Diwarnai Tangisan Hingga Aksi WO RUU Omnibus Law Sah, BEM Mosi Tidak Percaya Pemerintah dan DPR

Sejumlah anggota DPR Fraksi Partai Demokrat meninggalkan ruang sidang (walk out) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu petang (4/10/2020). Foto: internet

Dengan Penetapan tingkat I Omnibus Law (RUU Cipta kerja) di badan legislatif (baleg) saat pandemic COVID-19 di tengah gejolak penolakan dari masyarakat dan mahasiswa yang dapat menyengsarakan rakyat Indonesia, hal itu akibat ketidakbecusan dan ketidakberpihakan pemerintah dan DPR terhadap nasib seluruh rakyat yang dibuktikan berbagai kebijakan menyengsarakan rakyat.

semarak.co– Maka dengan ini, atas rahmat tuhan yang maha esa Aliansi BEM Seluruh Indonesia menyatakan mosi tiddak percaya kepada pemerintah dan wakil rakyat, yaitu DPR RI.

Bacaan Lainnya

Dalam kurun 5 bulan saja Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law tentang Cipta Kerja (Ciptaker) berhasil disahkan DPR bersama dengan pemerintah. Tepat Minggu sore (4/10/2020), RUU Cipta Kerja disahkan dalam Rapat Paripurna DPR, meskipun diwarnai berbagai drama politik.

Mulai dari hujan interupsi dari Fraksi Partai Demokrat (FPD), tangisan dalam pembacaan sikap Fraksi PAN yang disampaikan Ali Taher Parasong hingga terisak-isak walau akhirnya Fraksi PAN tetap ikut sepakat mengesahkan RUU Omnibus Law. Hingga akhirnya Fraksi Demokrat melakukan aksi WO atau keluar sidang.

Perdebatan hingga aksi mematikan mikrofon dari meja pimpinan DPR yang dilakukan dengan lihai Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin saat memimpin rapat.

Dimana Azis menawarkan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membacakan pandangan akhir pemerintah, baru kemudian sikap fraksi. Padahal pandangan pemerintah itu tanda dari pengesahan DPR.

“Menko Perekonomian memberikan pandangan akhir untuk selanjutnya memberikan persetujuan terhadap Menko Perekonomian. Kami tawarkan. Pandangan fraksi-fraksi setelah pandangan dari pak Menko, bisa disepakati nggak?,” kata Azis di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020).

Anggota FPD Benny K Harman mengatakan sesuai Tata Tertib (Tatib) DPR saja. Dan Azis menjawab bahwa Tatib dibolehkan keduanya. “Tatib dibolehkan, gimana Pak Benny dari Fraksi Demokrat?,” ucap Azis.

Benny mengatakan, sesuai dengan mekanisme, UU dan sesuai konvensi yang berlaku di DPR, serta sesuai dengan apa yang disepakati. Pihaknya memohon untuk diberikan kesempatan kepada fraksi-fraksi menyampaikan pandangannya, karena ini RUU yang dianggap sangat penting dan agar publik tahu kenapa FPD menyatakan penolakanannya terhadap RUU ini.

“Setelah itu bapak Menko mewakili bapak presiden berkenan menyampaikan pandangan dan sikapnya. Kami usulkan anggota-anggota dan fraksi diberi kesempatan menyampaikan sikap,” katanya.

Azis menegaskan bahwa pandangan dari fraksi-fraksi telah disampaikan Baleg secara terperinci. Karena itu, ia menawarkan apa yang disampaikan Baleg tidak ada membantah dan sudah disampaikan pandangan fraksi-fraksi oleh Baleg. Pandangan-pandangan yang dibacakan Baleg sudah menjadi bagian masing-masing fraksi.

Saat Azis sedang menanyakan persetujuan, Benny kembali interupsi. Dia mengatakan bahwa sudah menjadi rahasia umum bahwa mayoritas menghendaki apa yang diinginkan penguasa untuk pengesahan RUU ini. Namun, dia meminta agar pihaknya menyampaikan sikap dan pandangan agar publik tahu.

“Itu sesuai dengan UU, dengan hak dewan, supaya publik tahu juga apa sih sikap penolakan kami, simpel, kasih kami kesempatan bacakan sikap kami, boleh nggak pak ketua? boleh nggak? ini kan pimpinan yang putuskan,” kata Benny.

Azis meminta Benny mematikan mikrofon terlebih dulu. Tapi Benny memaksa akan melanjutkan jika tidak diizinkan. Azis menjelaskan bahwa bicaranya memang diatur, apalagi di tengah pandemi COVID-19 yang secara mekanisme dalam Pasal 164 mengatur bahwa pandangan mini fraksi di tingkat pertama bisa menjadi bagian dari persetujuan dan penolakan dalam laporan Baleg.

Azis pun mengingatkan Benny agar tidak terlalu lelah karena bisa menurunkan imunitas. Tapi, Benny ingin sikap itu disampaikan di atas podium.

“Makannya saya menyampaikan supaya Pak Benny tidak terlalu capek karena COVID ini pak, kalau bapak terlalu capek imun turun pak, saya sampaikan kepada Pak Benny, kalau Pak Benny tetap mau gunakan hak saya persilakan untuk Fraksi Demokrat,” ujar Azis memberi Azis.

Pelaksana Harian (Plh) Ketua Fraksi PAN Saleh Daulay ikut menginterupsi. Dia menegaskan bahwa dalam rapat Bamus sudah ada diskusi serupa dan sudah disepakati. Jika ada satu fraksi saja yang membacakan pandangan mini fraksinya, maka seluruh fraksi harus membacakan pandangannya.

Untuk itu, dia mengusulkan setiap fraksi membacakan sikapnya dan dibatasi 5 menit per fraksi, sehingga hanya memakan waktu 45 menit. “Seluruh anggota menyepakati tidak perlu dibacakan, kita wajib menyampaikan sendiri-sendiri di luar forum paripurna, jangan ribut seolah itu tidak diakomodir, itu tidak diakomodir,” ujarnya.

Semua orang diberikan kesempatan untuk diakomodir, bukankah di panja semua pandangan sudah didengar, bukankah semua pandangan sudah diakomodir? Ini mohon pimpinan tegas, pak ketua ngomong COVID di mana-mana tapi pak ketua nggak tegas ini,” ujarnya.

Azis pun mempersilakan setiap fraksi menyampaikan pandangannya terkait RUU Ciptakerja di masing-masing kursi. Tetapi, karena ada gangguan mikrofon, setiap jubir fraksi dipersilakan membacakan sikap di atas podium. “Karena ada problem kami minta masing-masing fraksi maju ke depan, 5 menit aja ya,” kata Azis.

Lalu, Benny menawar untuk diberikan 10 menit, dan Azis tidak memberikan karena khawatir Ketua Fraksi PDIP Utut Adianto pulang terlalu malam. “Lima menit pak, supaya Pak Utut nggak kemalaman pulang,” ucap Azis.

Lalu, Azis mempersilakan dari Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB yang semuanya menyetujui secara bulat. Disambung Demokrat dan PKS yang secara tegas menolak. Hanya Fraksi PAN menyetujui dengan syarat.

Akhirnya, RUU Ciptaker ini berhasil disahkan. Merasa tidak puas, Benny masih menghujani meja pimpinan dengan interupsi. Dia memaksa untuk diberikan kesempatan terakhir menyatakan pandangannya sebelum disampaikan sikap akhir pemerintah oleh Menko Perekonomian.

Hingga Azis pun mengancam mengeluarkan Benny dari ruang paripurna. “Pak Benny, saya minta nanti Anda bisa dikeluarkan dari ruang paripurna kalau Anda tidak mengikuti aturan mekanisme,” kata politikus Golkar itu.

Benny bersikukuh diberi waktu sebelum pemerintah walau hanya 1 menit, tapi Azis tetap mepersilakan Menko Perekonomian untuk maju membacakan pandangan akhir pemerintah. “Silakan pada pemerintah menyampaikan pandangan, nanti setelah pemerintah,” kata Azis.

Lalu, Benny menegaskan bahwa jika pihaknya tidak diberkikan kesempatan, maka FPD menyatakan walk out dan tidak bertanggung jawab atas RUU Ciptaker. “Kalau demikian, maka kami Fraski Demokrat menyatakan walk out dan tidak bertanggung jawab atas..,” mikrofon Benny pun dimatikan.

Sekitar 5 anggota Fraksi Partai Demokrat yang hadir secara fisik berjalan keluar ruang rapat paripurna DPR. Dan Azis melanjutkan dengan mempersilakan Menko Perekonomian membacakan pandangan akhir pemerintah.

Usai sah RUU Omnibus Law, warganet pun seperti menjadi pasukan khusus yang ramai-ramai menyerang pemerintah dan DPR lewat media sosial. Kalau ada yang pro jumlahnya kalah sehingga langsung menghilang. Utamanya di media social Whatsapp (WA) Group yang menjadi link berita pesan berantai dengan membubuhi komentar.

Seperti ini, “Lagi-lagi semangat reformasi dicederai, di tengah wabah Corona, Hari ini, Senin 5 Oktober 2020, DPR yang katanya mewakil rakyat terus menggalakkan lanjutan RUU Omnibus Law, dengan rencana pengesahaan RUU Ciptaker pada 8 Oktober 2020 ini.”

Lalu komen itu ditanggapi anggota WA Group lain, dimana hal ini dapat mengorbankan banyak hal bahkan tidak sama sekali mengakomodir kepentingan rakyat, terlebih buruh, lantas Omnibus Law untuk siapa?

Di WA Group lain menyebut, Tragedi Tengah Malam Kembali Terjadi. DPR dan Pemerintah mengkhianati rakyat dengan menyepakati RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU tengah malam. Sama seperti KPU memutus hasil Pemilu Bermasalah.

Point point UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang menyengsarakan dan membunuh rakyat sendiri:

  1. Uang pesangon dihilangkan
  2. UMP, UMK, UMSP dihapus.
  3. Upah buruh dihitung per jam
  4. Semua hak cuti (cuti sakit, cuti kawinan, khitanan atau cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan hilang dan tidak ada kompensasi.
  1. Outsourcing diganti dengan kontrak seumur hidup
  2. Tidak akan ada status karyawan tetap.
  3. Perusahaan bisa memPHK kapanpun secara sepihak.
  4. Jaminan sosial, dan kesejahteraan lainnya hilang.
  5. Semua karyawan berstatus tenaga kerja harian.
  6. Tenaga kasir asing bebas masuk
  7. Buruh dilarang protes, ancamannya PHK.
  8. Libur Hari Raya hanya pada tanggal merah, tidak ada penambahan cuti.
  9. Istirahat di Hari Jumat cukup 1 jam termasuk Sholat Jumat.

Jadi pengesahan RUU Omnibus Law mengulang penetapan hasil rekapitulasi hasil Pilpres 2019 oleh KPU yang dilakukan tengah malam. Termasuk bertepan hari libur kerja. Untuk itulah, Aliansi BEM Seluruh Indonesia menerbitkan surat dengan kop resmi berisi mosi tidak percaya pada pemerintah dan DPR.

“Maka dari itu, kami Aliansi BEM Se- Indonesia menyatakan Mosi Tidak Percaya Kepada Pemerintah dan Seluruh Wakil Rakyat Indonesia,” demikian awal isi surat sebelum poin-poin tuntutan yang disampaikan dan beredar luas tidak saja di kalangan media, tapi juga media social yang kemudian menjadi pesan berantai.

Selengkapnya,  klik tautan berikut: http://bit.ly/MosiTidakPercayaBEMSI

  1. Pemerintah dan Wakil Rakyat Indonesia telah gagal dalam mengelola negara sesuai dengan amanat amandemen Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea ke empat, dibuktikan dengan tingginya tingkat kesenjangan sosial diantara masyarakat, tidak diutamakannya pendidikan, dan lemahnya sektor kesehatan.
  2. Pemerintah dan Wakil Rakyat Indonesia telah menindas hak-hak rakyat dalam bersuara sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 28E ayat 3, dibuktikan dengan masih begitu banyaknya kriminalisasi terhadap aktivis dan masyarakat dalam bersuara.
  3. Pemerintah dan Wakil Rakyat Indonesia telah gagal menjaga hak-hak hidup rakyat dan lingkungan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H Ayat 1 UUD 1945 yang dibuktikan dengan disahkannya berbagai RUU bermasalah dan dilanjutkannya pembahasan RUU Cipta Kerja yang merampas Hak hidup rakyat dan Lingkungan sebagaimana disebutkan dalam poin-poin pernyataan tersebut dan demi menjunjung tinggi prinsip-prinsip dan nilai luhur bangsa Indonesia, serta menjaga kedaulatan atas rakyat Indonesia sehingga dapat dicapainya kehidupan berbangsa dan bernegara yang sempurna dan utuh.

Maka dalam kesempatan ini, kami Aliansi BEM Se-Indonesia

menyatakan:

Mosi Tidak Percaya kepada Pemerintah dan Seluruh Wakil Rakyat Indonesia.

Bengkulu, 04 Oktober 2020

Aliansi BEM Seluruh Indonesia

 

sumber: sindonews.com di WA Group Jurnalis Kemenag/WA Group WA Group Alumni 86 SMP SBK MEDAN

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *