Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai, Presiden Jokowi merupakan penentu siapa yang akan menggantikan Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI. Dengan demikian, restu dari orang nomor satu di Indonesia itu sangatlah penting bagi siapapun yang berhasrat menjadi Ketua DPR.
“Jangankan untuk posisi Ketua DPR, tokoh yang akan menjadi Ketum Golkar pun saya kira ditentukan oleh restu Jokowi. Kuncinya Jokowi” terang Ujang, Rabu (6/12).
Ujang pun menyebut bahwa kader Golkar yang sudah bergerak cepat melakukan komunikasi dengan Jokowi adalah Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang saat ini menjabat sebagai Ketua Komisi III DPR. Bamsoet beberapa waktu yang lalu sudah bertemu Presiden Jokowi, sinyal itu sudah terlihat bahwa restu Jokowi bakal jatuh ke pangkuan Bamsoet,” ujar Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta ini.
Tentu Jokowi mempertimbangkan siapa tokoh yang bisa mengamankan kebijakan-kebijakannya di DPR, terutama Undang-undang yang diusulkan oleh pemerintah. Dan yang lebih penting menurut Ujang adalah penunjang misi Jokowi menjelang 2019 mendatang.
Menurutnya lagi, Bamsoetlah yang cocok untuk hal itu bila dilihat dari rekam jejak dan pandangan politiknya. “Apalagi perannya di Komisi III yang banyak memuluskan program-program pemerintah terkait pembahasan UU dan yang lainnya,” kata Ujang
Untuk itu, Ujang menilai, Bamsoet bakal mulus untuk mendapatkan kursi nomor satu di DPR RI itu. Meskipun dirinya juga mengakui bahwa Bamsoet bakal bersaing dengan tokoh lainnya seperti Aziz Syamsuddin, Zainudin Amali, dan Ridwan Hisjam.”Langkah Bamsoet bakal lebih mulus dibandingkan yang lainnya,” tegas Ujang.
Namun demikian, Ujang mengingatkan bahwa siapapun yang akan terpilih menjadi Ketua DPR nantinya akan memikul beban sejarah yang berat. Untuk itu, dia meminta kepada Kader Golkar agar mengutamakan asas musyawarah dalam menentukan siapa yang akan menduduki kursi Ketua DPR.
Ujang menegaskan, Golkar itu partai yang sudah matang meskipun beberapa kali dilanda perpecahan dan konflik internal serta ujian berat lainnya. “Maka dari itu, jangan sampai karena perebutan jabatan-jabatan politik strategis menjadikan Partai Golkar terpecah belah lagi dan semakin terpuruk,” tutup Ujang. (lin)