Fintech atau Financial Technology menjadi pembicaraan paling hot di kalangan masyarakat keuangan, sekaligus masyarakat teknologi, akhir-akhir ini. Suasasana sudah jauh berbeda dengan 3 tahun lalu. Ini mengemuka dalam Forum Seri Dialog CARICARA yang didukung Dompet Dhuafa, di Jakarta, Rabu (7/2).
Di mana sebagian orang masih beranggapan fintech atau tekfin (Teknologi Finansial) masih dianggap sebagai wacana. Bahkan sebagian merasa utopia jika bakal mampu menggeser peran institusi keuangan yang selama ini sudah kokoh berdiri. Sikap ini utamanya dimiliki masyarakat finansial, dan sebagian lain para pengambil kebijakan di bidang keuangan.
Forum dialog ini merupakan kolaborasi kegiatan (join event) bulanan yang didukung Yayasan Dompet Dhuafa (DD), yang memiliki kepedulian tinggi dalam kegiatan kemanusiaan, pemberdayaan baik bidang pendididkan, kesehatan, maupun kebudayaan dan KEB Hana Bank.
Series Fintech “Tantangan Fintech untuk Memajukan UMKM Tangguh” kali ini hadir sebagai narasumber: Winardi Wijaya (Grup Head Operation PayPro), Rudy Hamdani (Head of Financial Technology Solutions – PT. GTech Digital Asia), Teguh B Ariwibowo (Founder Pinjam.co.id), Eddi Danusaputro (Direktur Utama PT Mandiri Capital), Saat Suharto Amjad (Dirut PT BMT Ventura) dan Urip Budiarto (General Manager Recources Mobilization Dompet Dhuafa).
Founder CARICARA – Advisory on Public Policy Research & Development Nasyith Majidi mengatakan, kini fintech sudah dirasakan kehadirannya. Sebagian menganggap sebagai peluang, sebagian yang lain juga menjadi ancaman. Kehadirannya saat ini seperti riak kecil, sebentar lagi menjadi gelombang, dan kemudian menjadi akan menjadi bah dalam dunia keuangan kita.
“Fintech juga bermakna sebagai “lonceng kematian” bagi lembaga keuangan mikro yang tidak mampu beroperasi secara efisien. Bukan rahasia lagi, jika saat ini Lembaga Keuangan Mikro (LKM) belum cukup mampu bersaing dalam efisiensi pengelolaan manajemennya, yang ditunjukkan dengan tingginya cost of fund yang dikenakan kepada nasabahnya. Ini berlaku baik bagi LKM konvensional maupun LKM Syariah,” ujar Nasyith dalam paparannya.
Meski demikian LKM, nilai Nasyith, karena nature of business nya sehari-hari menggeluti pasar keuangan mikro, diharapkan memiliki penguasaan pasar yang lebih baik dibanding institusi pendatang. Kemampuan mengadaptasi FINTECH dan menjadi bagian penting yang tidak bisa ditolak dalam memajukan usahanya, LKM tetap memiliki peluang untuk survive. Tanpa kemauan untuk bermetamorfosis menjadi LKM yang ramah FINTECH, kekhawatiran akan tumbangnya bisnis LKM bukan sebuah kemustahilan.
Melalui forum ini, CARICARA ingin menyerap dan membagi informasi kepada publik sebagai bagian dari memperkaya pengetahuan dengan segala aspek yang menjadi konsekuensi berkembangnya FINTECH yang begitu cepat, baik dari pelaku teknologi, penyedia platform, infrastruktur telekomunikasi, maupun pelaku UKM, agar public policy yang dibuat oleh pemerintah mempertimbangkan berbagai faktor yang terdampak, baik positif maupun negatif.
Policy Research mengenai fintech saat ini sedang dikerjakan oleh CARICARA secara independen yang diharapkan menjadi sumbangan untuk penciptaan Public Policy yang baik bagi bangsa Indonesia. Kami meyakini, semakin banyak masukan dari pelaku dan stake holder, akan menghasilkan kebijakan public yang lebih bagus bagi bangsa ini.
Dan kebijakan yang sifatnya antisiptif diperlukan karena Indonesia diperkirakan tahun 2018 ini sebagai pengguna internet terbesar ke 5 di dunia (mengalahkan Jepang), dan Indonesia menempati urutan ke 5 terbesar sebagai negara penyumbang pertumbuhan ekonomi dunia setelah China, Amerika, India, EU.
Untuk itu kebijakan yang menyangkut FINTECH di Indonesia, public memerlukan kecepatan dalam merumuskan policy, antisipatif, dan memiliki horizon ke depan yang menjangkau jauh ke depan, bukan lagi sebagaimana pembuatan kebijakan publik konvensional sebagaimana dilakukan oleh pengambil kebijakan selama ini yang cenderung tidak mampu mengantisipasi perubahan teknologi yang begitu cepat. (ita)