Gugatan Tabungan Hari Tua Pensiunan PNS Disebut Ada pada Tangan BPJS

ilustrasi kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan

Tujuh orang pensiunan pejabat negara dan aparatur sipil negara (ASN) serta 11 ASN yang masih aktif menggugat Undang-Undang Nomor (UU No) 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

semarak.co -Pasal 1 Angka 1, Pasal 5 Ayat (2), Pasal 57 Huruf f, Pasal 65 Ayat (2), dan Pasal 66 UU BPJS yang mengatur pengalihan PT Taspen kepada BPJS Ketenagakerjaan atau sekarang dipanggil BP Jamsostek dianggap menimbulkan potensi kerugian untuk para pemohon itu.

Bacaan Lainnya

Pasal-pasal dalam undang-undang yang penyusunannya presiden menunjuk hingga delapan menteri itu dikhawatirkan pemohon mengganggu kenyamanan manfaat yang selama ini didapatkan dari program Taspen.

Sejumlah manfaat yang disebut akan hilang apabila tabungan hari tua ASN dialihkan ke BP Jamsostek paling lambat 2029, di antaranya uang pensiunan pejabat negara apabila iuran kurang dari 15 tahun, tunjangan beras, pensiun 13, tunjangan hari raya, tunjangan istri, dan uang duka wafat.

“Jika dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan, ini akan mengalami kerugian,” kata kuasa hukum pemohon, Asrun, dalam sidang pendahuluan di gedung MK, kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2020).

Manfaat yang diterima pensiunan PNS dan pejabat negara melalui Taspen diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2019 tentang Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan PNS dan janda/dudanya.

Sementara apabila pensiun Taspen dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek, manfaat pensiun PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015. PP Nomor 45 Tahun 2015 tersebut tidak mengatur manfaat-manfaat yang diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2019.

Pemohon pun mendalilkan Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan dalam kerangka peserta dan program memiliki karakteristik yang berbeda, yakni Taspen untuk ASN dan pejabat negara, sementara BPJS Ketenagakerjaan untuk pekerja swasta.

Taspen disebut pemohon memiliki legalitas dalam penyelenggaraan jaminan sosial nasional untuk ASN dan pejabat negara yang diperkuat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-XV/2017 tertanggal 31 Januari 2018 juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor 32 P/HUM/2016 tertanggal 8 Juni 2017 terkait uji materi Pasal 7 PP Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

Untuk itu, hasil pengabdian pemohon yang bertahun-tahun bekerja dalam pemerintahan diinginkan agar tetap disalurkan melalui program Taspen yang diberi amanat negara untuk menyelenggarakan program tabungan hari tua dan pembayaran pensiun khusus untuk ASN, pejabat negara serta pensiunan keduanya.

Hitungan Manfaat BPJS

BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) sebagai pihak terkait dalam permohonan uji materi tersebut saat memberikan keterangan dalam sidang menyatakan bahwa Pasal 65 UU BPJS untuk mendukung kelancaran transformasi program jaminan sosial yang dilakukan Taspen kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Pengalihan tersebut merupakan penguatan sistem dan kelembagaan untuk mengembangkan sistem jaminan sosial nasional. “Jadi, sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengurangi nilai manfaat dan pelayanan terbaik yang diberikan kepada warga negara,” tutur Deputi Direktur Bidang Kepatuhan Hukum Salkoni.

Terkait dengan pengaturan besaran manfaat untuk pensiunan PNS yang disebut pemohon terdapat dalam PP Nomor 45 Tahun 2015, Salkoni menuturkan bahwa Pasal 2 Ayat (2) PP tersebut menyatakan ketentuan kepesertaan ASN diatur dengan PP tersendiri. Karena itu, PP 45 Tahun 2015 tidak ditujukan kepada ASN.

Sementara itu, PP yang seharusnya dijadikan dasar pengitungan manfaat untuk pensiunan ASN, menurut Salkoni, belum tersedia. Meski begitu, dia mengakui program jaminan pensiun yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan berbeda dengan program pensiun yang diselenggarakan oleh Taspen.

Program jaminan pensiun yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan merupakan perlindungan dasar yang wajib diikuti walaupun pemberi kerja telah memberikan perlindungan pensiun kepada tenaga kerjanya.

Untuk skema, dia menjelaskan bahwa berdasarkan UU BPJS dan PP Nomor 45 Tahun 2015, iuran yang dibayarkan total 3 persen, yakni 2 persen dari upah pemberi kerja dan 1 persen dari pekerja. Batas atas upah 2019 sebesar Rp8,5 juta.

Besaran iuran tersebut dievaluasi paling singkat 3 tahun. Selanjutnya, hasil evaluasi menjadi dasar penyesuaian kenaikan besaran iuran secara bertahap menuju 8 persen.

Untuk manfaat, formulanya adalah 1 persen dikali masa iur dikali rata-rata upah tertimbang. Manfaat berkala diberikan setiap bulan dengan ketentuan mencapai usia pensiun dan minimum masa iur 15 tahun.

Apabila peserta tidak memenuhi kriteria pendapatan manfaat berkala, yang didapat adalah seluruh akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya.

Untuk manfaat pensiun yang tersedia adalah pensiun hari tua, pensiun cacat, pensiun janda atau duda, pensiun anak, dan pensiun orang tua dengan ketentuan masing-masing. Pada tahun 2019, manfaat yang diterima antara Rp341 ribu hingga Rp4,095 juta.

Hitungan dari Taspen

Dalam sidang dengan agenda mendengar keterangan pihak terkait pada hari Rabu (5/2), pihak Taspen tidak menjelaskan secara detail iuran serta manfaat yang didapatkan masing-masing ASN maupun pejabat negara.

Namun, perusahaan pelat merah itu membenarkan hitungan manfaat yang didalilkan pemohon. Selanjutnya, Taspen memberikan hitungan sederhana potensi menurunnya manfaat yang diterima pensiunan PNS apabila Taspen dilebur dengan BPJS Ketenagakerjaan.

Direktur Utama Taspen Antonius N.S. Kosasih mengatakan bahwa perusahaan yang dipimpinnya itu mengelola Rp263 triliun untuk 4,1 juta peserta ASN dan pejabat negara. Sementara itu, BP Jamsostek mengelola Rp412 triliun dengan anggota sekitar 16 juta peserta, belum termasuk anggota pensiunan.

“Itu yang menjadi dasar kekhawatiran dari para pemohon yang disampaikan kepada kami, ini uang Rp263 triliun dibagi empat juta, yang satu Rp412 dibagi 16 juta, pembaginya jauh berbeda,” kata Kosasih.

Ditambah lagi, menurut Kosasih, Taspen diminta pemerintah membantu melakukan penghitungan reformasi pensiun dan tabungan hari tua untuk meningkatkan manfaat pensiun dan tabungan hari tua bagi PNS dan pejabat negara.

Apabila terjadi reformasi peningkatan pensiun, misalnya hingga dua kali lipat, kurang lebih Rp600 triliun untuk 4,1 juta peserta Taspen. Dengan angka kasar itu, tampak manfaat yang diterima peserta Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan cukup jauh bila dibandingkan.

Saat digabung, tentu peserta Taspen khawatir manfaat tergerus karena dibagi jumlah peserta yang lebih banyak sampai empat kali lipat peserta Taspen. “Apabila ditambahkan pensiunan yang sudah pensiun dari tenaga kerja swasta dan pensiunan yang sudah pensiun dari PNS, jumlahnya akan makin jauh lagi gapnya,” ucap Kosasih.

Beda Arah

Menanggapi keterangan dua pihak terkait, yakni Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan, Hakim Konstitusi Saldi Isra menilai Taspen berada dalam arah yang sama dengan pemohon.

Taspen yang telah mengelola tabungan hari tua ASN sejak 1963 merasa kedudukannya masih konstitusional dan menyatakan penyelenggara jaminan sosial nasional tidak harus dilakukan hanya satu lembaga.

Sementara itu, BPJS Ketenagakerjaan yang menyebut jaminan sosial nasional tidak dapat dikelola perusahaan BUMN yang berorientasi profit, berada dalam arah yang sama dengan pembentuk undang-undang. “Kira-kira arahnya begitu,” kata Saldi Isra.

Namun, terlepas dari arah masing-masing, Mahkamah Konstitusi masih akan menjaring keterangan dari ahli yang akan dihadirkan presiden pada pekan depan. (net/lin)

 

sumber: indopos.co.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *