Gandeng PT PP dan Wika, Sarinah Bentuk Perusahaan Patungan

PT Sarinah menggandeng PT Wijaya Karya dan PT PP untuk membentuk perusahaan patungan yang bertugas mengerjakan proyek pembangunan dan pengembangan komplek komersial di lahan seluas 1,7 hektare milik Sarinah di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta.

Untuk tahap I, nilai proyeknya sebesar Rp 1,8 triliun. Sementara total lahan yang akan dikembangkan seluas 2,8 hektar.

Menyusul penandatangan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU)antara Direktur Utama Sarinah Sugiarta Yasa, Dirut PP Lukman Hidayat dan Dirut WIKA Tumiyana serta disaksikan Deputi Bidang ELKP BUMN Edwin Hidayat Abdullah di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (8/02).

Direktur Utama Sarinah Gusti Ngurah Putu Sugiarta Yasa berharap, hasil patungan ini dapat menjadikan daerah tersebut kembali menjadi kebanggaan Indonesia. Rencananya, akan dibangun dua gedung komersial dengan masing-masing gedung memiliki 41 lantai dan 3 basement.

“Kami ingin mengulang lagi kebanggan itu, sebagaimana orang datang ke Jakarta harus datang ke Sarinah,” kata Sugiarta di BUMN, kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (8/02).

Gedung-gedung tersebut, lanjut Sugiarta, akan digunakan untuk keperluan pusat perbelanjaan dan keperluan sewa kantor. Namun tidak menutup kemungkinan untuk dibangun apartment jika lahannya masih ada.

Ketiga perusahaan pelat merah tersebut menargetkan bakal melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) Maret besok. Waktu pengerjaannya diperkirakan akan selama 16 bulan untuk satu gedung. Sedangkan untuk keseluruhan kawasan totalnya memakan waktu 30 bulan. Atau akan rampung pada kuartal II -2020.

“Sinergi BUMN karena sesuai arahan dari pak Deputi BUMN, Sarinah itu perusahaan ritel, yang memiliki kompetensi di bidang properti tentu bumn karya lah, kita kerjasama dengan Wika dan PP,” ujar Sugiarta.

Adapun pendanaan didapatkan dari pinjaman sebesar 70% dan kas internal persero sebanyak 30 persen. Ada pun, perusahaan patungan hasil bentukan Sarinah dengan dua BUMN karya ini sebesar 55% kepemilikannya ada di Sarinah. Sedangkan 45% sisanya akan dibagi rata antara Wijaya Karya dan PP.

Jika proyek ini telah selesai, Sugiarta mengatakan aset Sarinah akan melonjak hingga empat kali lipat dari posisinya saat ini. Per Desember 2018, Sarinah memiliki total aset senilai Rp 400 miliar. Dengan demikian, ketika proyek ini selesai seluruhnya, aset Sarinah akan lompat menjadi Rp 1,6 triliun.

Sarinah menargetkan pendapatan di 2019 ini, klaim Sugiarta, sejumlah Rp 892 miliar. Tak heran di 2020 itu Sugiarta berharap proyek tersebut mampu mengerek pendapatan perseroan hingga Rp 1,6 triliun.

Tahun 2019 ini Sarinah pun menggelontorkan belanja modal atau capital expendictuter (capex) yang lumayan besar sekitar Rp 800 miliar untuk menunjang ekspansi perusahaan.

Selain itu Sarinah tetap menjalankan bisnisnya di gedung Thamrin yang masih eksis dengan tingkat okupansi 100%. Juga terdapat sekitar 1.200 UMKM yang menjadikan Sarinah sebagai marketplacenya, dimana 800 UMKM yang aktif saat ini.

Sarinah merupakan BUMN yang bergerak di bisnis toko-toko ritel, properti, dan juga jasa keuangan berupa penukaran valuta asing. Namun, saat ini bisnis ritel Sarinah tidak dapat menyumbang banyak terhadap kinerja perusahaan. “Yang menyumbang paling banyak terhadap pendapatan usaha Sarinah berasal dari bisnis penukaran valuta asing,” tutupnya.

Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah mengatakan, Sarinah merupakan perusahaan ritel. Karena itu pengembangan kawasan milik Sarinah ini diharapkan mampu menjadi ujung tombang bisnis mereka.

“Peran bisnis ritel Sarinah sangat penting ke depan bagi perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Perkembanganya harus digenjot. Tidak hanya harus laku saja, tapi harus mengangkat Indonesia dan UMKM dalam negeri juga,”tuntas Edwin.

Saat ini tantangan bagi bisnis toko-toko ritel memang berat seiring disrupsi digital dengan masuknya market place ke dalam peta persaingan ritel. Tidak hanya Sarinah, kata dia, efeknya dirasakan oleh pusat-pusat perbelanjaan lainnya di Indonesia yang semakin sepi pengunjung.

“Untuk itu bisnis ritel Sarinah harus berbeda dengan cara menggandeng UMKM agar bernuansa Indonesia,” tuntasnya. (lin/tbc/kon)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *