Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly akhirnya menyampaikan permohonan maaf atas pidato yang dibacakan pada acara Resolusi Pemasyarakatan 2020 di Lapas Narkotika Kelas IIA Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (16/1/2020). Ini yang dinilai telah menyinggung warga Tanjung Priok, Jakarta utara.
semarak.co -Dalam pidatonya itu, Yasonna menyampaikan kemiskinan adalah sumber tindakan kriminal, dan memberi contoh bahwa anak yang lahir dari kawasan Tanjung Priok yang terkenal keras dan Menteng yang terkenal sebagai kawasan elite, akan tumbuh besar dengan cara berbeda.
“Bahwa kemudian ternyata itu berkembang dengan penafsiran yang berbeda di media massa dan publik luas, sehingga saudaraku merasa tersinggung, maka saya menyampaikan permohonan maaf,” ujar Yasonna di kantornya Kementerian Hukum dan HAM, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (21/1/2020).
Yasonna menjelaskan dirinya sama sekali tidak bermaksud untuk menyinggung perasaan warga Tanjung Priok. Dalam pidatonya itu, dia mengaku hanya ingin menjelaskan secara ilmiah bahwa kejahatan merupakan produk sosial dan meminta kepada masyarakat agar turut serta memperbaiki kondisi-kondisi sosial yang menjadi pemicu timbulnya kejahatan.
Terkait adanya penyebutan wilayah Tanjung Priok, Yasonna mengaku tidak ada maksud sedikit pun untuk menyinggung warga masyarakat di sana. Dia pun menyayangkan adanya pihak-pihak yang memelintir pernyataannya sehingga menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat.
“Saya merasa ada hal-hal yang dipelintir sehingga ada kerancuan informasi yang sampai kepada publik sehingga menimbulkan perbedaan pendapat. Ada orang-orang tertentu yang tidak memahami secara utuh, tidak melihat utuh,” ujar Yasonna dalam acara jumpa pers itu.
Dalam kesempatan itu, Yasonna juga menyampaikan terima kasih kepada warga Tanjung Priok yang telah mengingatkan dirinya. Dia berharap adanya permintaan maaf ini dapat kembali menyatukan hati sebagai sesama anak bangsa.”Mudah-mudahan saya akan mencari waktu yang pas untuk bersilaturahim dengan saudara-saudaraku di Tanjung Priok,” ucap Yasonna, politisi PDIP.
Sebelumnya, Massa Aksi #221 Priok Bersatu di depan Kantor Kemenkumham di Jalan Rasunan Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (21/1/2020), mendesak Yasonna meminta maaf kepada warga Tanjung Priok dalam waktu 2×24 jam.
“Kami warga Tanjung Priok tetap akan mendesak bapak menteri meminta maaf 2×24 jam, kalau, misalnya, tidak minta maaf ya kami akan eskalasikan lagi aksi kami yang lebih besar lagi,” kata Kenal Abu Bakar selalu koordinator aksi warga Tanjung Priok.
Massa Aksi Damai #221 Priok Bersatu membubarkan diri secara tertib dan damai setelah menyampaikan orasi pukul 14.26 WIB lebih cepat dari batas waktu yang diberikan aparat Kepolisian untuk menyampaikan aspirasinya sampai jam 15.00 WIB.
Mereka membubarkan diri menggunakan sepeda motor, dua unit bus metro mini dan dua mobil komando. Saat membubarkan diri, massa yang menggunakan sepeda motor menyampaikan ucapan terima kasih dan saling bersalaman dengan anggota Kepolisian yang mengawal aksi damai itu.
Kemal Abu Bakar selaku koordinator aksi menyatakan bahwa kedatangan mereka ke Kemenkumham untuk melakukan aksi damai. Aksi damai ini, lanjut dia, dilakukan warga yang tersinggung karena pernyataan Yasonna yang mengatakan kemiskinan adalah sumber kriminal.
Dia membandingkan wilayah Tanjung Priok dengan Menteng yang merupakan kawasan elit. “Penyataan pak menteri jelas sangat menyakitkan. Kalau misalnya secara keilmuan mau beliau bedakan tidak usaha menyebut wilayah. Kita di Priok ini keras. Karena kita lahir dari suku-suku bangsa. Priok itu dari sejarahnya dulu memang sumber makannya orang-orang dari segala provinsi,” kata Kemal.
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Bastoni Purnama mengapresiasi massa yang telah membubarkan diri secara tertib dan aksi berjalan damai. “Alhamdulillah massa aksi berjalan tertib dan damai. Massa juga telah membubarkan diri sebelum batas waktu yang diberikan,” kata Bastoni.
Sebelum aksi massa dimulai pihaknya telah melakukan koordinasi dengan para koordinator lapangan (korlap) agar menyampaikan aspirasi secara tertib, mencegah adanya penyusup dan mencegah tindakan kriminal lainnya.
Massa aksi yang datang estimasi sekitar 1.000 orang, dikawal 400 personel gabungan Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Selatan dan Polsek Setiabudi. Menurut Bastoni, aksi berjalan damai berkat komunikasi intens antara pihaknya dengan para korlap aksi.
Selain itu polisi juga memfasilitasi perwakilan massa untuk melakukan audiensi dengan pihak Kemenkumham. “Sesuai dengan komitmen mereka, mereka bilang ini aksi damai, mereka sudah sampaikan orasi dan beraudiensi dengan Humas Kemenkumham,” kata Bastoni.
Bola panas stigmatisasi Tanjung Priok sebagai slum area (daerah kumuh) tempat tumbuh kembangnya kriminal oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly terus bergulir dan dikritik banyak pihak.
Kali ini anggota Komisi Hukum DPR RI dari Fraksi Demokrat Santoso menyebut Yasonna sebagai pejabat tinggi negara yang seharusnya turut bertanggungjawab memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, budaya, justru sebaliknya memperkeruh kondisi sosial masyarakat dengan pernyataan kontra produktif.
Politisi Demokrat yang berasal dari daerah pemilihan (dapil) Jakarta Utara ini dengan tegas mempertanyakan kenegarawanan Yasonna Laoly yang seharusnya mempetimbangkan kondisi sosial masyarakat dari setiap ucapan yang terlontar dari mulutnya.
Karenanya Santoso meminta Yasonna menarik kembali ucapannya seputar Priok sebagai daerah miskin yang melahirkan premanisme dan kriminal yang menimbulkan polemik dan menyulut kemarahan warga Priok. “Bapak Yasonna harus tarik kembali ucapannya agar polemik ini tidak semakin panas,” tandas Santoso, Rabu (22/1/2020).
Santoso lebih jauh menyinggung latar belakang Yasonna sebagai profesor kriminologi bukan menjadi dalil pembenar melontarkan sebuah pernyataan yang memiliki risiko menciptakan gesekan di masyarakat, terlebih Yasonna adalah pembantu kepala negara yang notabene melayani untuk kepentingan bangsa dan negara.
“Baju menteri yang melekat di badan Pak Yasonna tidak bisa dilepas dengan mengatakan beliau seorang profesor kriminologi. Bukankah seorang menteri seharusnya mengayomi msyarakat, menciptakan keteduhan, bukan sebaliknya menciptakan kegaduhan,” tandas Santoso, mantan anggota DPRD DKI Jakarta 2014-2109.
Yasonna menurut Santoso seharusnya mempertimbangkan sejarah sosial yang hidup di masyarakat Priok sebelum memberi penilaian, apalagi melabeli dengan daerah miskin dan kriminal.
Sejarah membuktikan bagaimana masyarakat Priok berani menentang rezim Orde Baru yang kemudian dikenal dengan Peristiwa Tanjung Priok. “Artinya warga priok tidak pernah takut menentang kedzoliman, sekalipun itu harus berhadapan dengan penguasa,” katanya.
“Apa susahnya meminta maaf dan mengakui kekhilafan. Pengakuan maaf toh tidak akan menurunkan derajat Pak Yasonna sebagai seorang menteri maupun profesor,” tutup Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta. (net/lin)