Filipina merapat ke Amerika Serikat (AS) untuk mencari solusi atas kehadiran ratusan kapal China di Laut China Selatan (LCS). Filipina menganggap kehadiran ratusan kapal China di perairan itu sebagai sebuah ancaman.
semarak.co-Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan dan Penasihat Keamanan Nasional Filipina Hermogenes Esperon membicarakan manuver China di wilayah bersengketa itu lewat telepon pada Rabu (31/3/2021).
Filipina juga telah mengirim sejumlah jet tempur ke terumbu karang Whitsun yang dianggap masuk ke dalam Zona Eksklusif Ekonomi mereka untuk menggertak kapal-kapal itu. Manila meyakini kapal-kapal itu diawaki oleh milisi maritim. Gedung Putih mengatakan, AS dan Filipina akan terus berkoordinasi erat dalam menanggapi tantangan di LCS.
“Sullivan menggarisbawahi bahwa Amerika Serikat mendukung sekutu Filipina kami dalam menegakkan tatanan maritim internasional berbasis aturan, dan menegaskan kembali penerapan Perjanjian Pertahanan Bersama AS-Filipina di Laut China Selatan,” kata Gedung Putih dikutip dari Reuters, dilansir CNNIndonesia| Kamis, 01/04/2021 10:39 WIB.
Sebelumnya Kanada, Australia, Jepang juga telah menyuarakan keprihatinan atas manuver China itu. China sendiri telah memberikan pernyataan soal keberadaan kapal-kapal nelayan mereka di perairan itu.
Menurut mereka, 200 kapal nelayan itu melego jangkar di kawasan gugus karang Whitsun diLaut China Selatan dekat Filipina akibat cuaca buruk. China juga menyebut tidak ada milisi di dalam kapal itu.
Beijing memang terlibat sengketa wilayah di LCS dengan sejumlah negara ASEAN, termasuk Filipina. 2016 lalu, Filipina menggugat China atas klaim historisnya di perairan itu ke Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA). Meski Filipina memenangkan gugatannya, China tetap berkeras mengklaim hak historis atas perairan yang menjadi jalur perdagangan utama itu.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying juga telah mengatakan bahwa gugus karang Whitsun adalah bagian dari Kepulauan Spratly yang diklaim sebagai wilayah kedaulatan pemerintah China.
Sebelumnya Angkatan Bersenjata Filipina mengirim sejumlah pesawat tempur ringan untuk menggertak ratusan kapal nelayan China yang parkir perairan sengketa di LCS. Sejumlah jet tempur Filipina itu dikirim ke terumbu karang Whitsun yang dianggap masuk ke dalam Zona Eksklusif Ekonomi mereka.
Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada Sabtu malam (27/3/2021) pekan lalu, Menteri Pertahanan Filipina, Delfin Lorenzana, mengatakan jet-jet militer Filipina dikirim setiap hari untuk memantau situasi di perairan itu.
Dia juga mengatakan akan menambah jumlah armada Angkatan Laut di Laut China Selatan untuk melakukan patroli wilayah dan melindungi para nelayan Filipina. “Aset udara dan laut kami siap untuk melindungi kedaulatan dan hak kedaulatan kami,” ujar Lorenzana, dikutip dari CNN.
Sejauh ini, Kedutaan Besar China di Manila belum memberi tanggapan mengenai keputusan Filipina mengerahkan jet tempur untuk memantau situasi di kawasan sengketa itu. Sebanyak 200 kapal nelayan China tertambat di terumbu karang Whitsun yang termasuk dalam Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) berjarak 200 mil dari Filipina.
Selain Filipina, Vietnam juga merasa risih dengan kehadiran ratusan kapal nelayan China itu. Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, menyampaikan masalah itu kepada duta besar China. Presiden mengatakan kami sangat prihatin. Setiap negara akan prihatin dengan jumlah kapal itu,” kata juru bicara Duterte, Harry Roque, dalam jumpa pers pada 25 Maret lalu.
Roque mengatakan dalam konferensi pers itu Duterte menegaskan kembali kepada duta besar China, Huang Xilian, bahwa Filipina memenangkan kasus arbitrase pada 2016, mengenai sengketa di Laut China Selatan. Putusan itu juga membatalkan klaim 90 persen garis imajiner China atas Laut China Selatan.
