Demi menekan laju pandemi virus corona yang kembali meledak melalui varian baru omicron, pemerintah terus menggencarkan program vaksinasi Covid-19. Bahkan masyarakat yang termasuk ke dalam sasaran penerima vaksin Covid-19 akan dikenakan sanksi administratif apabila tidak mengikuti program vaksinasi Covid-19.
semarak.co-Hal itu seperti yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres No, 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vakisnasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Dikutip dari Kompas.tv (3/7/2021) ayat 4 pasal 13A Perpres Nomor 14 tahun 2021 menyatakan bahwa, “Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima baksin Covid-19 yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud pada Ayat 2 dapat dikenai sanksi administratif.”
Sanksi administratif ini bisa berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan dan/atau denda. Sanksi ini juga dapat dilakukan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, atau badan sesuai dengan kewenangannya.
Meski demikian, aturan tersebut rupanya banyak mendapat kritikan keras dari berbagai pihak. Salah satunya dari ahli epidemiologi sekaligus akademisi dan peneliti dari Lembaga Ahlina Institute, Dr dr Tifauzia Tyassuma. Menurut Dr dr Tifa, program vaksinasi tidak boleh dilakukan secara paksa bahkan dalam situasi darurat sekalipun.
Apalagi disertai dengan ancaman hukuman bagi masyarakat yang tidak mau menerimanya. Dr dr Tifa menjelaskan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun melarang negara untuk menghukum warga yang tidak mau di vaksin.
Kritikan dr Tifa ini dipublikasikan di laman portal-islam.id (2/7/2021) dalam artikel berjudul “Dr. Tifa: WHO Melarang Vaksinasi Paksa Apalagi Dengan Ancaman Hukuman Pada Rakyat.” yang kemudian dilansir lagi Gridhealth.id/Senin, 5 Juli 2021 | 07:00 WIB.
Berikut tulisan dr Tifa selengkapnya:
“WHO MELARANG VAKSINASI PAKSA APALAGI DENGAN ANCAMAN RAKYAT Tidak bisa memperpanjang SIM, STNK juga HUKUMAN jika tidak mau menerima vaksin. Tiada 1 pun negara di bumi ini, boleh melakukan program penyuntikan Vaksinasi, dalam situasi emergency sekalipun, dengan paksaan. ancaman hukuman dll pada rakyatnya.
Sejak WHO berdiri tahun 1958, Vaksinasi itu Program Sukarela, bukan program Mandatory. Tugas Pemerintah, untuk MENYEDIAKAN VAKSIN TERBAIK, berikan edukasi terbaik, memberikan pemahaman terbaik. Bukan memberikan ANCAMAN apalagi HUKUMAN PADA RAKYATNYA.
Kalau ada satu Rakyat, yang cedera karena Vaksin, membuat cacat dan meninggal karena Vaksin…
Saya mau tanya pada Presiden, pada Menteri Kesehatan, Kapolri dll.
Tanggungjawab apa yang bisa Anda berikan kepada Penerima Vaksin?
Dari 3 pertanyaan di atas, seharusnya Pemerintah, Presiden, Menkes dll, punya kepekaan hati rasa yang tinggi. Semua Nakes, seluruh Rakyat Indonesia, sadar, bahwa Vaksinasi Corona, demi agar Pandemi ini bisa segera selesai, adalah pilihan yang harus dipertimbangkan.
Dan apabila Pemerintah, punya kehendak baik, untuk menyediakan yang terbaik bagi rakyatnya, dan tidak memberikan vaksin sembarangan dengan risiko yang harus ditanggung oleh Rakyat sendiri, Mensupport, mendukung, dan mendorong secara penuh, agar Vaksin Merah Putih segera jadi dan bisa digunakan secepat mungkin.
Kita punya Laboratorium, Pabrik Vaksin, Ilmuwan hebat-hebat yang sudah puluhan tahun memproduksi Vaksin, bahkan mengekspor ke negara-negara lain. Dan Para Ilmuwan itu, sudah menyatakan SANGGUP untuk membuat Vaksin MERAH PUTIH, dan asalkan Pemerintah mensupport, Vaksin bisa jadi tahun 2021, dan bisa digunakan secara luas.
Pertanyaan saya: Kenapa Vaksin Merah Putih tidak disupport, didukung, disegerakan untuk jadi? Sekali lagi saya tegaskan di sini. Saya tidak Anti Vaksin. Tetapi saya tidak mau disuntik Vaksin selain Vaksin dari Virus Asli Indonesia, Vaksin yang dibuat oleh Bangsa Indonesia sendiri.
TITIK! TANPA SYARAT !!
(Dr. Tifauzia Tyassuma)” (net/smr)
sumber: WAGroup PAMEKASAN GERBANG SALAM