Mantan Dewan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua memberikan orasi pada aksi damai di Patung Kuda Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019), untuk mengawal sidang gugatan sengketa Pengitungan Hasil Pemilu Umum (PHPU) Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, tak jauh dari Patung Kuda.
Dalam orasinya, Abdullah menyebut Presiden Joko Widodo dan para menterinya adalah orang-orang munafik. Pernyataan ini berkaca dengan dilanggarnya setiap sila yang termaktub dalam Pancasila.
“Semua yang dikatakan Jokowi dan perangkatnya hanya dusta belaka. Ketuhanan Yang Maha Esa, artinya semua bangsa Indonesia harus berketuhanan Yang Maha Esa. Jika ada Presiden Jokowi, menterinya yang mengatakan saya Pancasila, maka itu bohong, itu dusta, itu munafik,” sindir Dullah, sapaan akrab Abdullah Hehamahua di tengah ratusan demonstran.
Kalau dia Pancasilais, sindir Dullah, dia tidak akan menangkap ustadz, tidak menembak anak-anak yang tidak berdosa. Soal sila kedua, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Kemanusiaan Jokowi dinilai tidak ada, dengan melihat kematian ratusan petugas KPPS saat pelaksanaan Pilpres 2019.
“Hampir 700 orang petugas KPPS yang meninggal, di mana kemanusiaan Presiden? Di mana kemanusiaan menteri. Petugas yang tidak diproses, jangankan diautopsi, kata dukacita pun tidak ada. Itu artinya bukan kemanusiaan yang adil dan beradab, tetapi kebinatangan yang beradab,” kata Dullah, sekaligus Koordinator Lapangan Aksi.
Berbicara sila ketiga, lanjut dia, persatuan Indonesia sudah diacak-acak oleh Jokowi. Martabat bangsa ini telah dirusak. Adu domba antarpartai, pemimpin dan ulama dengan ulama. “Ketiga, persatuan Indonesia. Demi Allah, martabat bangsa ini diacak-acak oleh Presiden,” ujarnya.
Dihancurkan oleh satu partai dengan partai yang lain, sambung dia, satu pemimpin dengan pemimpin yang lain, ulama yang satu dengan yang lain. “Saya adalah seorang ketua sekolah tinggi ilmu ekonomi di daerah Sumatera dan saya tahu betul ipar daripada Presiden datang ke sana untuk melakukan gerakan supaya para mahasiswa itu memilih calon tertentu,” paparnya.
Alhamdulillah, kata dia, mahasiswa dan masyarakat di Sumsel, pejabat-pejabat di sana masih waras otaknya, memilih pejabat yang bisa mengganti Presiden. “Soal sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di mana keadilan itu. Sementara banyak lahan di Indonesia justru dikuasai oleh pihak asing,” kecamnya.
Sila kelima, nilai dia, nafas dari ketuhanan YME adalah keadilan sosial. “Keadilan sosial pak polisi. Bapak, gaji anda saya tahu. Saya mantan komisioner KPK, sering periksa pejabat negara. Keadilan sosial, 88 persen lahan di Indonesia dikuasai oleh asing,” ucapnya.
Empat orang terkaya di Indonesia sama dengan 100 juta rakyat miskin di Indonesia. Keadilan sosial yang mana?, tanya Dullah, maka kita datang ke MK untuk melihat realitas itu. “Kalau MK keliru, karena takut intimidasi, takut tekanan, takut intervensi, dan mengambil keputusan berdasarkan order, paksaan, maka bisa dibayangkan masa depan Indonesia.
Negara dan rakyat berantakan, pertumpahan darah yang seharusnya tidak perlu, terjadi. “Kami meminta MK memutuskan sesuai tuntutan masyarakat, sesuai dengan fakta-fakta hukum yang ada,” pungkasnya. (net/ers/viv)