Senada, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam, Le Thi Thu Hang, mengatakan kapal-kapal China yang berada di terumbu karang itu melanggar kedaulatan wilayah. “Vietnam meminta China menghentikan pelanggaran ini dan menghormati kedaulatan Vietnam,” kata Hang dalam konferensi pers rutin.
Sekutu Filipina, Amerika Serikat, menyatakan dukungan dalam kisruh kedua negara itu soal ratusan kapal yang tertambat di perairan yang disengketakan di Laut China Selatan. “Kami mendukung Filipina, sekutu perdagangan kami di Asia sejak lama,” demikian isi pernyataan Kedutaan Besar AS di Manila pada 23 Maret lalu.
Kedubes AS juga menyatakan kekhawatiran mereka atas dugaan China menggunakan “milisi maritim untuk mengintimidasi, memprovokasi, dan mengancam negara lain, yang membahayakan perdamaian dan keamanan di kawasan.
Selain itu, Filipina dan Vietnam menekan China lantaran ratusan kapalnya masuk wilayah sengketa Laut China Selatan tempo hari. Presiden Filipina Rodrigo Doterte menyampaikan keprihatinannya kepada duta besar China mengenai kapal-kapal Tiongkok yang tertambat di Laut China Selatan.
“Presiden mengatakan kami sangat prihatin. Setiap negara akan prihatin dengan jumlah kapal itu,” kata juru bicara Duterte Harry Roque dalam konferensi pers, dikutip dari Reuters, Kamis (25/3/2021).
Roque mengatakan dalam konferensi pers itu Duterte menegaskan kembali kepada duta besar China, Huang Xilian, bahwa Filipina memenangkan kasus arbitrase penting pada tahun 2016. Sehingga semakin memperjelas kedaulatannya di tengah klaim yang bersaing dengan China.
Putusan itu juga membatalkan klaim 90 persen garis putus-putus China atas Laut China Selatan. Senada, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam Le Thi Thu Hang mengatakan kapal-kapal China di terumbu karang melanggar kedaulatannya. “Vietnam meminta China menghentikan pelanggaran ini dan menghormati kedaulatan Vietnam,” kata Hang dalam konferensi pers rutin.
Sebuah kapal penjaga pantai Vietnam terlihat ditambatkan di dekat daerah yang disengketakan, menurut data pelacakan kapal yang diterbitkan oleh situs web Marine Traffic, Kamis (25/3/2021).
Hang mengatakan penjaga pantai Vietnam “menjalankan tugasnya sebagaimana diatur oleh hukum”, termasuk hukum internasional. Langkah Filipina sejauh ini telah mengajukan protes diplomatik atas lebih dari 200 kapal yang diyakini tertambat di Whitsun Reef dalam Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) 200 mil Manila.
Amerika Serikat, jepang dan Kanada juga menyatakan kewaspadaannya terhadap kapal China tersebut. Kedutaan Besar China di Manila sejauh ini masih belum memberi tanggapan mengenai hal tersebut.
Laut China Selatan masih menjadi wilayah konflik hingga sekarang, banyak negara yang mengklaim memiliki teritorial di wilayah tersebut. Di antaranya, Brunei, Malaysia, Taiwan, Cina Vietnam, dan Filipina.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Filipina, Delfin Lorenzana, melontarkan protes terhadap China yang dianggap melakukan invasi karena 200 kapal negara itu terlihat di daerah sengketa LCS.
AFP melaporkan bahwa coast guard Filipina sudah mendeteksi keberadaan kapal-kapal tersebut di Whitsun Reef, sekitar 320 kilometer dari Pulau Palawan, sejak 7 Maret lalu. Menanggapi protes Filipina, Amerika Serikat mendukung sekutu diplomatiknya itu yang tengah kisruh dengan China.
“Kami mendesak China untuk menghentikan invasi ini dan segera menarik kapal-kapal yang melanggar hak maritim kami dan melanggar batas wilayah kedaulatan kami. Ini merupakan aksi provokasi yang sangat jelas untuk memiliterisasi area ini. Wilayah ini berada di dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Filipina,” ujar Delfin Lorenzana.
Pemerintah China menyatakan alasan 200 kapal nelayan melego jangkar di kawasan gugus karang Whitsun di Laut China Selatan dekat Filipina akibat cuaca buruk. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, dalam jumpa pers di Beijing pada Senin (22/3/2021) mengatakan gugus karang Whitsun adalah bagian dari Kepulauan Spratly yang diklaim sebagai wilayah kedaulatan pemerintah China. (net/smr)