Institut Stiami menggelar Seminar Nasional dengan tema “Digital Preneur : Masa Depan Bisnis Kreatif di Era Revolusi Industri 4.0 Ditinjau dari Kebijakan Publik, Bisnis dan Perpajakan” di kawasan Kelapa Gading Jakarta, Minggu (9/12). Seminar ini dikonsep sebagai bahan literasi agar menjawab tantangan perubahan di era disruption.
Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Institute Stiami Bambang Irawan mengatakan, era disruption ini memaksa paradigma mahasiswa tidak lagi berpikir bekerja sebagai pegawai setelah lulus.
Dari awal, kata Bambang, seminar ini dikonsep agar mind set mahasiswa berpikir yang dibutuhkan adalah bidang-bidang pekerjaan bersifat kreatif. Maka itu, diharapkan beberapa masukan dari narasumber seminar ini. Ditambah successtory mahasiswa yang berprestasi dengan sudah mulai usaha.
Civitas akademika Stiami, kata dia, punya pandangan bawah kondisi sekarang berbeda. Disruption ini memaksa kita untuk berpikir sesuai alur berpikir ekonomi digital. Di mana segala sesuatu kalau ingin survive, ingin bertahan, maka bisnisnya harus masuk konsep ini.
“Kita berharap mahasiswa terpacu, tidak lagi menjadikan bisnis, pajak public menjadi bekal hidup. Kecuali menjadi miliki sendiri atau mandiri. Makanya, mahasiswa diajarkan untuk mengeluarkan ide-ide kreatifnya sembari kuliah sejak dini. Adalagi program kampus untuk membantu mereka menelurkan hasil pemikiran mereka lebih konkret di bidang pekerjaan itu,” ungkap Bambang di sela seminar.
Successtory itu, lanjut Bambang, menjadi inspirasi bagi teman-teman yang lain bahwa untuk memulai usaha itu tidak menunggu selesai kuliah. Makanya sudah bisa membuat model bisnis baru dari sekarang. “Walau baru merintis dan belajar usaha, kita berharap semua ini bisa jalan,” cetusnya.
Stiami telah mencanangkan tahun 2017 dalam tiga empat tahun ke depan bisa mencetak 100 wirausaha mahasiswa. “Ini pekerjaan rumah bagi kami di Fakultas Ilmu Administrasi untuk memberi semacam fasilitas. Baik kurikulum maupun program pendampingan,” ujarnya.
Dari pencanangan itu, rinci dia, sudah ada puluhan wirausaha bidang makanan, fashion, konsultasi utamanya perpajakan, dll. “Memang bidang consulting pajak ini seperti diutamakan.
Karena memang basisnya Stiami banyak di pajak untuk bisnis. Dari situ akhirnya terbentuk organisasi Perwira (Perkumpulan Mahasiswa Wirausaha) yang sudah dibina setahun ini dengan anggota wirausaha dari disiplin ilmu apa saja,” sebutnya.
Booth-booth yang meramaikan seminar itu, kata dia, milik para mahasiswa Stiami. “Untuk wirausaha bidang consulting pajak, tidak semua para mahasiswa Stiami. Ada yang ahli-ahli pajak berkumpul membuat semacam konsorsium konsultan pajak bersama mahasiswa. Itu kita anggap sebuah terobosan,” imbuhnya.
Setelah lulus pun, kata dia, mereka yang punya usaha dijadikan tandem bagi para mahasiswa yang merintis usaha. “Karena core pendidikan Stiami diarahkan pada bidang pajak. Pajak ini sebagai sebuah skill. Cuma kita tidak berharap mereka hanya bekerja pada orang di perusahaan consulting itu, kami inginnya mereka punya perusahaan consulting sendiri,” harapnya.
Kalau untuk bisnis diakuinya dibebaskan. “Jadi ini sesuai fakultas yang mempunyai prodi administrasi bisnis dan administrasi public dengan konsentrasi minat perpajakan. Malah Prodi administrasi public ini paling banyak mahasiswanya,” katanya.
Sementara pada mata kuliah wirausaha, kata dia, itu wajib institusi. Artinya yang diikuti mahasiswa. “Untuk mata kuliah bisnis bahkan ada mata kuliah wirausaha lanjutan atau kedua. Beda dengan mata kuliah administrasi pajak public, hanya satu mata kuliah. Tapi setelah lulus diberi pendampingan,” katanya.
Dari semua mata kuliah itu, rinci dia, sudah lebih dari 10 wirausahawan. Mereka punya klien, kantor sendiri, dan seterusnya. “Awalnya cuma tandem dengan senior. Tapi jumlah ini sudah termasuk hasil dalam pencanangan tadi,” klaimnya.
Soal penunjang atau fasilitas dalam ekonomi digitalisasi ini, Bambang menyebut ada kursus pendek (short course) masuk forum Perwira. Makanya orang masuk kelas itu dipilih yang benar-benar punya pasion. Ini merupakan lanjutan dari mata kuliah kewirausahaan. Jadi yang punya ide usaha-usaha kreatif diajak ikut short course.
“Ada dosen yang jadi pelatih mereka supaya melek wirausaha dan ekonomi digital dengan bantuan pendampingan, seperti event kompetisi. Tapi isinya tentang bagaimana mahasiswa melakukan konsep bisnis di era digital ini.
Walaupun bisnisnya konvensional, seperti menjahit pakaian, tapi penjualannya memakai fasilitas digital yang mereka pahami. Ini dibantu coach untuk mengetaui cara memanfaatkan twitter, WA Group, instagram, dan facebook,” imbuhnya. (lin)