Dosen Udayana Sebut 5 Skenario Potensial Putusan Sengketa Pilpres Hakim MK, Pakar Politik Unand Prediksi MK Gunakan Prinsip Ultra Petitum

Sidang sengketa Pilpres 2024 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK). foto: democrazy

Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusan MK terkait Perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pemilihan presiden (Pilpres) besok pagi, Senin (22/4/2024) pukul 09.00 WIB di Ruang Sidang MK Lantai II Jl Medan Merdeka Jakarta Pusat.

semarak.co-Setelah melalui jalannya persidangan yang dilakukan dalam masa 12 hari kerja pada Jumat, 5 April 2024 menjadi sidang penutupan sengketa pilpres. Sidang ini dihadiri 4 Menteri Jokowi, yakni Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.

Bacaan Lainnya

Kemudian dua sisanya adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Sosial Tri Rismaharini. Pada Kamis 21 Maret lalu pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar resmi melaporkan gugatan perkara hasil Pilpres kepada Mahkamah Konstitusi (MK) melalui tim kuasa hukumnya Amin Ari yusuf.

Perkara tersebut terdata dengan nomor registrasi 01-01/AP3-PRES/Pan.MK/03/2024. Dalam surat tersebut Anies Baswedan menggugat beberapa poin tentang pelanggaran pada Pilpres 2024. Poin gugatan yang diantaranya memohon untuk dilakukan pemilihan Presiden tanpa Gibran sebagai wakil Prabowo.

Selain itu, poin yang sama dengan gugatan kubu Ganjar Pranowo-Maruf Amin ialah terkait adanya Abuse of Power yang telah dilakukan oleh Joko Widodo untuk melancarkan anaknya Gibran Rakabuming Raka naik sebagai Calon Wakil Presiden.

Serta dukungan terhadap kosong 2 dengan menggunakan kekuasaannya sebagai presiden. Sementara itu kubu Ganjar-Mahfud MD menyerahkan berkas gugatan pada Sabtu 23 September 2024, yang diwakili oleh M. Todung Lubis sebagai Ketua Tim kuasa Hukum.

Deputi Tim Hukum Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud yang diwakili oleh Todung M. Lubis dan Annisa Ismail menyampaikan dalil-dalil pokok permohonan dari Perkara Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 secara bergantian. Menurut Pemohon telah terjadi kekosongan hukum dalam UU Pemilu.

Pemilu 2024 sarat pelanggaran dan nepotisme, beber Anies Baswedan, ketidakefektifan penyelenggara pemilu terlihat dari tidak independennya penyelenggara. Bahkan terlalu formalistiknya Bawaslu terhadap berbagai pelanggaran yang terjadi di lapangan.

“Sehingga kewenangan MK terhadap pelanggaran TSM yang terjadi ini, MK yang didesain untuk melindungi konstitusi, maka tidak boleh terjebak sebagai Mahkamah Kalkulator,” kata Anies dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dilansir tempo.co, Minggu, 21 April 2024 09:29 WIB.

Pakar politik dari Universitas Andalas (Unand) Asrinaldi memprediksi akan ada gugatan yang diterima dan ditolak MK. Gugatan seperti apa yang diminta pemohon 01 dan 03 itu bisa saja terjadi karena bukti-bukti yang dihadirkan sudah cukup menurut hakim konstitusi.

Tapi persoalannya apakah semua yang didalilkan diterima itu yang perlu keyakinan hakim apakah bukti-bukti mengarah pada terstuktur, sistematis dan masif. Dari bukti-bukti menunjukan ada yang diterima dan ditolak oleh hakim konstitusi,” kata Asrinaldi kepada tempo.co, Sabtu, 20 April 2022.

Menurut Asrinaldi pelanggaran yang dilakukan KPU terkait prosedural pendaftaran Gibran tidak akan menggugurkan kemenangan Prabowo meski hal ini juga bermasalah secara etika. Dalam sidang ada gugatan yang menyebutkan permohonan untuk minta pemilu dua putaran namun wakil Prabowo Gibran digantikan, setelah itu bahwa aparatur negara, menteri, serta Presiden terlibat kecurangan perolehan suara oleh Paslon 02 Prabowo-Gibran.

Asas Ultra Petita dapat saja dikeluarkan oleh MK karena melihat perolehan suara Paslon Anies-Muhaimin berada di posisi kedua dalam perolehan suara. Karena dianggap suara dari Prabowo yang melebihi 53% dianggap sebagai suara curang diperoleh dari keterlibatan aparatur, Presiden, Menteri, aparat desa, itu yang mungkin saja terjadi karena ultra petitum dari MK bisa menghasilkan keputusan seperti itu karena dianggap upaya untuk menyelamatkan demokrasi.

Ia menegaskan, peluang konflik pasca keputusan tersebut akan terjadi pada masyarakat. Selain itu, ia juga memprediksi akan adanya konsolidasi para pejabat elit untuk melakukan power sharing. “Masyarakat itu cenderung bekerja, cenderung ada konfilk, tapi jika dicegah oleh elit yang memobilisasinya tidak akan terjadi, tapi jiika dibiarkan maka konflik horisontal akan terjadi,” kata Asrinaldi.

Putusan MK ditetapkan delapan hakim yang bertugas dalam sidang PHPU Pilpres 2024 yaitu diantaranya Suhartoyo sebagai Ketua Hakim, Saldi Isra, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M. Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani.

Diberitakan sebelumnya Dosen Ilmu Politik Universitas Udayana (Unud) Efatha Filomeno Borromeu Duarte memprediksi ada lima skenario potensial putusan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024 MK yang akan di gelar besok pagi Senin, 22 April 2024.

Sebelumnya, MK telah menyelesaikan sidang pemeriksaan dalam PHPU pada 5 April 2024. Pemanggilan Kabinet Presiden Jokowi serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) merupakan sidang PHPU penutup.

Terkait apa yang akan menjadi keputusan final Mahkamah Konstitusi, melalui pesan tertulis kepada Tempo.co, Sabtu, 20 April 2024, Efatha merinci 5 skenario potensial putusan MK Senin, 22 April 2024 sebagai berikut seperti dilansir tempo.co, Minggu, 21 April 2024 10:20 WIB:

  1. Pengesahan Hasil Pemilu

Dalam skenario pertama, Efatha menilai bahwa MK akan mempertahankan hasil pemilu jika bukti kecurangan tidak cukup substantif. “Jika Mahkamah Konstitusi menemukan bahwa bukti kecurangan tidak cukup substantif dan tidak mempengaruhi hasil secara signifikan, putusan MK mungkin akan mempertahankan hasil pemilu seperti yang diumumkan oleh KPU,” kata Efatha Sabtu, 20 April 2024.

Ia juga menambahkan, putusan ini akan mencerminkan kepercayaan pada proses pemilu yang telah berjalan dengan cukup adil dan transparan serta menegakkan prinsip kepastian hukum.

  1. Pembatalan Hasil Pemilu

Skenario kedua, kata dia, MK akan membatalkan hasil pemilu berdasar atas bukti kuat mengenai pelanggaran yang luas di Pemilu 2024. “Putusan ini akan mengirim sinyal kuat tentang ketidak-toleransi terhadap pelanggaran dalam pemilu, menegaskan prinsip keadilan substansial dan prosedural dalam pemilu,” kata Efatha.

  1. Perintah Investigasi Lebih Lanjut

Selanjutnya, MK mungkin memerintahkan investigasi lebih lanjut jika terdapat indikasi kuat tetapi belum cukup bukti konkret. Keputusan ini dapat bersandar pada prinsip prudensial hukum, yang mengakui pentingnya penyelidikan menyeluruh sebelum membuat keputusan yang mengubah konstelasi politik.

“Keputusan ini akan menunjukkan pendekatan yang hati-hati dan berimbang oleh MK, mencoba memastikan bahwa semua klaim diperiksa secara adil sebelum mengambil keputusan yang mungkin memiliki dampak besar,” ujarnya.

  1. Penyelenggaraan Pemilu Ulang di Wilayah Tertentu

Penyelenggaraan pemilu ulang di beberapa wilayah juga mungkin terjadi, Efatha menilai keputusan ini akan mendukung prinsip keadilan dan kejujuran lokal tanpa mengganggu stabilitas politik nasional secara keseluruhan.

“Jika bukti menunjukkan bahwa kecurangan terlokalisir di beberapa daerah tertentu tanpa mempengaruhi hasil secara nasional, MK dapat memerintahkan pemilu ulang di wilayah yang terpengaruh memungkinkan pemungutan suara ulang jika ditemukan pelanggaran yang mempengaruhi hasil,” kata Efatha.

  1. Penolakan Seluruh Gugatan

Skenario terakhir adalah, MK bisa jadi menolak seluruh gugatan jika argumentasi hukum dan bukti yang disampaikan tidak memenuhi standar hukum yang tinggi untuk mengubah atau membatalkan hasil pemilu. Putusan ini akan berlandaskan pada prinsip bahwa gugatan harus didasarkan pada bukti konkret dan signifikan.

“Keputusan ini akan menegaskan pentingnya bukti yang kredibel dan substantif dalam setiap tuntutan hukum, menegaskan prinsip kepastian hukum dan kestabilan sistem demokrasi,” ujarnya.

Terkait kelima skenario tersebut, Efatha menegaskan penentuan putusan oleh MK akan sangat bergantung pada bukti yang dipaparkan saat persidangan.“Saya melihat setiap skenario memiliki implikasi hukum dan politik yang signifikan, dan keputusan MK akan sangat bergantung pada bukti yang disajikan serta interpretasi hukum yang mendalam,” kata dia.

Efatha juga mengatakan PHPU menghadirkan sebuah pemandangan dinamis terkait pendewasaan politik melalui prosedur yang jelas dan kepastian hukum. Dalam menentukan keputusannya, ia berharap MK dapat bertindak dengan hati-hati untuk memastikan integritas pemilu dan kepercayaan publik pada sistem demokrasi Indonesia.

“Sidang PHPU kali ini menegaskan komitmen terhadap praktik demokrasi yang sehat melalui aplikasi prinsip ‘audiatur et altera pars’ yang menuntut agar kedua pihak diberikan kesempatan untuk didengar secara adil,” katanya. (net/tpc/smr)

Pos terkait