Dialog dan Peran seluruh Elemen Masyarakat, Dinilai Menteri PPPA Kunci Rampungkan RUU TPKS

Tangkapan layar aplikasi video conference Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam kegiatan rutin diselenggarakan Kementerian PPPA membahas isu-isu terkini seputar perempuan dan anak Media Talk yang kali ini mengangkat tema Tok! RUU TPKS Sepakat Diteruskan ke Sidang Paripurna DPR RI melalui link zoom di Jakarta, Jumat (8/4/2022). Foto: humas PPPA

Usai 10 hari dalam pembahasan pemerintah bersama DPR RI sejak Maret, angin segar bagi hadirnya sebuah Undang-Undang yang memberikan perlindungan komprehensif terhadap korban kekerasan seksual semakin kuat.

semarak.co-Tepat pada Rabu, 6 April 2022 Badan Legislasi DPR RI dan pemerintah pada Rapat Pembicaraan Tingkat Pertama telah menyepakati RUU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) dilanjutkan pada Pembicaraan Tingkat II pada Sidang Paripurna DPR RI untuk dapat disahkan menjadi Undang-Undang.

Bacaan Lainnya

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menuturkan, perjalanan proses penyusunan RUU TPKS ini tidak ditempuh dalam waktu yang singkat. Pasang surut proses pembahasan RUU TPKS yang semula dinamakan RUU PKS telah berlangsung selama 6 tahun.

“Selama 6 tahun ini menjadi masa pembelajaran penting,” ujar Menteri Bintang dalam kegiatan rutin yang diselenggarakan Kementerian PPPA untuk membahas isu-isu terkini seputar perempuan dan anak Media Talk yang kali ini mengangkat tema Tok! RUU TPKS Sepakat Diteruskan ke Sidang Paripurna DPR RI di Jakarta, Jumat (8/4/2022).

Menteri Bintang menjelaskan, “Perjalanan ini membawa kami menemukan sebuah hal mendasar yaitu betapa krusial dan berharganya sebuah dialog. Dialog berperan besar dalam mengurai sekat-sekat dan membuat simpul-simpul titik temu.”

Tantangan serta hambatan yang ditemui di tahun-tahun sebelumnya oleh Kementerian PPPA sebagai leading sector dari tim pemerintah, justru dijadikan pemecut dalam merampungkan RUU TPKS. Memperkuat kerja sama dengan kementrian lain yang menjadi anggota tim pemerintah.

Juga belajar memahami pengalaman para pendamping korban, organisasi keagamaan, mahasiswa dan kaum muda serta organisasi pekerja, hingga memahami pandangan pihak-pihak yang menyatakan kontra terhadap RUU tersebut.

“DIM RUU TPKS dibahas dengan hati-hati, sehingga terjadi perpaduan pandangan. Silang pendapat berubah menjadi tukar pikiran, yang semakin kental dengan Nuansa Musyawarah mencapai mufakat,” imbuh Menteri PPPA Bintang dirilis humas PPPA melalui pesan elektronik redaksi semarak.co, Jumat petang (8/4/2022).

Prioritas utama Undang-Undang ini, terang Menteri Bintang, adalah kehadiran Negara untuk melindungi Korban. “Inilah yang menjahit berbagai kepentingan dan semangat berjuang baik Pemerintah, Masyarakat Sipil, dan DPR, memperjuangkan Undang-Undang ini. Kami akan terus membawa semangat itu,” paparnya.

Disampaikan Menteri Bintang terdapat XII BAB dan 81 Pasal dari DIM RUU TPKS yang sebelumnya diajukan oleh pemerintah, dan dalam Pembicaraan Tingkat I dengan DPR RI telah disetujui RUU TPKS meliputi XII BAB, 93 Pasal.

Dimana RUU TPKS memuat pengaturan umum mengenai pengertian TPKS, Korporasi, Korban, Anak, Saksi, Keluarga, Penyandang Disabilitas, Pelayanan Terpadu, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Pendamping, Pencegahan, Penanganan, Pelindungan, Pemulihan, Rehabilitasi, Restitusi, Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Menteri.

“Undang-Undang TPKS ini bertujuan untuk mencegah segala bentuk kekerasan seksual; menangani, melindungi, dan memulihkan Korban; melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku; mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual; dan menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual,” ujarnya.

Menteri Bintang menggambarkan secara umum dalam RUU TPKS terdapat pengaturan 9 (sembilan) jenis TPKS yakni pelecehan seksual nonfisik; pelecehan seksual fisik; pemaksaan kontrasepsi; pemaksaan sterilisasi; pemaksaan perkawinan; penyiksaan seksual; eksploitasi seksual; perbudakan seksual; dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Serta TPKS lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan pasal bridging dengan KUHP dan Undang-Undang lainnya. Perkara TPKS tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku Anak sesuai dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.

“RUU TPKS juga melakukan pembaruan hukum acara sebelum, selama dan setelah proses hukum. Terobosan di dalam RUU ini juga terlihat pada pengaturan pelayanan terpadu terhadap korban yang dilakukan secara komprehensif oleh Pemerintah, penegak hukum dan layanan berbasis masyarakat,” ungkapnya.

Pengaturan ini salah satunya, sambung dia, diharapkan memberikan implikasi positif terhadap percepatan penanganan dan menghapuskan reviktimisasi pada korban,” tambah Menteri Bintang.  Dalam RUU TPKS, Negara hadir memenuhi hak korban atas dana Pemulihan termasuk layanan kesehatan saat korban mendapat perawatan medis.

“Dana Penanganan Korban sebelum, selama dan setelah proses hukum, termasuk pembayaran kompensasi untuk mencukupi sejumlah Restitusi ketika harta kekayaan pelaku yang disita tidak cukup,” rinci Menteri Bintang.

Tidak hanya itu, RUU TPKS juga menjamin pemberian upaya pencegahan dan penanganan di wilayah-wilayah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal), daerah konflik, daerah bencana dan di semua tempat yang berpotensi terjadinya TPKS.

Pengaturan tentang partisipasi masyarakat dalam Pencegahan, kata dia lagi, Pendampingan, Pemulihan, dan pemantauan terhadap TPKS, serta partisipasi keluarga dalam Pencegahan TPKS juga diatur dalam RUU TPKS.

“RUU TPKS merupakan wujud nyata kehadiran negara untuk melindungi warga negara dari kekerasan seksual. Ini adalah penantian korban, penantian kita semua. Jadi kepentingan korbanlah yang akan kami pastikan terdepan dalam pelaksanaan Undang-Undang ini. Untuk itu kami membutuhkan kerjasama dan dukungan dari semua pihak,” tutupnya.  (smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *