Pengurus Nasional Forum Dosen Ekonomi Bisnis Islam (DPN FORDEBI) menyayangkan kebijakan Menristekdikti terkait dengan pemaparannya tentang “Kebijakan Kemenristekdikti untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa Menuju Revolusi Industri 4.0. Ketua DPN Fordebi Aji Dedi Mulawarman menilai, kebijakan pendidikan itu harus sesuai dengan UUD 1945.
“Kami menyayangkan kebijakan Menristekdikti dan oleh karena itu meminta Menristekditi untuk mengembalikan kebijakan pendidikan tinggi sesuai dengan Undang-Undang Sisdiknas yang merujuk pada UUD 1945,” kata Aji Dedi dalam rilisnya, Selasa (13/3).
Ada beberpa pernyataan Menristekdikti yang disayangkan pihaknya. Pertama, pendidikan dibutuhkan untuk growth. Kedua, dalam rangka menyongsong revolusi industri, maka pendidikan harus menyadari adanya “employee shift” serta meningkatkan “workforce skill” dengan merujuk lembaga buruh internasional (International Labour Organization, 2017).
Ketiga, kebijakan di bidang kelembagaan IPTEK dan DIKTI yang memuat 4 poin, yaitu membebaskan nomenklatur program studi untuk mendukung pengembangan
kompetensi industri 4.0, membangun teaching factory industry 4.0. Melaksanakan
perkuliahan online and distance learning; mengundang Perguruan Tinggi Luar Negeri
(PTLN) untuk membuka prodi-prodi yang mendukung industri 4.0.
“Pernyataan tersebut semakin mendudukkan perguruan tinggi di Indonesia sebagai penghasil tenaga kerja untuk pertumbuhan ekonomi, bukan pada pembentuk manusia utuh yang
memahami potensi dirinya untuk mandiri. Tidak mengutamakan keberpihakan, namun
menambah ketergantungan Indonesia pada pihak asing,” ujar Aji Dedi.
Dosen Pasca Sarjana Universitas Brawijaya ini mengingatkan, DPN FORDEBI telah menyusun dan merumuskan kurikulum pendidikan sesuai dengan UUD 1945 sebagai bagian dari Arsitektur Kesejahteraan Semesta. Dimana kurikukum tersebut memastikan bahwa pendidikan dilaksanakan secara integral, inter dan intra disiplin, serta menggunakan
strategi spatial connectography (sektoral, budaya, interdisiplin).
Kedua kata dia, pendidikan pada dasarnya adalah kunci pembentuk peradaban, di mana value transfer menjadi penting untuk membentuk adab sebelum ilmu. Oleh karena itu, PLTN akan menjadi media transfer nilai asing yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai Indonesia.
“Justru sebaliknya, demi mendudukkan posisi Indonesia yang lebih bermartabat, maka
PTN/PTS Indonesia dapat dikembangkan ke Luar Negeri sekaligus mengirim dosendosen Indonesia ke luar negeri sebagai tenaga ahli/pengajar,” ujarnya.
Aji Dedi mengatakan, DPN FORDEBI menghimbau agar Menristekditi dapat kembali melihat tujuan pendidikan nasional sebagaimana termaktub pada UU Sisdiknas 20, tah un 2003, Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 dan 2, yang menyatakan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Kedua, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai
agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan
zaman. (lin)