Dalam Renstra 2020-2024, Dinilai Perlu Dekopin Miliki Platform Digital

Ketua Koperasi Telekomunikasi Seluler (Kisel) Suryo Hadiyanto saat paparan kinerja Kisel. foto: Bani

Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Pusat menggencarkan forum group discussion (FGD) menjelang Musyawarah Nasional (Munas) Dekopin, Oktober 2019. Ini untuk mendapat masukan dan evaluasi dalam rangka menyiapkan rencana strategis (Renstra) Dekopin atau penyusunan RPJM 2020-2024.

Salah satunya FGD dengan tema Perspektif Wajah Koperasi Era Ekonomi Digital dan e-Commerce di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, Kamis (8/8/2019). FGD dibukan Ketua Harian Dekopin Dr Agung Sudjatmoko dan dipandu Direktur Perencanaan, Data, dan Informasi Dekopin Abdul Wahab.

Hadir sebagai nara sumber dari Koperasi  Telkomsel (Kisel), Koperasi Kredit (Kopdit) Sehati, Tokoh Koperasi dan Ketua Majelis Pakar Dekopin Sularso, dan Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM Teguh Budiyatna. Disamping menghadirkan perwakilan akademisi dari Universitas Bina Nusantara (Binus), kalangan wartawan, dan penggerak koperasi kalangan milenial.

Berada di era digitalisasi industry 4.0, Dekopin tidak bisa lagi mengandalkan uang negara dari APBN. Tapi harus mampu berperan menjadikan gerakan koperasi sebagai gerakan bisnis raksasa atau korporasi. Raksasa, karena jumlah koperasi dan jumlah anggotanya yang besar.

Ketua Koperasi Telekomunikasi Seluler (Kisel) Suryo Hadiyanto mengatakan, selama ini kalangan gerakan koperasi bingung dengan adanya semacam dualisme kelembagaan pembina koperasi. Antara Dekopin dengan Kementerian Koperasi dan UKM. Karena itu, Suryo meminta Dekopin harus memperbaiki perannya agar dibutuhkan oleh koperasi dan anggotanya.

“Saya mengusulkan agar Dekopin membentuk panitia ad hoc yang merumuskan, merancang dan mengeksekusi perlunya Dekopin memiliki platform digital. Saya siap membantu. Cepat kok itu. Insya Allah dalam enam bulan bisa terwujud, itu platform,” kata Suryo ketika diminta masukkan di akhir FGD.

Jika sudah bisa memiliki platform digital sendiri, terang Suryo, gerakan koperasi akan mampu meraup keuntungan yang sangat besar. “Dari pada menjadi nasabah atau konsumennya pihak lain, lebih baik yang mengkapitalisasi anggota koperasi, ya Dekopin sendiri,” tuturnya.

Bendahara Kopdit Sehati Jakarta Hery Iskandar menambahkan, potensi transaksi e-commerce di Indonesia cukup besar. Jika pada 3013 mencapai Rp104 triliun, pada 2016 sudah meningkat menjadi Rp261 triliun. Tahun 2020 diperkirakan mencapai Rp1.700 triliun.

Para pemain raksasa e-commerce antara lain Tokopedia, Blibli.com, bhinneka, Bukalapak, juga OLX. “Kami harap Dekopin bisa mengantar koperasi di Indonesia menjadi pemain e-commerce raksasa,” tutur Hery yang juga pengawas Koperasi Jasa PPRI.

Abdul Wahab langsung merespon positif. Dia berjanji dan mengajak Agung untuk membawa ke pimpinan pusat untuk membentuk panitia adhock pembuatan platform itu. Agung pun menyambut baik dan berjanji untuk segera menindaklanjuti.

“Untuk mengatasi stigma buruk, koperasi butuh transformasi secara radikal, termasuk policy, organisasi, dan sisi bisnisnya. Koperasi adalah perusahaan yang harus dikelola dengan kaidah ekonomi perusahaan seperti kelayakan bisnis, efisiensi, efektif, unggul, berani bersaing tanpa mitra,” kata Agung yang juga dosen Binus.

Sejarah membuktikan bahwa Revolusi Industri di seluruh belahan dunia tidak pernah mampu mematikan eksistensi koperasi. Bahkan sebaliknya, koperasi justru bertumbuh dan berkembang akibat dari laju Revolusi Industri.“Koperasi secara global tetap ada setiap pergantian zaman. Justru koperasi menjadi besar di negara kapitalis seperti AS, Prancis, Jerman, dan Jepang,” jelasnya.

Di era sekarang ini, nilai dia, koperasi harus bisa bergerak lincah seperti yang dilakukan korporasi. “Dengan bisa melakukan yang korporasi lakukan, tapi tidak dengan meninggalkan kaidah dan jatidiri koperasi. Dengan new branding koperasi, prinsip dan nilai koperasi bisa menjadi pondasi yang kokoh,” tandasnya.

Beberapa perubahan yang harus dilakukan koperasi, sebut dia, revitalisasi organisasi dan usaha, transformasi perubahan pola dan strategi berusaha (fokus), modernisasi manajemen, pemanfaatan IT dan teknologi, hingga menaikkan kualitas SDM.

“Intinya, koperasi adalah perusahaan yang harus dikelola dengan kaidah-kaidah ekonomi perusahaan. Di dalamnya mencakup kelayakan bisnis, efeisien, efektif, unggul, berani bersaing tanpa minta proteksi, dan juga bankable,” tukasnya.

Mantan Dirjen Koperasi Sularso ingin Dekopin menaikkan level koperasi. Koperasi primer selevel di atas UKM. “Agar koperasi menjadi besar seperti korporasi, makanya koperasi-koperasi kecil atau gurem, dihapus atau dibubarkan saja,” kata Sularso.

Menurut pensiunan Kementerian Koperasi dan UKM ini, koperasi itu harus besar dilihat dari jumlah anggota dan modal yang dimilikinya. Dia juga sependapat dengan wacana penghapusan kementerian koperasi. Karena itu, pemerintah lebih baik mengoptimalkan peran Dekopin. “Apalagi karena anggaran belanja Kementerian Koperasi cenderung menurun,” ujarnya.

Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Teguh Budhiyatna menyebut, pelaku koperasi di Indonesia tak bisa menghindari hadirnya era digitalisasi ekonomi. Hanya saja, Teguh berharap teknologi dijadikan sebagai tools untuk meningkatkan kinerja koperasi, tapi bukan sebagai tujuan dari berkoperasi.

“Pengembangan kualitas SDM koperasi harus tetap menjadi pilar utama. Ke depan, yang harus kita lakukan adalah bagaimana memberdayakan koperasi dengan segala potensinya masing-masing,” kata Teguh.

Hery Iskandar menambahkan, potensi ekonomi digital di Indonesia sangat besar. “Sayangnya, koperasi malu-malu untuk masuk ke lahan jualan digital yang akhirnya diambil pelaku Fintech seperti Dana, Akulaku, Home Credit, dan sebagainya,” ucapnya.

Go Digital bagi koperasi, kata dia, menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindarkan, dengan potensi 85 juta anak muda milenial sebagai pangsa pasar yang empuk. “Saya kasih contoh, ada koperasi yang sudah masuk ke digital mampu meraih fee based income tak kurang dari Rp500 juta per bulan. Koperasi harus bisa bertransformasi dan tidak menutup diri,” katanya.

Selain itu, kata dia, digitalisasi itu lebih mengarah pada segi kepraktisan. Terlebih lagi, pengguna internet dan smartphone cukup tinggi di Indonesia. “Pertumbuhan jumlah anggota koperasi bisa meningkat tajam dengan menggunakan aplikasi,” ujarnya.

Begitu juga pelayanan proses pinjaman di koperasi bisa dilakukan dengan cepat dan mudah. “Jumlah anggota Kopdit Sehati sebanyak 13 ribu orang dengan potensi dari PPOB saja (beli pulsa, paket data, dan sebsgainya) tak kurang dari Rp144 miliar.

Ketua Koperasi Pemuda Indonesia (Kopindo) Pendi Yusuf mengungkapkan, koperasi di Indonesia sedang menuju ke arah era digital, namun belum sampai ke titik itu sepenuhnya.

“Sekarang ini tengah memasuki tahap disruption. Di sisi lain, masih banyak koperasi yang latah atau ikut-ikutan era digitalisasi, tapi belum paham substansi dari era Revolusi Industri 4.0,” kata Pendi.

Bahkan, lanjut Pendi, ada pemahaman dari kalangan koperasi yang menyebutkan bisnis online akan meninggalkan bisnis offline. Padahal, beberapa marketplace raksasa seperti Alibaba saja masih menerapkan pola customer services. Bahkan, tak sedikit yang masih mempertahankan offline store. “Justru, harusnya di era revolusi industri ini semua produk koperasi bisa diakses publik,” tutupnya. (lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *