihak-pihak yang menghentikan proses partisipasi warga tersebut dengan cara berencana mengubah pola musdes yang selama ini melibatkan tokoh masyarakat.
Pihak-pihak ini ingin mengubah pola musdes menjadi lebih formal seperti di Pemerintah Kabupaten dan Provinsi. Padahal, kondisi desa itu sangat berbeda dan tidak dapat disamakan penyelesaian masalah dengan yang di kabupaten dan provinsi.
“Pemerintah Kabupaten dengan Pemerintah Desa itu beda jauh. APBD cukup diselesaikan oleh bupati dan DPRD, di desa tidak bisa begitu,” imbuh Gus Halim, sapaan akrab dari Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar yang bergelar Profesor Kehormatan UNESA.
Selain itu, dengan pola musdes itu justru pemerintah yang paling transparan adalah pemerintah desa, di mana dari mulai perencanaan hingga pelaksanaan selalu melibatkan warga desa. Bahkan APBDes harus di publikasikan di tempat-tempat strategis yang dapat dilihat kapan saja oleh warganya.
“Sementara APBD Kabupaten, jangankan warga masyarakat baca, tahu bukunya aja enggak, apalagi isinya. Keputusan aja diambil oleh bupati dan DPRD, masyarakat gak boleh ikut-ikutan,” pungkas Gus Halim dirilis humas usai acara melalui WAGroup Rilis Kemendes PDTT, Jumat (1/3/2024).
Rapat koordinasi ini juga dihadiri Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepala Masyarakat UGM Arie Sujito, Lakspekdam PBNU Asrul Raman dan aktivis NGO Yasir Sani. (rus/bad/hms/smr)