FIFPro Kritik Keras PSSI Gara-Gara Potong Gaji Pemain Tanpa Diskusi dengan APPI

Pemain Bali United, Sidik Saimima dan Stafano Lilipaly, merayakan gol kelima ke gawang Tampines Rovers dalam babak kualifikasi pertama Liga Champions Asia di Stadion Jalan Besar, Singapura, Selasa (14/1/2020) foto: instagram@baliunited di internet

Federasi Internasional Asosiasi Pesepak Bola Profesional (FIFPro) mengkritik keras PSSI yang menerapkan kebijakan pemotongan maksimal 75 persen gaji pemain di tengah pandemi wabah virus corona jenis baru penyebab Covid-19 tanpa berdiskusi dengan Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia (APPI).

semarak.co -Direktur Legal FIFPro Roy Vermeer mengatakan, padahal FIFA dan AFC sudah memberikan pesan yang jelas agar semua federasi di bawah mereka termasuk PSSI untuk bekerja sama dengan klub dan pemain dalam rangka mengatasi tantangan akibat pandemi Covid-19.

Bacaan Lainnya

“PSSI mengintervensi hubungan kerja pemain tanpa keinginan untuk mengundang serikat pesepak bola ke meja perundingan,” ujar Roy dikutip dari keterangan FIFPro yang diunggah dalam laman resminya di Jakarta, Jumat (22/5/2020).

Akan tetapi, PSSI justru dianggap tidak berkomunikasi dengan para pemain melalui perwakilannya APPI. Pada Jumat (27/3/2020), PSSI menerbitkan Surat Keputusan (SK) bernomor SKEP/48/III/2020 yang salah satunya berisi, mempersilakan klub-klub Liga 1 dan 2 untuk menggaji pemainnya maksimal 25 persen pada Maret-Juni 2020 dari gaji yang tertera di kontrak di tengah jeda kompetisi akibat pandemi virus corona.

PSSI menetapkan bahwa bulan Maret, April, Mei, dan Juni 2020 menjadi keadaan kahar (force majeure). Dalam pelaksanaannya, FIFPro menemukan fakta bahwa sejak April 2020, tidak ada satu pun klub Liga 1 yang membayar pemainnya lebih dari 25 persen, bahkan ada dua tim yang hanya memberikan 10 persen dari gaji normal kepada pemainnya.

Sementara di Liga 2, seluruh atau 24 tim membayar penghasilan pemain antara 10 dan 15 persen dari kesepakatan. Dan di Liga 2, menurut FIFPro, para pemain mendapatkan gaji sekitar 200 dolar AS atau sekitar Rp2,9 juta perbulan sebelum ada pemangkasan akibat pandemi.

Itu dianggap berada di bawah upah minimum regional yakni 300 dolar AS (Rp4,4 juta). Setelah keluar kebijakan pemotongan dari PSSI akibat pandemi, pemain Liga 2 hanya mendapatkan 50 dolar AS (sekitar Rp737 ribu) dan nilai itu hanya 17 persen dari upah minimum.

“Fakta bahwa keputusan PSSI berlaku sejak Maret menunjukkan bahwa PSSI tidak peduli dengan standar internasional, apalagi soal kesejahteraan pemain di Indonesia,” tutur Roy Vermeer.

Terkait hal itu, FIFPro menegaskan bahwa APPI akan membawa 31 kasus pemain ke Badan Penyelesaian Sengketa Nasional (NDRC). FIFPro menyatakan bahwa mereka merasa frustrasi melihat penerapan standar kontrak pemain di Indonesia.

Padahal, sudah menjadi kewajiban bahwa setiap klub untuk memastikan ada standar minimum gaji untuk setiap pemain. Sayangnya, klub-klub yang tidak menerapkan kontrak dengan baik tidak disanksi oleh PSSI. Hal tersebut, kata FIFPro, membuat situasi banyak pemain semakin rentan di tengah krisis pandemi. (net/lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *