Dukung Rizal Ramli Soal Biaya Pemilu, Aktivis Lieus: Jokowi Harus Tinggalkan Legacy Baik untuk Bangsa

Koordinator P3RI (Panitia Penjaringan Presiden RI)/Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak) dan aktivis Tionghoa Lieus Sungkharisma. Foto: suaranasional.com

Diketahui mantan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Rizal Ramli di akun instagramnya menyampaikan saran-saran kepada pemerintah agar Pemilu 2024 bisa berjalan jujur, adil, terpercaya dan berbiaya murah.

semarak.co-Menurut Rizal Ramli, biaya Pemilu Pemilu Februari 2024 dan Pilkada serentak November 2024 diperkirakan Rp110 triliun. Biaya itu sangat besar, nilai Rizal Ramli, apakah pantas? Apakah akan menghasilkan pemimpin-pemimpin hebat atau hanya pemimpin-pemimpin kelas Boneka?” cuit Rizal Ramli di akun twitter pribadi.

Bacaan Lainnya

Rizal Ramli kemudian menyebut dua pemilu Indonesia yang berhasil meski berbiaya murah. Yakni Pemilu 1995 di masa orde lama dan Pemilu 1999 di awal reformasi, di masa Indonesia dipimpin Presiden BJ Habibie.

Salah satu kunci keberhasilan Pemilu 1955 dan 1999 sehingga benar-benar jujur, adil dan murah, menurut Rizal Ramli adalah karena anggota-anggota KPU dan Bawaslu terdiri dari wakil semua partai peserta Pemilu sehingga mereka saling mengawasi, saling intip sehingga tidak ada kecurangan.

“Jadi kalau mau Pemilu yang jujur, adil dan murah seperti 1955 dan 1999, anggota-anggota KPU dan Bawaslu harus dari wakil-wakil Partai sehingga terjadi internal cross-checking. Bukan dari Ormas-ormas yang dipilih dan distir oleh yang saat ini berkuasa,” sindir Rizal Ramli, ekonom senior yang mantan Menteri Kemaritiman era Jokowi.

Koordinator P3RI (Panitia Penjaringan Presiden RI) Lieus Sungkharisma sependapat dan mendukung bila Presiden Jokowi melaksanakan saran yang disampaikan Rizal Ramli. “Kalau pak Jokowi mau meninggalkan legacy yang baik untuk masa depan bangsa ini, masih cukup waktu untuk Presiden Jokowi memperbaiki dan membenahi sistem Pemilu kita sebagaimana yang diusulkan pak Rizal Ramli itu,” ujar Lieus.

Tokoh aktivis Tionghoa Lieus mengatakan, sejak 2004, system pemilu Indonesia memang sangat ruwet, bertele-tele dan memakan biaya sangat mahal. “Bahkan setiap kali pemilu biaya penyelenggaraannya terus meningkat,” kecam Lieus yang juga Koodinaot Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak).

Padahal, kata Lieus, dengan kemajuan teknologi dan system pemilu yang terus diperbaiki sesuai perkembangan zaman, mestinya biaya penyelenggaraan pemilu bisa semakin murah. Dalam pemilihan umum (Pemilu) pertama di Indonesia tahun 1955, yang memperebutkan 260 jumlah kursi DPR dan 520 kursi untuk Konstituante, pelaksanaannya hanya menelan biaya Rp479.891.729,00.

“Padahal Pemilu itu melibatkan 43.104.464 jiwa pemilih, 208 daerah kabupaten, 2.139 kecamatan, dan 43.429 desa serta melibatkan 36 partai politik, 34 Organisasi Massa dan 48 orang calon perorangan,” kata Lieus dirilis melalui pesan elektronik redaksi semarak.co, Minggu (8/5/2022).

Sedangkan pada pemilu 1999, ujar Lieus lagi, yang diikuti 49 partai politik dari 141 partai politik yang terdaftar, hanya menghabiskan dana Rp 1,3 triliun. “Di masa pemilu 1999 inilah mulai dibentuk Komisi Pemilihan Umum atau KPU dengan tujuan menghindari campur tangan pemerintah serta menjaga objektivitas pemilihan umum,” paparnya.

KPU 1999 diketuai Jenderal TNI (Purn) Rudini didampingi Wakil Ketua Harun Al Rasyid dengan anggota sebanyak 48 orang yang mewakili 48 partai berpartisipasi dalam Pemilu 1999, ditambah empat wakil dari pemerintah. Namun, entah kenapa, setelah pemilu 1999 anggota KPU tidak lagi dari wakil partai peserta pemilu.

Tapi dipilih DPR dan disetujui pemerintah. “Inilah yang menjadi pangkal awal runtuhnya kepercayaan masyarakat atas lembaga KPU sebagai penyelenggara pemilu. Sebab tak ada lagi mekanisme saling mengawasi, saling cross chek di antara anggota KPU yang ditunjuk pemerintah itu,” kata Lieus.

Karena itulah Lieus mengaku sepakat dengan gagasan yang dilontarkan Rizal Ramli agar system pemilu diperbaiki dan KPU dikembalikan martabatnya sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang benar-benar independen.

Caranya? ya seperti tahun 1999 itu, KPU harus diisi oleh wakil-wakil partai peserta pemilu yang tidak ada kaitannya dengan pemerintah yang sedang berkuasa saat ini. Mengingat waktu pelaksanaan pemilu 2024 masih cukup panjang, maka masih sangat cukup waktu bagi Presiden Jokowi untuk memperbaiki system pemilu yang ada sekarang ini.

Terutama menyangkut biaya penyelenggaraan dan mekanisme pelaksanaannya. “Sekali lagi, kalau Presiden Jokowi ingin meninggalkan legacy yang baik untuk masa depan bangsa dan negara ini, kinilah saatnya pak Jokowi menunjukkannya pada rakyat. Salah satunya adalah dengan memperbaiki system pemilu kita yang berbiaya sangat mahal ini,” tegas Lieus. (smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *