Aktor Fauzi Baadila yang ikut bermain dalam film 212 The Power of Love mengaku, banyak kendala yang dihadapi oleh tim produksi film itu saat menjalani proses syuting. Sebab, sejumlah pihak menduga film ini sangat bermuatan politis, sehingga kerap kali dinilai mempersulit proses syutingnya.
“Yang gue tahu, susah dapat izin. Sulit banget, sampai script-nya dicek berkali-kali. Mau syuting di sebuah lokasi misalnya, itu enggak boleh. Ada banyak titik-titik yang kita enggak boleh syuting,” kata Fauzi saat ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (1/5).
Kesulitan itu diakui Fauzi juga kerap terkait dengan masalah perizinan. “Izinnya buat lolos itu sulit, setahu saya ya. Sebenarnya sih itu bukan saya yang kompeten menjawab, tapi itu yang saya dengar,” ujarnya.
Tak hanya itu, masalah pendanaan dari pihak sponsor pun turut mewarnai perjuangan tim produksi, dalam merampungkan film 212 The Power of Love ini. “Setahu gue, sponsor mundur semuanya. Jadi pas syuting saja tuh kita mesti sampai berhenti-berhenti dulu karena kita masih harus ngumpulin dana lagi. Karena dananya tuh dana wakaf, jadi kita patungan. Karena enggak ada yang mau modalin,” kata Fauzi.
Selain itu, Fauzi juga menyayangkan kuota layar yang diberikan pada film yang dibintanginya ini sangat minim. Sehingga, dia berharap di hari-hari awal film ini bisa disaksikan di bioskop, sejak 9 Mei 2018. Jumlah penontonnya bisa membludak sehingga ada kemungkinan penambahan jumlah layar.
“Dapat jumlah layar bioskopnya juga sedikit banget, cuma dapat 20 layar. Kalah dibanding film-film pop lainnya. Jadi kalau emang mau ya nonton di awal-awal tayang tanggal 9 atau 10 Mei, supaya kalau penontonnya banyak mudah-mudah bisa dapat kuota (layar) lebih banyak juga,” ujarnya.
Seperti diketahui, aksi 212 kini menjadi kebanggaan umat Islam, tidak hanya di Indonesia, juga di dunia. Bahkan ini menjadi kebanggaan sejarah. Bayangkan, sekitar 7 juta orang berkumpul dalam waktu bersamaan di satu tempat, tanpa menimbulkan kekerasan atau korban.
Orang bule dan turis asing dengan aman mengabadikan aksi. Umat agama lain dengan tenang, tetap berdoa di rumah ibadah mereka. Pasangan pengantin yang mengikrarkan janji suci di gereja tetap berjalan sesuai rencana. Tidak ada yang diganggu.
Bahkan yang ditanamkan pada peserta aksi, sebisa mungkin, rumput tidak diinjak, ranting pohon tidak ada yang patah. Begitu aksi selesai, ribuan peserta menjadi relawan yang membersihkan sampah, sehingga tidak ada sisa yang menumpuk seusai aksi. Ketika agama dinista, orang boleh saja marah, tapi umat Islam Indonesia memilih jalan damai bahkan super damai untuk menyatakan sikapnya.
Aksi 212 membuktikan bahwa umat Islam adalah masyarakat cinta damai. Amar ma’ruf nahi munkar bisa ditegakkan dengan semangat cinta. Kenyataan ini jelas membatalkan stereo-type yang memojokkan Islam. Film 212 The Power of Love mengabadikan perjuangan, semangat, dan gerakan damai umat Islam Indonesia.
Penting bagi generasi Islam, terutama remaja dan generasi muda, untuk mengingat aksi ini sebagai rujukan di masa depan. Kini saatnya alumni 212 kembali mengenang keindahan aksi masif dengan semangat cinta ilahi. Ini juga saatnya buat semua pendukung 212 yang tidak sempat menghadiri aksi tersebut ikut merasakan aura semangat jutaan ummat berkumpul di Monas. Bahkan bagi umat agama lain, film ini akan mengajak kita untuk memahami semangat damai aksi 212.
Persaingan timing 212 sangat ketat. Pertama film Infinity War di Indonesia sedang mendominasi, konon mengisi 1.500 layar, dan Indonesia bisa dibilang salah satu pemasar yang tersukses di dunia. Semoga saja minggu depan boomingnya mulai surut, karena pada sudah kebagian nonton, saat film 212 The Power of Love tayang.
Akan tetapi persaingan belum selesai. Tanggal 18 Mei akan muncul film Deadpool yang digadang akan menyedot penonton juga. Jadi kalau dalam seminggu tayang performa film 212 kurang meyakinkan, pasti jatah layarnya diambil film lain yang lebih laris. (lin)