Mayoritas anggota Komisi VIII DPR RI mendorong Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) untuk tetap fokus dan maksimal dalam kinerjanya, meski ada refocusing anggaran hingga 4 kali.
semarak.co-Menteri PPPA Bintang Puspayoga mengungkapkan, refocusing dan realokasi belanja Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2021 dilakukan untuk mendukung pelaksanaan program Vaksinasi Nasional, penanganan pandemi Covid-19, dukungan anggaran perlindungan sosial kepada masyarakat serta percepatan pemulihan ekonomi nasional.
“Kendati demikian, penyesuaian tersebut tidak mempengaruhi anggaran program prioritas. Refocusing di Kementerian PPPA tidak dilakukan pada sejumlah kegiatan prioritas,” ungkap Bintang yang banjir dukungan dalam rapat kerja dengar pendapat (RDP) di gedung Parlemen, Senayan, Jakrata Selatan, Senin (23/8/2021).
Seperti pada 5 arahan presiden, kutip Menteri Bintang, kegiatan Prioritas Nasional (PN), dan kegiatan yang mendukung tambahan fungsi dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 tahun 2020.
Yaitu penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan dan anak yang memerlukan perlindungan khusus (AMPK) yang memerlukan koordinasi tingkat nasional, lintas provinsi dan internasional.
Hingga Agustus 2021, Kementerian PPPA telah melakukan refocusing sebanyak 4 (empat) kali. Total Refocusing dan Realokasi Belanja Tahun Anggaran 2021 Kemen PPPA tahap I sampai IV sebesar Rp. 73,973 miliar dari sebelumnya 279,56 miliar menjadi 205,595 miliar.
Anggota Komisi VIII DPR M Husni mengatakan, pihaknya mengharapkan dan memohon Menteri Bintang dengan anggaran sekecil-kecilnya dapat terus memberikan manfaat sebesar-besarnya.
“Harapan kami kepada Ibu Menteri PPPA dan jajarannya tetap semangat melindungi perempuan dan dari kekerasan. Walaupun dengan keterbatasan anggaran bisa ditekan sekuat mungkin” ujar Husni seperti dalam rlis humas Kementerian PPPA, Selasa pagi (24/8/2021).
Di samping itu, Menteri Bintang juga menjelaskan perkembangan isu dan program prioritas Kemen PPPA di tengah pandemi Covid-19. Pertama, terbitnya kebijakan baru berupa Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak sebagai aturan pelaksanaan dari Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Melalui PP ini diharapkan koordinasi layanan pada anak AMPK antara pemerintah pusat, daerah, dan lembaga lainnya semakin cepat dan kuat,” ujar Bintang juga istri dari mantan Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga.
PP ini juga, terang dia, mengamanahkan Kementerian PPPA untuk mengoordinasikan penyelenggaraan perlindungan khusus anak dalam situasi darurat seperti anak-anak yang terdampak Covid-19 dan anak yang orang tuanya meninggal dunia akibat Covid-19 melalui 4 upaya utama, yaitu perawatan, pengasuhan, pemenuhan kebutuhan dasar, dan pemenuhan kebutuhan khusus.
“Kami berharap DPR RI dapat terus mendukung pemerintah dalam upaya melaksanakan Amanah tersebut. Kedua, Kementerian PPPA berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengupayakan pemenuhan hak anak dan kebijakan pelaksanaan vaksinasi bagi masyarakat rentan dan AMPK serta mereka yang belum memiliki NIK,” terangnya.
Kementerian PPPA juga, lanjut dia, berkomunikasi dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kemendagri, sehingga NIK diterbitkan bagi penduduk setelah proses vaksinasi.
Ketiga, Kemen PPPA memberi perhatian terhadap pengasuhan anak di tengah pandemi Covid-19. Menteri Bintang menekankan, perlindungan bagi anak yang terpisah dengan salah satu dan/atau kedua orangtuanya karena Covid-19, harus ditangani secara komprehensif.
Kementerian PPPA, kata dia, telah melakukan koordinasi tingkat Nasional bersama Kementerian/Lembaga (K/L) dan Dinas PPPA untuk menyusun pembangunan data anak yang mengalami keterpisahan sebagai dasar kebijakan dan intervensi pemerintah.
“Kementerian PPPA juga mengajukan permohonan integrasi data kepada Satgas Covid-19 dan bersama UNICEF mengembangkan aplikasi Rapidpro sebagai alat pendataan terperinci bagi anak yang salah satu atau kedua orangtuanya meninggal akibat Covid-19,” tambah Menteri Bintang.
Terkait hal ini, Komisi VIII DPR RI mendukung dan meminta Kementerian PPPA untuk dapat segera berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait untuk melengkapi dan memvalidasi data anak yang menjadi yatim, piatu, dan yatim piatu akibat pandemi Covid-19 serta menyerahkan ke Komisi VIII DPR RI untuk dijadikan acuan dalam melakukan pengawasan juga kerja sama.
“Saran kami jangan hanya sampai di data, tapi ada program lanjutan terkait data anak yatim piatu ini mungkin seperti pemberian bantuan. Setelah kita data dan tahu persoalannya, ya kita bantu. Kita bekerja sama jika dapat (datanya), rekomendasikan, kita programkan,” ujar Anggota Komisi VIII DPR RI, Achmad.
Tidak hanya mengumpulkan data, Kemen PPPA bersama UNICEF mendukung Pemerintah Daerah dalam merespon laporan anak yang kehilangan orangtua/pengasuh akibat terpapar Covid-19.
Seperti, menyediakan peralatan penunjang kegiatan psikososial bagi anak-anak, alat pelindung diri (APD) bagi petugas layanan yang menjangkau dan mendampingi anak dan keluarga rentan, menyebarkan pesan tentang pengasuhan saat pandemi serta penguatan kesehatan mental dan psikososial bagi anak dan remaja.
“Kami juga mendorong terpenuhinya kebutuhan dasar dan kebutuhan spesifik anak yang kehilangan orang tua, serta bersama K/L memastikan rencana pengasuhan pada anak-anak tersebut didukung oleh SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak), PUSPAGA (Pusat Pembelajaran Keluarga, PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasi Masyarakat), UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) PPA, dan dinas terkait,” pungkas Menteri Bintang.
Kemen PPPA juga meningkatkan kecepatan penanganan kekerasan berbasis gender secara online (KBGO) dan perdagangan orang secara online melalui efektivitas koordinasi Gugus Tugas TPPO pusat dan daerah.
Melakukan MOU dengan Komisi Penyiaran Indonesia untuk melakukan perlindungan terhadap perempuan dan anak, bersinergi dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi, lembaga masyarakat, dan dunia usaha, serta meningkatkan literasi digital dan ketangkasan anak, remaja dan orangtua dalam berinternet, serta membuat Rencana Aksi Nasional dan Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (RAN/RAD PP TPPO).
Kementerian PPPA juga bekerja sama dengan Kemendesa PDTT, dalam bentuk Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) sehingga alokasi dana desa dapat dimanfaatkan salah satunya untuk mewujudkan DRPPA. Model Desa RPPA ini diharapkan dapat menjadi contoh pembangunan yang berbasis pemenuhan hak perempuan dan anak di tingkat desa.
Komisi VIII DPR RI dapat memahami total refocusing dan realokasi Belanja Tahap satu (I) sampai empat (IV) Kemen PPPA Tahun Anggaran 2021 dan mengapresiasi upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak pada masa pandemi Covid-19.
“Kami meminta Kemen PPPA meningkatkan kerjasama dengan Komisi VII DPR untuk mengefektifkan pelaksanaan program dan kegiatan,” ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang selaku Pimpinan Rapat. (smr)