Utang Indonesia ke luar negeri sudah nyaris Rp6 ribu triliun. Defisit anggaran juga tembus Rp682 triliun. Namun defisit dan utang yang membengkak pada APBN adalah ongkos untuk memulihkan ekonomi Indonesia.
semarak.co-Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bahkan mengklaim ongkos besar itu yang dikeluarkan sudah mulai menunjukkan hasil. Menkeu juga mengklaim kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal III-2020 (Juli – Agustus – September) sudah membaik dibandingkan Kuartal II-2020.
“Ekonomi Kuartal III membaik. Namun ada ongkosnya, yaitu defisit menjadi melebar. Defisit kita memang naik banget. Dari desain 1,7 persen PDB atau Rp 120-130 triliun menjadi Rp 1.000 triliun. Dan pelebaran defisit ini kami harus mengeluarkan surat utang di dalam negeri dan luar negeri,” ujar dia dalam sebuah acara webinar di Jakarta, Rabu (4/11/2020).
Ongkos yang dimaksud, yakni utang dan defisit anggaran dibayarkan melalui berbagai sumber dana, salah satunya Bank Indonesia (BI) yang mana BI membantu pemerintah dengan skema berbagi beban alias burden sharing.
BI yang sebelumnya hanya bisa membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang dilepas asing di pasar sekunder, kini bisa membeli surat utang langsung di pasar perdana. “Kami dengan BI sama-sama melakukan gotong royong tanpa mengganggu atau mengancam independensinya BI sebagai otoritas moneter,” imbuh Sri.
Selain itu, menurut Sri beban ongkos itu, juga ditanggung BI dalam bentuk kebijakan moneter dan makroprudensial. Bentuknya berupa penurunan tingkat suku bunga acuan, pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM), hingga menambah jumlah uang beredar.
Terkait banyaknya kritikan soal kebijakan utang ugal-ugalan yang dilakukannya, Sri mengaku tidak mempersoalkannya. Ia beralasan kalau semua utang-utang itu untuk menyelamatkan negara Indonesia.
“Ada saja orang yang terus nyinyir ke saya itu utang-utang. Ya gak apa-apa. Wong itu utang untuk selamatkan jiwa seluruh Republik Indonesia,” kilah Sri.
Ia juga beralasan, selama pandemi ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia melorot hampir 10 persen dari situasi sebelumnya. “Dari yang biasanya tumbuh 5 persen. Kuartal I/2020 sudah turun di 2,97 persen, lalu Kuartal II negatif 5,3 persen. Berarti ini sudah 10 persen jatuh,” katanya.
Untuk itu pemerintah, kata Sri mengalokasikan APBN untuk memberikan bansos (bantuan social) demi mendongkrak konsumsi masyarakat yang pendapatnya menghilang. Belum lagi penerimaan negara juga anjlok lantaran anjloknya pemasukan dari pajak.
“Perusahaannya yang tadinya kapasitas 100 persen menjadi 25 persen, kami juga masih memberi insentif supaya mereka gak mati, karena kami ingin selamatkan ekonomi,” pungkasnya.
Untuk diketahui, tahun ini pemerintah memutuskan melebarkan defisit APBN menjadi 6,34 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp 1.039,2 triliun.
Akibatnya pemerintah melakukan pembiayaan utang tahun ini sebesar Rp 1.220,5 triliun. Sedangkan hingga akhir September 2020, utang pemerintah tercatat sebesar Rp 5.756,87 triliun, atau naik Rp 161,94 triliun dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp5.594,93 triliun, dengan rasio 36,41 persen terhadap PDB.
Dalam rangka memperkuat ekonomi, seperti dilansir cnbcindonesia.com, pemerintah meyakini masih ada Pekerjaan Rumah (PR) yang harus diselesaikan, yakni reformasi struktural. Reformasi itu pun saat ini perlahan mulai terealisasi melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Pemerintah juga menekankan, semua kebijakan bertujuan mendorong perekonomian bukan hanya berpihak kepada pencari cuan atau kaum kapitalis saja, tapi seluruh rakyat Indonesia.
Sri Mulyani mengatakan, mengelola ekonomi tidak mungkin hanya bergantung dari kebijakan ekonomi makro fiskal, dan moneter saja. Tapi pada akhirnya sektor riil atau pelaku usaha merupakan pondasi struktural ekonomi Indonesia saat ini.
Sektor riil harus terus diperbaiki, kata Sri Mulyani, karena Indonesia memiliki demografi yang besar, penduduknya usia muda yang besar. Jumlah angkatan pencari kerja yang baru pun setiap tahun ada kurang lebih 2,9 juta jiwa, ditambah dengan para pencari kerja akibat dampak Covid-19.
“Kita harus mampu memfokuskan bagaimana menciptakan kesempatan kerja yang baik. Maka lingkungan untuk berusaha harus baik,” ujar Menkeu dalam webinar Simposium Nasional Keuangan Negara (SNKN) 2020 secara virtual, Rabu (4/10/2020).
Ini, kata dia, bukan kita berpihak pada kapitalis dan tidak berpihak pada rakyat. Sama-sama, karena sama-sama kebutuhannya. Di saat yang bersamaan juga, kata dia, UU Cipta Kerja berperan.
Agar menciptakan lingkungan usaha dan rakyat bisa berusaha dengan mudah, murah, dan pasti, dan tidak dihadapi dengan berbagai rumitnya kebijakan dan regulasi yang sebelumnya selalu menjadi momok bagi Indonesia. “Kita coba bicara dengan ekonom Indonesia, semua mengatakan ICOR kita tinggi,” imbuhnya.
Ease of doing business (EoDB) kita rumit, kalau kita bicara tentang kesempatan usaha di Indonesia sangat kecil dan limited. “Semua ekonom punya analisa hampir semua sama, saya yakin,” kata Sri Mulyani.
Jadi sekarang, kata dia, kita ingin mengusahakan perbaikan lingkungan usaha melalui omnibus law cipta kerja adalah dalam rangka menjawab apa yang sudah dianalisa, diagnosa, dan dibahas bertahun-tahun mengenai ekonomi Indonesia ini.
Pada akhirnya, kata Sri Mulyani, reformasi struktural itu termasuk UU Cipta Kerja yang merupakan salah satu tool kebijakan, sama halnya dengan APBN, kebijakan moneter, dan sebagainya, agar ekonomi Indonesia semakin kuat.
“Pada akhirnya ekonomi indonesia bisa mampu tak hanya bangkit karena Covid-19 tapi membangun fondasi ekonomi lebih kuat. Ini kerja semuanya kerja bersama dari seluruh pemangku kepentingan,” tuturnya. (net/smr)
sumber: cnbcindonesia.com di WA Group Anies For Presiden 2024/indopos.co.id