Debat Capres 2019, Pengamat: Manufer Petahana Adalah Cerminan Sedang Tertekan

capres cawapres nomor urut 02 Prabowo-Sandi (jas hitam) saat debat capres. foto: internet

Tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) calon presiden calon wakil presiden (capres cawapres) nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyebut capres petahana telah mengemukakan data yang salah saat debat capres -cawapres perdana. Data tersebut terkait caleg Gerindra mantan koruptor yang berkasnya diteken Prabowo sebagai ketum.

KPU mengatakan pencalonan caleg dilakukan dan disetujui oleh masing-masing tingkatan. Seperti apa aturan tersebut? “Di setiap tingkatan, DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota ada tingkatan-tingkatannya,” ujar Wahyu Setiawan, komisioner KPU di kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin (21/1).

Seperti diketahui, petahana dalam debat menyoroti soal eks napi koruptor yang menjadi caleg Gerindra. Caleg yang dimaksud merupakan enam caleg yang mengikuti pileg untuk tingkat DPRD.

Dalam debat Kamis (17/1) itu, petahana mempersoalkan berkas caleg-caleg itu yang diteken Prabowo sebagai Ketum Gerindra. Prabowo tidak membantahnya, tapi membela caleg-caleg eks napi koruptor itu.

Aturan terkait pencalonan anggota legislatif ini terdapat pada Peraturan KPU (PKPU) 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Penandatanganan pengajuan persyaratan caleg ini terdapat pada pasal 11.

Dalam pasal tersebut dituliskan persyaratan pengajuan caleg DPR ditandatangani ketua umum atau sekretaris jenderal dewan pimpinan pusat. Sedangkan caleg pada tingkat DPRD provinsi dan kabupaten/kota ditandatangani asli ketua dan sekretaris dewan pimpinan wilayah/daerah partai politik tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota.

Tak sampai di situ, ternyata petahana pun lupa atas ucapannya sendiri. Petahana menegaskan, mantan narapidana kasus korupsi punya hak untuk mencalonkan diri dalam pemilu legislatif.

Hal ini disampaikan petahana menanggapi rencana Komisi Pemilihan Umum melarang mantan napi korupsi untuk menjadi caleg dalam Pemilu 2019. “Kalau saya, itu hak. Hak seseorang berpolitik,” katanya dilansir kompas.com, di Jakarta, Selasa (29/5/2018).

Petahana mengatakan, konstitusi sudah menjamin untuk memberikan hak kepada seluruh warga negara untuk berpolitik, termasuk mantan napi kasus korupsi. Jokowi mengakui adalah wilayah KPU untuk membuat aturan.

Namun petahana menyarankan agar KPU melakukan telaah lagi. “Silakanlah, KPU menelaah. KPU bisa saja mungkin membuat aturan. Misalnya boleh ikut tapi diberi tanda mantan koruptor,” kata Jokowi.

Niat KPU melarang mantan napi kasus korupsi untuk menjadi caleg ini juga sebelumnya mendapat penolakan dari DPR, Kementerian Dalam Negeri, hingga Bawaslu. Namun, KPU menegaskan akan tetap membuat aturan tersebut dan memasukkannya dalam Peraturan KPU.

Saat tampil di debat capres petahan disebut terlalu agresif. Dalam debat itu, capres petahana menembakkan serangan langsung terhadap pribadi Prabowo dengan isu caleg mantan napi korupsi.

Dari kacamata psikologi politik, manufer petahana dalam debat capres adalah cerminan bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta itu sedang tertekan. Perkara elektabilitas yang stagnan dan cenderung merosot, serta masih banyaknya pemilih yang belum menentukan pilihan di tiga bulan jelang pilpres menjadi sumber tekanan utama bagi petahana.

Hal itu seperti disampaikan pakar psikologi politik Irfan Aulia Syaiful dalam acara Pojok Jubir ‘Debat Pilpres Perdana, Antara Gaya atau Subtansi’ di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Senin (21/1).

“Pak Jokowi terlalu cepat menembak, gak sabar. Dan orang yang cepat nembak biasanya karena tertekan. Saya lebih suka yang empiris saja, kalau dari teman-teman survei, memang dia mungkin dikalahkan dan itu menurut saya cukup mengganggu,” kata Irfan.

“Pilpres ini masih ada sekitar 3 bulan lagi dan masih banyak orang yang belum menentukan pilihan, di atas 10%. Di pilpres Amerika saja angka 1% itu angka yang sangat menentukan siapa yang jadi presiden, apa lagi di Indonesia yang lebih cair,” imbuh Irfan.

Memang petahana tampil agresif dan menyerang, Prabowo justru menghadirkan hal baru. Dalam debat capres perdana, capres nomor urut 02 itu memunculkan sikap aslinya yang penyabar, santun, dan humoris. Selama ini, sikap tegas melekat di pundak mantan Komandan Jenderal Kopassus itu.

“Memang Prabowo itu otentik ya, gak bisa diatur tapi itulah dia. Saya agak kaget juga kok dia tampilkan sesuatu yang unik, baru dan tidak ditampilkan sebelumnya, yaitu lebih tenang dan lebih sopan, bahkan terlalu sopan untuk oposisi,” kata Irfan.

Lantas ke mana suara pemilih pemula yang belum menentukan pilihannya di Pilpres 2019 akan berlabuh? Irfan mengatakan, para pemilih pemula akan menentukan pilihannya di menit-menit terakhir. Sehingga, para pelari maraton yang akan memenangi kompetisi demokrasi ini.

“Jadi orang-orang ini akan memilih di menit terakhir. Menit terakhir ini yang menang adalah yang berlari maraton, bukan yang sprint, karena mereka akan memilih di tujuh hari terakhir. Di situ Pak Jokowi nembaknya kecepatan. Disinilah stamina penting, endurance penting,” ucap Irfan. (dtc/irc/kpc)

Berikut aturan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 pasal 11, yang berisi:

Pasal 11

(2) Dokumen persyaratan pengajuan bakal calon anggota DPR disahkan dan ditandatangani asli oleh ketua umum dan sekretaris jenderal dewan pimpinan pusat partai politik atau nama lainnya dan dibubuhi cap basah.

(3) Dokumen persyaratan pengajuan bakal calon anggota DPRD Provinsi disahkan dan ditandatangani asli oleh ketua dan sekretaris dewan pimpinan wilayah/daerah partai politik tingkat provinsi atau nama lainnya dan dibubuhi cap basah.

(4) Dokumen persyaratan pengajuan bakal calon anggota DPRD kabupaten/kota disahkan dan ditandatangani asli oleh ketua dan sekretaris dewan pimpinan cabang Partai Politik tingkat kabupaten/kota atau nama lainnya dan dibubuhi cap basah.

(5) Penandatanganan dokumen persyaratan pengajuan bakal calon anggota DPR, anggota DPRD Provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dapat dilakukan oleh pimpinan lainnya atau Pelaksana Tugas (Plt) atau sebutan lain sepanjang diatur dalam AD/ART partai politik.

 

Sumber: detik.com/indonesiaraya.co.id/kompas.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *