Erick Thohir: Insya Allah Q3 Kelar, Serikat Pekerja Se-Tanah Air Tolak Holding Pegadaian-BRI-PNM

Gedung kantor Pegadaian menjadi salah satu aset berkontribusi besar pada kinerja perusahaan. foto: internet

Serikat Pekerja (SP) PT Pegadaian seluruh Tanah Air sepakat menolak rencana holding perusahaan BUMN, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Pegadaian, dan PT PNM. Menyusul pernyataan sikap 13 DPD SP Pegadaian dalam konsolidasi nasional organisasi itu.

semarak.co-Ketua Umum SP PT Pegadaian Ketut Suhardiono membantah jika penolakan ini disebut ada unsur pembangkangan kepada pemerintah. Hanya saja, Ketut menilai, pembentukan Holding Ultra Mikro akan mempersempit ruang gerak bagi Pegadaian dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat kecil dan menengah.

Bacaan Lainnya

“Sejauh ini, konsolidasi nasional dengan bertemu secara langsung masih pandangan-pandangan umum. Kalau dari pandangan umumnya dari seluruh dewan pimpinan daerah (DPD) menyatakan bahwa konstituen yang ada di daerah hasilnya menyatakan menolak untuk holding,” kata Ketut saat dikonfirmasi awak media, Kamis (4/3/2021).

Serikat Pekerja yang dipimpinnya memiliki satu tujuan dengan pemerintah, lanjut Ketut, yakni ingin mensejahterakan ekonomi masyarakat, terutama bagi kalangan menengah ke bawah.

“Kami dibilang membangkang, itu tidak benar. Sebenarnya tujuan kami sama dengan pemerintah, yaitu bagaimana Pegadaian bisa benar-benar berguna untuk kepentingan rakyat kecil, khususnya yang menengah ke bawah,” tegas Ketut dilansir obrolanbisnis.com/2021/03/04/

Pendapat Ketut tentu beralasan, mengingat saat ini meluasnya pusat-pusat gadai swasta yang tumbuh menjamur di pelosok tanah air. Kinerja perusahaan juga sangat sehat. “Jadi untuk apa harus diholding dengan institusi keuangan yang beda jenis jasa dan produknya dengan likuiditas yang baik dimiliki Pegadaian, juga gerai-gerai di seluruh Indonesia, Pegadaian sudah teruji dalam mengelola bisnisnya secara mandiri,” ulasnya.

Mengutip realita.co Rabu, 3 Maret 2021 | 07:38 WIB, DPD SP Pegadaian Jawa Timur, Surabaya mencatat tiga alasan kuat menolak rencana Kementerian BUMN ini. Ketiga alasan ini telah dibahas secara detail oleh SP Jawa Timur, Surabaya.

Mereka tidak ingin, holding ini akan membawa dampak negatif terhadap bisnis Pegadaian dan karyawan-karyawannya. Sebab, dari analisa yang dilakukan, banyak persoalan-persoalan bisa mengakibatkan nasib Pegadaian semakin terpuruk.

“Kami akan memperjuangkan ini sampai tuntas. Hasil rapat dari Jakarta, kami tetap menolak Holding,” kata Ketua DPD Serikat Pekerja (SP) Jawa Timur, Surabaya, Endang Sri Sundari. Endang menegaskan, penolakan akan terus dilakukan selama kebijakan Kementerian BUMN bisa mengganggu keberlangsungan bisnis di Pegadaian.

Apalagi, Pegadaian saat ini masih menjadi salah satu penyumpang keuangan negara terbaik, Pegadaian juga dinilai sebagai perusahaan yang sehat. Berikut alasan penolakan Holding dari SP Pegadaian Jawa Timur, Surabaya:

  1. Konsekuensi hukum berdasar PP 72 Tahun 2016, Bank BRI akan menjadi Induk Holding dan tetap sebagai BUMN sedangkan Pegadaian dan PNM menjadi anak usaha (Anak Holding) yang tidak lagi berstatus BUMN tapi dianggap sebagai BUMN.

Di dalam UU Nomor 19 Tahun 2003, Bab I Pasal Menjelaskan:

Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Frasa “Dianggap” ini memerlukan penafsiran dan penjelasan yang berkekuatan hukum tetap agar rencana Holding Kementerian BUMN tidak menimbulkan polemik tersendiri, maka langkah yang bisa ditempuh yakni dengan merevisi terlebih dahulu definisi BUMN dalam UU Nomor 19 Tahun 2003 tersebut diatas.

Revisi tersebut nantinya dan mestinya bisa memperjelas status hukum anak usaha BUMN terkait dengan sampai sejauh mana penyertaan modal dari negara kepada BUMN dan anak usahanya.

  1. Terkait dengan aspek persaingan usaha tidak sehat dalam ketentuan tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Menurut kami, potensi masalah yang mungkin muncul berkaitan dengan oligopoli, pembagian wilayah, integrasi vertikal, pemilikan saham, serta penggabungan, peleburan, pengambilalihan.

Dan ini mesti dilihat secara detail, bisa jadi langkah korporasi holding ultra mikro ini masuk kategori merger, akuisisi, dan konsolidasi atau oligopoli. Menurut kami dengan pertimbangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bisa menilai potensi BUMN dari segi persaingan usaha.

Terlebih Pasal 35 huruf e UU Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa KPPU bisa memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktik persaingan usaha tidak sehat.

3.Terkait Organisasi Serikat Pekerja dan Perjanjian Kerja Bersama Pegadaian selaku anak usaha, masihkan memiliki independensi dan posisi bargaining terhadap Induk Holding bila dikaitkan dengan UU Tentang Serikat Pekerja.

Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan pembentukan Holding Ultra Mikro yang beranggotakan BRI, PT Pegadaian, dan PT PNM akan selesai pada kuartal III (Q3) tahun ini. Secara platform sekarang yang namanya sistem perbankan di Indonesia itu, nilai Erick, kurang friendly.

“Apalagi yang tidak punya track record. Karena itu kita insya Alah Q3 tahun ini tuntas sinergi BRI, PNM dan Pegadaian supaya salah satunya memastikan dengan daya konkret dan riil pengusaha bisa naik kelas,” kata Erick dalam Rapat Kerja Nasional HIPMI 2021, Jumat (5/3/2021) seperti dilansir cnbcindonesia.com.

Dia mengatakan, dengan level pengusaha mikro yang naik kelas itu bisa terjadi karena sudah ada sinergi antara tiga BUMN yang fokus pada bisnis usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

“Yang tadinya nasabah PNM Rp 1-3 juta tanpa agunan, dengan kita sinergi ini, naik kelas Rp 20-50 juta pinjamannya tapi data terlihat dia dagang apa di mana kesulitannya apa-apa yang perlu di-support, bahkan sekarang saya minta PNM ayo kerja sama dengan Pemda, sudah mulai dijalankan.

Erick mengatakan naik kelasnya nasabah ini bukan hanya di PNM tapi juga bisa ke nasabah Pegadaian dan juga Bank BRI. “Lalu nanti naik kelas di Pegadaian, dan kita harapkan naik kelas ke bank (nasabah bank), kita harapkan [mereka] bankable,” kata Erick.

Poin selanjutnya, rinci dia, ialah perlunya menurunkan biaya dana atau cost of fund. “Hari ini Himbara (himpunan bank milik negara) sudah announce menurunkan lagi bunganya, tapi itu buat bank-bank BUMN, buat yang di bawah pinjamannya jauh lebih mahal dari bank BUMN, ini ga fair,” papar Erick.

Nah itulah kenapa dengan sinergisitas itu, kata dia, pihaknya punya target di nasabah terkecil itu bisa cost of fund atau bunga turun 5-6%. Itu pun masih lebih mahal dari kita kita yang di sini karena itu sinergisitas ini sangat penting.

Sebelumnya, Direktur Utama BBRI Sunarso menjelaskan rincian terkait dengan pembentukan Holding Ultra Mikro. Menurut Sunarso, Holding BUMN Ultra Mikro yang digagas Kementerian BUMN ini bukanlah BRI mengakuisisi dua BUMN yang juga fokus pada nasabah UMKM tersebut.

“Jadi aksi korporasi ini bukan BRI mengambil dua perusahaan BUMN itu. Bukan akuisisi, membentuk holding. Jadi upaya gak jalan sendiri-sendiri,” kata Sunarso dalam forum Economic Outlook 2021 CNBC Indonesia bertema Menuju Pemulihan Ekonomi Indonesia 2021 yang digelar langsung dari Gedung Transmedia, Kamis (25/2/2021).

Kedua, rinci Sunarso, ini adalah sinergi, memang tingkat kepemilikan. “Jadi memang iktikadnya apa yang disasar dan pangsa pasar BRI menumbuhkembangkan yang ada dan mencari ke segmen ke lembaga keuangan formal,” papar Sunarso, mantan Dirut PT Pegadaian.

Datanya ada 57 juta UMKM, kutip dia, 20% terlayani dan belum cukup, baru ada sekitar 15 juta. Selebihnya 30 juta belum terlayani lembaga keuangan kita, 5 juta dilayani rentenenir. “Dan ada 18 juta belum terlayani sama sekali, kita bentuk ekosistem yang 18 juta supaya bisa dilayani lebih baik,” jelasnya.

Sebelumnya pemerintah akan menggabungkan tiga BUMN yaitu Bank BRI, Pegadaian dan PNM dalam Holding BUMN Ultra Mikro (UMi). Pembentukan holding ini akan diawali dengan aksi korporasi penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu atau rights issue dari Bank BRI.

“Holding dilakukan melalui persetujuan rights issue dari BRI di mana negara akan ambil bagian seluruhnya dengan cara alihkan seluruh sahan Seri B dari PNM dan Pegadaian diserahkan ke BRI,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR secara virtual.

Nantinya BBRI akan menguasai 99,9% saham Pegadaian dan PNM. Dalam skema HMETD pemerintah akan mengambil bagian seluruhnya dengan cara mengalihkan saham seri B yang dimiliki negara di Pegadaian dan PNM ke BBRI.

Penyetoran seluruh saham seri pada Pegadaian dan PNM akan dilakukan sesuai dengan PP 72/2016 tentang Tata Cara Penyertaan Modal Negara kepada BUMN. Partisipasi pemerintah dalam transaksi ini bentuknya non-cash.

Pemerintah tak akan menyuntikkan dana segar ke BBRI dari APBN. Kepemilikan saham pemerintah di BBRI pun tidak akan terdilusi. Setelah holding terbentuk pemerintah masih akan menguasai ±56,75% ≤ 60%. Sementara itu publik masih akan mengusai ±40% ≤ 43,25% saham BBRI. (net/smr)

 

sumber: cnbcindonesia.com/obrolanbisnis.com/realita.co di WAGroup Media Pegadaian

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *