PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) mengalami penurunan Marjin Bunga Bersih atau Net Interest Margin (NIM) hingga 62 basis poin menjadi 7,02 persen pada semester I 2019. Ini dari 7,64 persen pada semester I 2018 karena dampak dari kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) selama 2018 sebesar 1,75 persen.
Direktur Utama BRI Suprajarto mengatakana, kenaikan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate hingga 1,75 persen menjadi enam persen pada 2018 ini ikut mengerek naik bunga simpanan yang akhirnya membebani biaya dana (cost of fund) BRI.
“Meski tahun ini suku bunga acuan BI memang turun. Tapi dampak dari kenaikan enam kali pada 2018 itu meng-hit (menghantam) luar biasa NIM kami,” kata Suprajarto usai paparan kinerja perseroan di gedung BRI, kawasan Soedirman, Jakarta Selatan, Rabu (14/8/2019).
Kenaikan biaya dana itu, ujar Suprajarto, menggerus NIM perseroan di semester I 2019. “Walaupun semester I 2019, BI sudah menurunkan suku bunga acuan, tapi kenaikan enam kali pada 2018 itu luar biasa,” ujar dia.
Meskipun NIM atau salah satu indikator profitabilitas bank menurun, kata dia, namun BRI mencatatkan pertumbuhan kredit secara konsolidasi sebesar 11,84 persen (yoy) menjadi Rp888,3 triliun.
Pada 2018 Bank Indonesia memang menaikan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate hingga 1,75 persen menjadi enam persen untuk menjaga stabilitas eksternal karena ancaman keluarnya arus modal asing di tengah gejolak perekonomian global.
Selain NIM yang turun, rasio kredit bermasalah atau noun performance loun (NPL) BRI secara konsolidasi juga naik tipis menjadi 2,51 persen di kuartal II 2019 dari 2,41 persen (gross) di kuartal II 2018. Secara konsolidasi BRI meraup laba Rp16,16 triliun atau tumbuh 8,19 persen di kuartal II 2019.
“Kenaikan NPL tersebut karena perseroan menanggung beban dari kinerja anak usaha Danareksa Sekuritas, BRI Agro dan BRI Syariah. Kemudian yang BRI Agro dan BRI Syariah, kami sedang pembenahan. Kami bersihin semua. Saya tidak mau ada yang disembunyikan lagi NPL. Semua selesai tahun ini,” tutupnya. (lin)