Di Era New Normal, Sejatinya Penulisan Jurnalistik Maupun Kode Etik Tak Boleh Berubah

Suasana PWI Jaya Webinar Series bertajuk Spiritual Empowering, Cara Kerja Jurnalistik di Era New Normal yang digelar di Jakarta, Rabu (8/7/2020). Foto: dok PWI Jaya Webinar

Pandemi virus corona jenis baru penyebab Covid-19 telah menimbulkan kekhawatiran bagi semua orang. Apalagi belum ditemukan vaksin yang dapat menyembuhkan penyakit yang mewabah secara global ini.

semarak.co– Solusi sementaranya, masyarakat tak terkecuali kalangan jurnalis, diminta menjalankan protokol kesehatan sebagaimana imbauan pemerintah dalam menyongsong adaptasi kebiasaan baru atau New Normal (normal baru).

Bacaan Lainnya

Tapi agaknya, semua aktivitas berhubungan kerja jurnalistik sulit mengaplikasikan secara penuh protokol kesehatan sebagai implementasi kaedah new normal. Ini mengemuka dalam PWI Jaya Webinar Series bertajuk Spiritual Empowering, Cara Kerja Jurnalistik di Era New Normal disiarkan melalui fasilitas Zoom, Rabu (8/7/2020).

Penyelenggaraan webinar series ini bekerja sama dengan Tata Logam Lestari, Hikvision dan Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI). Webinar menghadirkan dua tokoh pers, Wakabid Organisasi PWI Jaya yang juga mantan Penanggung Jawab AntaraTV Irmanto, Ketua SJI (Sekolah Jurnalistik Indonesia)/Redaktur Harian Terbit dan dosen Fakultas Ilmu Komunikasi dan Bahasa Universitas Bina Sarana Informatika Romi Syahril.

Acara dimoderatori wartawan senior Suara Merdeka Budi Nugraha bersama host Ary Julianto, keduanya anggota PWI Jaya. Romi menilai setiap orang pasti berbeda-beda, tergantung dari sudut pandang mana mendefinisikan New Normal.

Pola kerja yang baru atau keadaan dan gaya hidup baru. Sejatinya, kata Romi, pola penulisan jurnalistik maupun kode etik tidak boleh berubah, justru yang berubah hanya pola peliputan wartawan.

Ia tak yakin semua perusahan pers di era pandemi ini bisa menerapkan semua protokol kesehatan, seperti menyiapkan masker, hand sanitizer, jaga jarak, dll. Kondisi finansial perusahaan pers yang sudah sulit menjadi alasan bahwa jurnalis dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya harus waspada.

Karena itu, Romi menawarkan opsi kepada wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya antara lain Spiritual Praying. Artinya, tetap semangat dan berdoa melakukan kegitan jurnalistik. Ini diperlukan sebagai awal dalam memulai kerja.

“Ibarat berada di jalan raya, ketika kita sudah berhati-hati dalam berkendara ternyata orang lain yang ceroboh. Akibatnya, terjadi kecelakaan. Itulah pentingnya kita berdoa agar selalu mendapat perlindungan dari Allah SWT,” kata Romi dalam paparannya.

Kemudian perlu implementasi physical distancing/face distancing. Artinya, tetap jaga jarak tubuh maupun wajah dengan orang lain, termasuk dengan narasumber. Hindari dulu wawancara tatap muka, kecuali urgent yang terpaksa. “Maksimalkan perangkat penunjang kegiatan tugas jurnalistik dengan wawancara lewat telepon, WA ataupun lainnya,” tuturnya.

Selain itu, perlu melakukan social connecting. Artinya, tetap melakukan koordinasi dengan teman kantor dalam menunjang tugas jurnalistik. Terutama dengan reporter, redaktur, redpel, pemred maupun lay out. Begitu juga harus menjaga hubungan baik dengan narasumber.

Terakhir, digital applying. Artinya, manfaatkan aplikasi digital dalam menunjang tugas peliputan dalam menggali berita yang diperlukan. Maksimalkan wawancara teleconfrence lewat zoom, google meet, hangouts, WA, Instagram dan lainnya.

Apalagi, di era pandemi sekarang layanan aplikasi digital paling populer bagi kerja dunia wartawan. “Nah, empat faktor ini yang memudahkan kerja jurnalistik di era New Normal,” kata Romi.

Sementara Irmanto menyebut era pandemi Covid-19 telah mengangkat popularitas sejumlah media sosial (medsos) atau new media, seperti Facebook, Instagram, dan Youtube, dan lain-lain. “Era pandemi Covid-19 dan PSBB ini, rupanya penggunaan media sosial meningkat signifikan,” jelas Irmanto.

New media itu sendiri, kata Irmanto, merupakan terminologi untuk menjelaskan konvergensi antara teknologi komunikasi digital yang terkomputerisasi dan terhubung dalam jaringan.

Secara sederhana, jelas Irmanto, new media tercipta akibat ada interaksi masyarakat dengan komputer atau smartphone dan internet. Muara itu semua adalah terjadinya pertukaran informasi. Selain juga dimanfaatkan sebagai media hiburan, media sharing, dan media sosialisasi. (smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *