Disesalkan Nama Liem Sioe Liong Masuk dalam Pemugaran Vihara Dharma Bhakti

Sketsa Vihara Dharma Bhakti Glodok. foto: dokpri Bambang Sungkono

Mantan Ketua Umum Generasi Muda Buddhis Indonesia (Gemabudhi) Lieus Sungkharisma menyesalkan panitia pemugaran/renovasi Vihara Dharma Bhakti di kawasan Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat yang memasukkan nama almarhum Liem Sioe Liong atau Sudono Salim di Dewan Kehormatan pemugaran.

semarak.co– “Padahal masih banyak tokoh agama Buddha yang masih hidup dan pantas duduk di kepanitian pemugaran Vihara tertua di Jakarta itu,” ujar Lieus pada wartawan, Sabtu (25/7/2020).

Bacaan Lainnya

Pasca mengalami musibah kebakaran pada 2 Maret 2015, lanjut Lieus, sejumlah pihak kemudian mengupayakan pemugaran Vihara Dharma Bhakti bahkan menyokong sepenuhnya upaya pemugaran itu.

Susunan personalia di kepanitian pemugaran Vihara itulah yang kemudian disesalkan Lieus. Pasalnya ada sejumlah tokoh penting agama Buddha yang justru tidak dilibatkan.

“Sebut saja Ibu Hartati Murdaya. Beliau itu Ketua Umum Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi), organisasi umat Buddha terbesar di Indonesia. Tapi kok malah tidak dilibatkan. Malah Liem Sieo Liong yang sudah meninggal dunia duduk sebagai Dewan Kehormatan,” ujar Lieus.

Selain Liem Sioe Liong di Dewan Kehormatan, sejumlah nama juga duduk di Dewan Pembina Panitia Pemugaran Vihara tersebut. Di antaranya Sugianto Kusuma, Prayogo Pangestu, Anthoni Salim, Yusuf Hamka, dan Tomy Winata.

“Kalau Yusuf Hamka yang muslim saja dilibatkan dalam kepanitian, masak sih Hartati Murdaya yang notabene adalah Buddha bahkan Ketua Umum Walubi ditinggalkan? Supaya diketahui saja, Sugianto Kusuma itu adalah perwakilan Buddha Tzu Chi dan Parmabudhi, salah satu organisasi Buddha yang baru dibentuk di Indonesia dan menjadi saingan Walubi,” ujar Lieus.

Lieus mengaku prihatin dan sangat menyesalkan adanya tokoh-tokoh Buddha yang tidak dilibatkan dalam kepanitian pemugaran Vihara tersebut. “Apakah ini karena lobi-lobi khusus atau ada kepentingan lain, saya tidak tau. Tapi faktanya Ketua Umum Walubi, sebagai organisasi Buddha terbesar di Indonesia, tidak dilibatkan,” ujarnya.

Lieus berharap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) hendaknya bersikap lebih arif dalam menyikapi pentingnya persatuan umat Buddha terkait upaya pemugaran Vihara Dharma Bhakti ini.

“Pemerintah jangan malah jadi pemecah belah persatuan umat Buddha yang minoritas ini. Dalam hal pemugaran Vihara tersebut, Kementerian Agama RI hendaknya tidak pilih kasih dengan mengakomodir satu pihak saja dan mengabaikan pihak lainnya,” tegas Lieus.

Vihara Dharma Bhakti adalah salah satu vihara kebanggaan umast Buddha yang usianya sudah sekitar 4,5 abad dan sudah masuk dalam bangunan cagar budaya. “Klenteng atau Vihara ini adalah milik seluruh umat Buddha. Seharusnya dalam pemugarannya pasca musibah kebakaran tahun 2015 lalu, semua elemen umat Buddha dilibatkan,” katanya.

Seperti diketahui, Vihara Dharma Bhakti memang Klenteng tertua di Jakarta. Pendirian rumah ibadah ini umat Buddha ini sudah dilakukan sejak 1650 dengan nama Klenteng Kwan Im Teng. Seorang letnan Tionghoa bernama Kwee Hoen merupakan sosok yang tidak lepas turut berjasa dalam pembangunannya.

Last night di Restorant klasik Tugu Kunstkring Paleis sambil menikmati malam & red wine Chateau Haut Piquat Luccas Saint Emilion, aktivis Lieus Sungkharisma cerita seputar polemik renovasi Vihara Dharma Bakti di Glodok.

Ada pihak grassroot kasak-kusuk. Mempertanyakan struktur kepanitiaan renovasi yang terdiri dari para konglomerat. Nggak berani terbuka protes. Istilah konglomerat sepadan dengan billionaire kependekan dari fenomena inequality, tax cuts dan special interests.

Menurut Lieus Sungkharisma, beberapa biksu berpendapat penempatan almarhum Sudono Salim alias Liem Sioe Liong sebagai Dewan Kehormatan Panitia Renovasi bersifat tidak lazim. Penyusun struktur kepanitiaan punya tendensi menjilat Salim family.

Play Unmute Loaded: 2.26% Fullscreen Skip Ad Desas-desusnya penyusun itu Bos Pulau Intan, Apuy, dan Mr Apao, orang kuat dari Tanah Abang sekaligus sahabat kental Haji Lulung. Lieus Sungkharisma bersikeras figur kontroversial Ketua Walubi, Hartati Murdaya, disertakan. Jasanya besar bagi umat Buddhist.

Nggak pantas dikucilkan pascakeluar penjara korupsi 3 miliar. Vihara Dharma Bhakti (金德院) atau Kim Tek Ie (Hokkien dialect) or Jin de yuan adalah the oldest Chinese temple in Jakarta. Dibangun tahun 1650. Full of history.

Masuk kategori Cagar Budaya. Banyak kelompok berkepentingan menjaga eksistensi klenteng yang dibangun atas perintah Luitenant der Chinezen Kwee Hoen. Banyak kelompok artinya rentan konflik. Ribut sendiri antarpengurus. One day, Kelompok Edi Sadeli pernah menguasai Jin de yuan. Berkontradiksi dengan Grup Hindarto.

Edi Sadeli & Tanadi berkolaborasi menghantam Hindarto. Lieus Sungkharisma pernah mengatakan kepada Haji Jusuf Hamka, solusi friksi ada di tangan Tommy Winata. Seandainya Bos Artha Graha ini mau turun tangan. Entah bagaimana cerita selanjutnya.

Tanadi takut kepada Bambang Akuet. Maka digunakanlah boneka Bambang Akuet menyingkirkan Chairman Tanadi. Bambang Akuet jadi Ketua Pengurus Jin de yuan. Pamornya naik. Everybody in Glodok ngeri melihatnya. Karena desas-desus mengatakan Bambang Akuet orangnya Tommy Winata.

Bambang Akuet bagaikan bocah yang menunggangi harimau. Orang-orang pada takut. Bukan kepada si bocah. Tapi harimau yang dia tumpangin. Kekuasaan Bambang Akuet seumur jagung. Dia dilikuidasi permanen. Shirley Wijaya menggantikan posisi ketua. Haji Jusuf Hamka ada di Dewan Penasihat sebagai owner nggak resmi Jin de yuan temple.

Dua faktor: status Cagar Budaya & friksi internal yang dahsyat mengharuskan satu figur kuat. Setiap bata klenteng adalah sumbangan orang-orang Tionghoa di masa sulit. Nilai historisnya tak ternilai.

Bukan Hartati Murdaya. Tapi mestinya Gubernur Anies Baswedan diposisikan sebagai Dewan Kehormatan panitia renovasi. Jasa Alm Liem Sioe Liong semasa hidup besar sekali. Dia sumbang banyak vihara di seluruh Indonesia.

Jadi proyek renovasi dilakukan “In memoriam of Liem Sioe Liong”. Jakarta punya problem disintegrasi rasial. Meme radikal beredar dengan caption “Umat Islam dilarang tamasya ke candi”. Haji Jusuf Hamka malah ikut-ikutan renovasi klenteng. Partisipasinya bisa trigger dislike. Tidak menguntungkan bagi dirinya.

Gubernur Anies Baswedan sebagai Kepala Daerah harus memastikan Renovasi Cagar Budaya tidak merusak konstruksi asli. Katanya para konglomerat ini mendukung program Anies Baswedan menyatukan semua kelompok. Syahdan, nggak kelihatan dalam praxis. Hanya lips service.

Vihara yang dikenal juga dengan nama Vihara Dharma Bhakti sedang mendapat perhatian luas umat Buddha khususnya juga masyarakat Tionghoa dan umum akhir-akhir ini. Pasalnyaa sudah dua tahun lebih pasca kebakaran hampir tidak diketahui kapan akan dilakukan restorasi atau pembangunan kembali seperti sediakala.

Adalah hasil sebuah rapat pertemuan pada tengah tahun 2019 lalu, yang diinisiasi oleh pengusaha sukses Tionghoa, Tommy Winata, yang akhirnya melahirkan kepengurusan baru dengan tugas utama memverifikasi dan membenahi sebaik mungkin sebelum restorasi dan pembangunan kembali dimulai.

Selain sebagai tempat ibadah tradisi masyarakat Tionghoa umumnya, Vihara Cing De Yuen juga merupakan asset situs bersejarah yang dilindungi oleh UU Cagar Budaya.

Oleh karena itu kepekaan pengurus yang telah membentuk suatu tim yang disebut Panitia Pemugaran & Pembangunan Wihara Dharma Bakti (Kim Tek Ie) sangat patut memperhatikan segala aspek yang terkait dengan pelestarian situs budaya sekaligus keagamaan Buddha itu sendiri.

Oleh karena itu keterbukaan pemugaran dan pembangunan ini adalah sangat penting dengan keterlibatan pihak-pihak terkait khususnya pemprov DKI Jakarta sebagai penjaga berbagai peninggalan situs bersejarah.

Restorasi atau pemugaran bukanlah bermakna penghancuran bangunan secara total dan menbangun baru dari awal. Mengenai hal ini, mantan ketua pengurus tahun lalu, Bambang Sungkono yang mewanti-wanti mengingatkan agar jangan sampai salah langkah sebagaimana yang dialami Gedung Candra Naya.

Bila dilihat dari susunan panitia yang telah beredar itu memuat sejumlah nama pengusaha Tionghoa papan atas, maka jangan sampai berkonotasi negatif simbol gagah-gahan belaka. Apalagi bila ada yang merasa memiliki ormas tertentu.

Penempatan almarhum Liem Sioe Liong sebagai Dewan Kehormatan dari kacamata etika spiritual pun menjadi tanda tanya. Bagaimana caranya mengundang beliau bila ada sesuatu acara, misalnya.

Jadi sebaiknya Panitia tidak cukup hanya menampilkan kesan keren tapi tidak cukup memadai untuk memahami tujuan restorasi itu sekaligus kaitannya terhadap etika kehormatan besar yang harus ditempatkan dimata para Dewa khususnya Dewa Utama, yaitu Kwan Im Pho Sat.

Jangan sampai memperlakukan restorasi dan pembangunan Cing De Yuen setara dengan cara membangun pusat perbelanjaan. Justru selera kemewahan belaka harus dijauhi dalam pemugaran dan pembangunan Vihara Cing De Yuen ini…

 

sumber: rmol.id/repelita.com kiriman tokoh Tionghoa di Hayam Wuruk, Selasa (28/7/2020)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *