Ganti Kata Khilafah dengan Khilafuck Dapat Dikualifikasikan Delik Penistaan Agama

Tangkapan layar ponsel dari postingan di akun twitter. Foto: gelora.co

Oleh Pierre Suteki *

semarak.co-Prihatin! Satu kata yang tepat untuk menyikapi komentar Komisaris Independen PT Pelni Dede Budhyarto terkait pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengingatkan partai Golkar untuk tidak sembrono mengusung capres 2024.

Bacaan Lainnya

Dede Budhyarto mengaku sepakat apalagi kata dia capres yang didukung kelompok radikal yang suka mengkafirkan-kafirkan kelompok lain. Perhatikan komentar Dede Budhyarto berikut ini:

“Memilih capres jangan sembrono apalagi memilih capres yang didukung kelompok radikal yang suka mengkafir-kafirkan, pengasong khilafuck anti Pancasila, gerombolan yang melarang pendirian rumah ibadah minoritas,” [Dede Budhyarto, 23/10/2022].

Meski komentar Dede B tidak langsung menunjuk kelompok HTI, Khilafatul Muslimin, atau pun FPI, kata-kata PENGASONG KHILAFUCK tersebut sangat menyinggung perasaan umat Islam pada umumnya bukan saja kelompok HTI, Khilafatul Muslimin dan FPI, mengingat KHILAFAH itu ajaran Islam terkait dengan FIKIH SIYASAH, yakni sistem pemerintahan Islam yang pernah dipraktikkan selama kurang lebih 1300 tahun dengan segala pasang surutnya.

Apa motif hukum dan politis dari pernyataan Dede B. ini? Apakah ada indikasi mendeskreditkan ajaran Islam khilafah? Motif hukumnya terkesan telah terjadi KRIMINALISASI ajaran Islam tentang sistem pemerintahan, yakni khilafah.

Tuduhan telah menganut, menyebarkan ideologi yg bertentangan atau ingin mengganti Pancasila dan UUD 1945 dan turut serta menyebarkan berita hoaks (KUHP dan UU Ormas 2017, UU Terorisme).

Motif politiknya: ada kesan hendak menyasar dan memecahbelah kesatuan umat Islam dengan narasi umat Islam anti Pancasila dan NKRI karena mendakwahkan khilafah (dengan berbagai bentuk dan cara).

Dengan demikian memang terkesan hendak melakukan kriminalisasi terhadap ajaran Islam dalam fikih siyasah, yakni Bab Khilafah bahkan ditempatkan sebagai isme. Khilafahisme yang disejajarkan dengan komunisme, ateisme, marxisme-leninisme.

Menurut saya, dakwah itu tidak boleh dilarang, itu hak umat Islam untuk mendakwahkan amar ma’ruf serta nahi munkar. Kita lihat dulu apa itu khilafah? Harus clear dulu. Persepsinya harus sama antara APH dengan Umat Islam. Umat Islam meyakini bahwa khilafah itu sistem pemerintahan islam yang berbasis pada syariat Islam dan dalam fiqih diatur pada Bab Siyasah.

Problem yang selanjutnya perlu diajukan adalah, jika mendakwahkan ajaran Islam secara damai distigmatisasi dan dikriminalisasi, apakah hal itu merupakan ancaman atas kebebasan dan jaminan akan menyakini dan menjalankan ajaran kepercayaan atau agama, dan menciptakan polarisasi yang sangat tajam?

Menurut saya, hal itu pasti merupakan ancaman bagi kemerdekaan untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat warga negara. Yang didakwahkan itu ajaran Islam bukan ajaran setan. Juga tidak ada doktrin untuk makar, teror dll.

Dakwah damai dan itu pun bukan satu-satunya materi dakwah untuk mendorong umat Islam menjalankan syariat Islam secara kaffah. Bahkan saya bilang, silahkan namai apa saja yang penting syariat Islam itu dijalankan. Mau dinamai kerajaan, teokrasi, demokrasi kesultanan dll silahkan!

Kriminalisasi itu memang dampaknya sangat destruktif terhadap kesatuan umat Islam. Yang  akan dan tengah terjadi adalah polarisasi umat dan berpotensi saling menyerang. Ini mungkin yang diharapkan para petualang politik dengan menciptakan hantu baru bernama khilafah.

Dalam perspektif hukum positif Indonesia, ajaran Islam khilafah tidak pernah dinyatakan sebagai paham terlarang baik dalam surat keputusan tata usaha negara, putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan atau produk hukum lainnya sebagaimana paham komunisme, marxisme/leninisme dan atheisme.

Tidak pernah ada ketetapan, keputusan atau putusan maupun produk hukum di Indonesia yang menyatakan bahwa khilafah itu sebagai ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 dan oleh karenannya dinyatakan DILARANG dan pendakwahnya akan diancam dengan PIDANA tertentu.

TIDAK ADA. Khilafah itu sistem pemerintahan yang bersumber dari ajaran Islam yang tidak layak untuk dinyatakan sebagai ideologi karena ideologi khilafah adalah Islam itu sendiri. Jadi, juga sama sekali tidak layak jika disejajarkan dengan ateisme, komunisme, marxisme-leninisme.

Terkait dengan dakwah ajaran Islam, termasuk khilafah, seruan pelaksanaan ajaran Islam sepanjang tidak ada pemaksaan, ujaran kebencian, hoaks, kekerasan dan perbuatan makar tidak ada persoalan dalam konteks hukum Indonesia. Sistem pemerintahan Islam jelas harus dibedakan dengan ideologi yang jelas terlarang  di Indonesia.

Namun, dalam kenyataannya, khilafah dituduh sebagai ideologi radikal. Pertanyaannya apakah Khilafah sebuah ideologi? Apakah istilah radikal sampai detik ini sengaja dibuat tidak jelas serta selalu dimonsterisasi, dikonotasikan buruk dan dialamatkan pada Islam dan aktivis muslim?

Terkait dengan masalah ini, sudah saya nyatakan bahwa khilafah itu sistem pemerintahan seperti monarki, demokrasi, teokrasi, aristokrasi dll. Bukan ideologi. Apalagi dikatakan sebagai ideologi radikal sementara hingga saat ini radikalisme itu belum didefinisikan secara hukum, jadi masih dalam nomenklatur politik.

Lalu apakah konsep khilafah mengancam kelangsungan negara? Khilafah juga dituduh sebagian pihak sebagai anti keragaman, bersifat eksklusif, hanya untuk orang Islam dan akan menyebabkan perpecahan. Apakah hal ini benar adanya? Dulu waktu sidang PTUN Jakarta Timur hal ini juga ditanyakan pengacara pemerintah kepada saya.

Mengancam atau tidak itu tergantung pemahaman kita bagaimana. Misal khilafah itu muncul di Malaysia, dan Indonesia ikut menjadi anggota atau bagiannya, apakah NKRI bubar? Tidak. Tetap menjadi negara Indonesia. Bagaimana dengan hukumnya, tentu harus mengikuti hukum Islam yang tetap menjamin perlindungan terhadap warga non muslim.

Namun, juga perlu dicatat bahwa meskipun sebagai ajaran Islam, pelaksanaannya pun tidak dapat dipaksakan di Indonesia. Biar rakyat Indonesia yang menentukan apakah akan memilih sistem pemerintahan Islam ataukah tetap demokrasi liberal, ataukah monarki atau bahkan diktatur otoritarian.

Mengingat kita pun pernah berada dalam sistem pemerintahan kerajaan, diktator, kekhalifahan Turki Ustmani, dan tentunya demokrasi liberal. Dan bagaimana posisi umat Islam dalam merespon sejumlah isu yang bernuansa khilafahphobia?

Umat Islam harus bertahan dan meyakini bahwa khilafah itu sistem pemerintahan yang didasarkan pada syariat Islam. Harus istiqomah memegang syariat Islam. Di sisi lain harus juga memahami perkembangan hukum yang terjadi dengan tetap melakukan dakwah amar ma’ruf nahi munkar sesuai dengan kemampuan serta situasi dan kondisi.

Ada potensi besar bahwa Pancasila, KUHP, UU Ormas dan UU Terorisme akan dijadikan dasar untuk melakukan kriminalisasi dan stigmatisasi terhadap pihak mendakwahkan ajaran Islam khilafah.

Keempat norma itu yang dijadikan berhala di hadapan umat Islam yang berusaha istiqomah terhadap syariat Islam yang kemudian justru syariat Islam itu dikriminalisasikan dan para pendakwahnya ikut dipersekusi dan dijebloskan ke jeruji besi.

Sangat disayangkan jika APH bertindak secara gegabah dalam mengkriminalkan ajaran Islam dan pendakwahnya. Pada akhirnya tuduhan harus dibuktikan nanti dipersidangan. Asas equality before the law dan presumption of innosence harus tetap diiutamakan.

Di sisi lain, sebenarnya siapapun yang menyudutkan ajaran Islam, termasuk khilafah maka dapat dikategorikan tindak pidana penistaan agama. Khususnya jika terjadi penghinaan atau penistaan agama misal dengan menyatakan khilafah ajaran sesat, ajaran setan tidak layak dipelajari, tidak layak diikuti ataupun dengan komentar bernada hinaan dengan mengganti kata KHILAFAH dengan kata KHILAFUCK.

Menafsirkan ajaran Islam secara serampangan dan salah dapat dikualifikasikan sebagai tindakan yang menistakan agama. Hal itu dapat dihukumi dengan Pasal 156, 156a dan 157 KUHP. Jadi, pernyataan, komentar Dede Budhyarto sudah dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana penistaan terhadap ajaran agama Islam sebagai mana diatur dalam Pasal 156a KUHP.

Dede Budhyarto seharusnya sudah layak ditangkap dan diadili. Pertanyaannya, siapa yang akan menangkap dan siapa yang akan mengadili? Lengkap sudah, kita prihatin kedua kali, bukan?

Tabik…!!!
Semarang, Senin: 24 Oktober 2022

 

sumber: WAGroup Dakwah Islam & Kesehatan2 (postSenin24/10/2022/agusma)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *