Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) menuai kritik setelah pemerintah dan DPR RI memutuskan menyuntik dana APBN, meski keputusan tersebut dinilai sudah melanggar janji pemerintah. Namun demikian, pemerintah bergeming dan tetap mengucurkan uang rakyat untuk menambal pembengkakan biaya investasi Kereta Cepat Jakarta Bandung.
semarak.co-Baik pemerintah maupun pihak PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), masih kukuh menganggap proyek ini masih business to business (B to B). Proyek kereta peluru yang menghubungkan Padalarang dan Halim ini digarap konsorsium terdiri dari beberapa perusahaan milik negara dan perusahaan dari China, untuk kemudian membentuk perusahaan patungan PT KCIC.
Duit APBN itu nantinya digunakan untuk pembayaran base equity capital atau kewajiban modal dasar dari konsorsium. Hal ini dilakukan demi seluruh pinjaman China bisa dicairkan dan bisa ditambah.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, suntikan APBN sangat diperlukan di proyek ini mengingat keuangan BUMN yang tergabung dalam konsorsium KCIC tak mencukupi untuk menyetor modal. Jika dilihat dari strukturnya, 75% dari kereta cepat itu pinjaman Bank China, 25%, equity, di mana Indonesia 55%, dan China 45%.
“Artinya Penyertaan Modal Negara/PMN yang mau diberikan itu bagian dari equity (penyertaan modal), karena kan pinjamannya ditambah. PMN dari APBN menjadi satu-satunya jalan paling realistis saat ini,” kilah Menteri Erick dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (7/8/2022) dilansir kompas.com – 07/08/2022, 16:20 WIB.
Mengharapkan ada investor masuk untuk mendanai kereta cepat, juga tidak memungkinkan. “Jadi kalau ditanya apakah kereta cepat ada investor? Ya belum, Garuda saja belum,” beber mantan Presiden Inter Milan.
Janji tanpa APBN Dalam beberapa kesempatan, baik Presiden Jokowi maupun para pembantunya, berungkali menegaskan bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung adalah murni dilakukan BUMN. Menggunakan skema business to business, biaya investasi sepenuhnya berasal dari modal anggota konsorsium dan pinjaman dari China.
Dana juga bisa berasal dari penerbitan obligasi perusahaan. “Kereta cepat tidak gunakan APBN. Kita serahkan BUMN untuk business to business. Pesan yang saya sampaikan kereta itu dihitung lagi. Kita tidak ingin beri beban pada APBN. Jadi, sudah saya putuskan bahwa kereta cepat itu tidak gunakan APBN,” kata Jokowi dikutip dari laman Sekretariat Kabinet pada 15 September 2015.
Jokowi menekankan, jangankan menggunakan uang rakyat, pemerintah bahkan sama-sekali tidak memberikan jaminan apa pun pada proyek tersebut apabila di kemudian hari bermasalah.
Hal ini karena proyek kereta cepat penghubung dua kota berjarak sekitar 150 kilometer tersebut seluruhnya dikerjakan konsorsium BUMN dan perusahaan China dengan perhitungan bisnis. “Tidak ada penjaminan dari pemerintah. Oleh sebab itu, saya serahkan kepada BUMN untuk melakukan yang namanya B to B, bisnis,” tegas Jokowi.
Di bagian lain Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI menggalang usul penggunaan Hak Angket DPR untuk permasalahan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). DPR memiliki tugas dan tanggung jawab konstitusional untuk melakukan pengawasan dan memberi masukan kepeda pemerintah.
semarak.co-Hal itu disampaikan dalam Konferensi Pers Fraksi PKS yang dipimpin Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini didampingi Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto, Sekretaris Fraksi Ledia Hanifa Amalia, dan Anggota Komisi V Suryadi Jaya Purnama dan Anggota Komisi VI Amin Ak di Gedung DPR Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (4/8/2022).
Banyak kritik publik sejak awal menyangkut utilitas, urgensi, feasibilitas atau kelayakan dan persoalan penganggarannya. Usulan penggunaan hak angket sangat penting untuk menyelidiki dan mengurai secara terang benderang masalah demi masalah yang terjadi pada proyek KCJB demi akuntabilitas pengelolaan dan penggunaan anggaran negara pada proyek ini.
Kalangan dewan, pengamat, dan publik luas mencium ketidakberesan proyek KCJB sejak awal. Mulai janji dan pemerintah untuk menjadikan proyek ini murni dilakukan BUMN dengan skema business to business (btb). Pemerintah juga menyatakan komitmen bahwa biaya investasi sepenuhnya berasal dari modal anggota konsorsium dan pinjaman dari China.
“Tapi dalam perjalanannya, janji dan komitmen tersebut ternyata nihil. Negara harus menanggung biaya melalui penyertaan modal negara (PMN) dari 2020 hingga 2023 sebesar Rp15,2 triliun plus Dana Talangan,” papar Jazuli dalam jumpa pers dilansir laraspostonline.com/8/05/2022 09:26:00 PM.
Bahkan dalam perkembangannya KCJB menuntut pemerintah Indonesia untuk menanggung pembengkakan biaya proyek konstruksi dan cost over run. Menurut Jazuli kesalahan kalkulasi dan perencanaan proyek KCJB fatal.
Proyek ini juga menyangkut wibawa Presiden yang dahulu menyebut tidak sepeser pun menggunakan APBN, tapi kenyataannya menjadi beban APBN melalui PMN. Belakangan tersiar berita ‘lepas tangannya’ konsorsium yang didominasi Cina dan melimpahkan pembengkakan biaya proyek ke negara.
Fraksi PKS Konsisten Menolak PMN KCJB
Anggota DPR Dapil Banten ini menyatakan bahwa Fraksi PKS sejak awal memberi kritik terhadap proyek KCJB karena sejumlah permasalahan mulai soal tender yang berpolemik, awalnya konsorsium Jepang yang masuk tapi kemudian batal digantikan Cina dengan alasan yang tidak jelas.
“Proyek juga dikhawatirkan akan membebani keuangan negara yang nyatanya terbukti saat ini. Selain itu, Fraksi PKS melihat perencanaan sangat tidak matang baik dari sisi ekonomi maupun teknis,” cetus Jazuli.
Fraksi PKS menolak proyek KCJB dengan pendanaan dari APBN karena jelas membebani keuangan negara apalagi di tengah kondisi defisit akibat pandemi covid 19 dan resesi ekonomi global. Maka dengan tegas Fraksi PKS menolak penyertaan modal negara untuk KCJB sejak 2020 hingga 2022 dalam pembahasan anggaran di DPR.
Fraksi PKS telah mengkaji secara seksama bahwa struktur pembiayaan KCJB juga tidak menguntungkan secara nasional, dengan komposisi 75 persen dari nilai proyek dibiayai oleh China Development Bank (CDB) dan 25 persen dibiayai dari ekuitas konsorsium.
Dari 25 persen ekuitas dari ekuitas tersebut, sebesar 60 persen berasal dari konsorsium Indonesia karena menjadi pemegang saham mayoritas. Dengan demikian, pendanaan dari konsorsium Indonesia ini sekitar 15 persen dari proyek, sedangkan sisanya sebesar 85 persen dibiayai dari ekuitas dan pinjaman pihak China.
Dominasi China dalam proyek ini, tentunya akan menjadi permasalahan tersendiri bagi kepentingan nasional Indonesia ke depan. Selain itu, terus membengkaknya anggaran pembangunan KCJB tentunya akan mempengaruhi tingkat pengembalian investasi yang akan dibebani kepada negara dan pengguna KCJB nantinya.
Kajian atas proyek tidak dilakukan secara akurat soal nilai ekonomi, pengembalian investasi, hingga urusan teknis kontur lahan dll. Proyek KCJB pada awalnya direncanakan sebesar Rp 84,3 triliun, saat ini mega proyek mercusuar tersebut diperkirakan memakan biaya investasi hingga Rp 113,9 triliun atau sudah membengkak sebesar Rp 27,09 triliun sehingga membuat return of investment nya semakin Panjang.
Menurut Jazuli, Fraksi PKS akan segera menindaklanjuti rencana usul pembentukan pansus hak angket ini dengan bersurat resmi kepada pimpinan dewan dan berkomunikasi lintas Fraksi.
“Fraksi PKS akan segera berkomunikasi dengan pimpinan DPR untuk menyampaikan usul resmi serta menggalang dukungan anggota DPR lintas fraksi agar proyek KCJB ini tidak terus menerus menjadi polemik dan beban bagi negara.” pungkasnya. (lar/net/kpc/smr)
sumber: laraspostonline.com di WAGroup Guyub PWI Jaya (postSabtu6/8/2022)/kompas.com/