Oleh mBah Coco *)
semarak.co-PWI TANPA UKW, MENGKHIANATI UU PERS
mBah Coco, lagi ngelantur. Apa bener, di zaman edan ini, semua boleh jadi gila dan gila beneran? Apa bener, di zaman demokrasi sontoloyo ini, setiap lembaga negara di Republik mBelgedes ini, seenak jidatnya, membuat aturan, di dalam aturan yang sudah dipakemkan?
Jawabnya, entah ya! Akhir-akhir ini, mBah Coco mencoba menjadi orang gila. Siapa tau, jadi gila bener. Apalagi, saat membaca, mendengar dan melihat, ada lembaga sekaliber Dewan Pers yang seharusnya menjadi jembatan pemersatu pertikaian di dunia pers yang melibatkan ketua PWI Pusat Hendry Ch Bangun dengan PWI hasil KLB. Kok, terkesan berpihak.
Ini kali ketiga, mBah Coco melihat Dewan Pers, terkesan daripada hanya menerima gaji buta. Lebih baik, cawe-cawe, seolah-olah punya kerjaan, gitu kelleeesss. Dua tahun lalu, saat ada peristiwa Ferdy Sambo. Dewan Pers, sudah dilaporkan oleh Ikatan Wartawan Online (IWO), terkait gratifikasi yang diberikan oknum-oknum Dewan Pers, yang dilaporkan ke Bareskim, 15 Juli 2022.
Saat konperensi pers, dengan kedatangan penasehat istri Ferdy Sambo, Putri Cendrawanthi, yaitu Chandra Anam Hanis, di Gedung Dewan Pers. Persitiwa kedua, dari CCTV mBah Coco, juga terindikasi, Dewan Pers menjadi sponsor untuk lembaga PWI, organisasi pers, pers mahasiswa.
Serta organisasi pro-demokrasi, untuk diajak berdemo di depan Gedung DPR – MPR, memprotes dan menolak dan revisi pasal-pasal Undang-undang Penyiaran, 27 Mei 2024. Padahal, bukan wilayah pers dan Dewan Pers. Melainkan, wilayah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
mBah Coco membayangkan, lembaga nonpemerintah yang difasilitasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) itu seharusnya bersikap netral dan tidak berpihak, ternyata sontoloyo – plekutus.
Dewan Pers, harusnya mencari jalan tengah dan memberikan solusi terbaik, terhadap gonjang-ganjing yang dialami dunia kewartawanan di Tanah Air. Kok, terkesan “balas dendam”, dan kekanak-kanakan, mirip anggota DPR RI. Hehehehe.
Beda bener, jika dibandingkan, seperti yang dilakukan Kemenkumham, yang justru merangkul para pihak yang bertikai, untuk melakukan rekonsiliasi dan mediasi. Padahal, Menkumham, Supratman Andi Agtas, bukan stakeholder di dunia pers, namun punya kekuatan di landasan hukum, terhadap keberadaan personal-personal di ranah pers Indonesia, termasuk organisasi PWI Pusat.
Justru netral, bijaksana dan solutif. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Supratman Andi Agtas, dengan nyaman mengundang Hendry CH Bangun dan Zulmansyah Sekedang, selaku ketua hasil KLB PWI, 28 Agustus 2024, di kantornya.
Menkumham didampingi Dirjen AHU Cahyo Rahadian Muzar, Staf khusus Menteri Ahmad Ali Fahmi, serta tiga Anggota Dewan Pers, Agung Dharmajaya, Totok Suryanto dan Yadi Hendriana. Rekonsiliasi, adalah jalan tengah solusi yang sangat berbobot, dan sangat netral.
Namun, ketua Dewan Pers, ternyata, tak mampu bercermin dari langkah yang dilakukan oleh Menkumham. Mungkin, karena ketua Dewan Pers, tidak paham filosifi dunia jurnalistik. Atau, pura-pura blo’on?
Arogansi yang dipertontonkan Ninik Rahayu, sebagai ketua Dewan Pers justru menciptakan kegaduhan baru, saat keputusannya mengusir dan menggembok pintu masuk kantor PWI Pusat. Padahal, ketuanya sah, sesuai akte dari Kemenkumham Hendry Ch. Bangun (HCB).
Bagaimana pun, HCB, masih tercatat secara resmi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (SK Menkumham), nomor AHU-0000946. AH. 01.08. Tahun 2024, tanggal 9 Juli 2024. Sehingga, keputusan yang dilakukan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dengan mengusir dan menggembok kantor PWI Pusat, serta PWI tidak boleh melakukan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) adalah langkah blunder dan bertentangan dengan peraturan perundangan.
mBah Coco, coba utak-atik pasal-pasal yang ada hak dan kewajiban Dewan Pers. Terbaca, pada pasal 15 ayat 2 huruf f – Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, Tentang Pers menyatakan bahwa Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi, memfasilitasi organisasi-organisasi pers, dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.
Berdasarkan pasal 15 ayat 2 huruf f – Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, kemudian Dewan Pers mengeluarkan Peraturan Dewan Pers, Nomor 03/Peraturan-DP/XI/2023 tentang Standar Kompetensi Wartawan.
Yang dalam pertimbangannya, dijelaskan bahwa Uji Kompetensi Wartawan adalah salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalitas wartawan, dan melahirkan karya jurnalistik yang berkualitas, serta menghindari terjadinya penyalahgunaan profesi wartawan.
Dalam kaitan menyelenggarakan Uji Kompetensi Wartawan (UKW), Dewan Pers memberi hak kepada organisasi kewartawanan seperti AJI, IJTI, PWI melaksanakannya. Disamping memberikan pelaksanaan UKW kepada badan usaha pers (Kompas, Jawa Pos, dan lain-lain).
Selanjutnya lembaga lembaga pendidikan-pelatihan pers (seperti LPDS), penyelenggara pendidikan tinggi di bidang jurnalistik (komunikasi), atau yang memiliki program jurnalistik (UI, IISIP, Universitas Prof. Moestopo, Universitas Veteran Yogyakarta, London School Jakarta, dan lain-lain).
Sehingga, dengan keputusan Dewan Pers, yang tidak mengijinkan PWI melaksanakan UKW, merupakan pengkhianatan terhadap UU Pers, dan merupakan pelanggaran hukum yang perlu dilaporkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Otomatis. Tidak diperbolehkannya PWI melakukan UKW, sangat merugikan wartawan Indonesia yang menjadi anggota PWI…Bijimane, Dewan Pers yang sontoloyo, masih legitimasikah?
06 Oktober 2024
sumber: WAGroup Pengurus PWI Pusat 2023-2028 (postKamis10/10/2024/herwanpebriansyah)