Daging Kambing Tidak Berbahaya Bagi Kesehatan Malah Berkah? Ini 10 Syarat Halalnya Sembelihan

Mantan Ketua Baznas Prof Bambang Sudibyo memegang kartu tanda nama kambing kurbannya untuk disembelih di Desa Jabon Mekar, Parung. Foto: Humas Baznas

Oleh Ustadz Ammi Nur Baits, ST., MT. حفظه الله

semarak.co-Pertama, orang yang menyembelih haruslah orang yang mampu berniat menyembelih. Berdasarkan syarat ini, orang yang boleh menyembelih harus orang yang sudah mumayiz dan berakal. Karena itu, tidak halal sembelihan anak yang belum tamyiz atau orang gila.

Bacaan Lainnya

Karena mereka tidak paham dengan apa yang dia lakukan, sehingga bisa jadi tidak ada kesengajaan. Allah berfirman,

إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ

“Kecuali yang sempat kalian sembelih…” (QS. Al-Maidah: 3). Makna kalimat ‘kalian sembelih’ menunjukkan harus ada kesengajaan dari si penyembelih hewan.

Kedua, orang yang menyembelih harus beragama islam atau ahli kitab. Allah berfirman:

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ

“Pada hari ini Aku halalkan hal yang baik untuk kalian. Sembelihan ahli kitab adalah halal bagi kalian dan sembelihan kalian halal bagi mereka (ahli kitab).” (QS. Al-Maidah: 5).

Ketiga, ketika melukai hewan punya maksud untuk menyembelih. Jika dia melukai hewan itu tidak untuk maksud menyembelih maka tidak halal untuk dimakan. Misalnya ada kambing yang menyerang kita.

Kemudian kita berusaha membela diri dengan senjata tajam sampai akhirnya membunuhnya. Kambing yang mati dalam keadaan ini statusnya bangkai. Karena hewan ini mati bukan karena disembelih, tapi karena dibunuh.

Keempat, apakah disyaratkan harus diniatkan untuk dimakan? Ada dua pendapat ulama dalam hal ini:

  1. Tidak harus diniatkan untuk dimakan.
  2. Harus diniatkan untuk dimakan. Misalnya menyembelih hewan untuk dijadikan bahan penelitian, atau tujuan lainnya, tidak halal dimakan. Ini adalah pendapat Syaikhul Islam. Dinyatakan dalam hadis:

مَا مِنْ إِنْسَانٍ قَتَلَ عُصْفُورًا فَمَا فَوْقَهَا بِغَيْرِ حَقِّهَا، إِلَّا سَأَلَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْهَا

“Jika ada orang membunuh seekor burung atau yang lebih kecil dari itu, tanpa alasan yang benar, maka Allah akan meminta pertanggung jawaban hal itu kepadanya.”

Para sahabat bertanya: “Apa haknya?”

يَذْبَحُهَا فَيَأْكُلُهَا، وَلَا يَقْطَعُ رَأْسَهَا يَرْمِي بِهَا

“Dia sembelih untuk dimakan, tidak mematahkan lehernya kemudian dibuang.” (HR. Nasai no. 4349).

Ibnu Aqil dalam Al-Furu’ mengatakan: “Dalam salah satu riwayat pendapat Imam Ahmad, bahwa semua yang dilarang dalam syariat, tidak sah sembelihannya.”

Kelima, tidak untuk dipersembahkan kepada selain Allah. Misalnya, menyembelih untuk larung atau sedekah bumi, meskipun ketika menyembelih dia membaca basmalah. Karena tujuan dia menyembelih adalah untuk selain Allah dan itu perbuatan kesyirikan. Allah berfirman menyebutkan daftar binatang yang haram dimakan:

وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ

“Binatang yang disembelih karena berhala” (Al-Maidah: 3)

Keenam, tidak diikrarkan untuk selain Allah. Semacam orang yang menyembelih dengan menyebut: dengan nama sunan A, atau dengan nama nabi, dst. Ini termasuk perbuatan haram, meskipun dia niatkan sembelihannya hanya untuk dimakan. Allah berfirman,

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ

“Sesungguhnya diharamkan kepada kalian bangkai, darah, babi, dan hewan yang disembelih dengan menyebut sealain Allah.” (QS. Al-Baqarah 173)

Ketujuh, harus menyebut nama Allah (basmalah) sesaat menjelang menyembelih.

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

“Janganlah kalian makanan binatang yang tidak disebutkan nama Allah ketika menyembelih. Karena adala hewan yang haram.” (QS. Al-An’am: 121).

Ulama mempersyaratkan bahwa bacaan basamalah ini harus dilakukan sesaat sebelum menyembelih. Basmalah yang dibaca jauh sebelum menyembelih, harus diulangi ketika hendak menyembelih. Karena makna kalimat:

[لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ]

menunjukkan bahwa basmalah itu dibaca ketika menyembelih.

Kedelapan, alat untuk menyembelih harus pisau yang bisa melukai dan mengalirkan darah, selain kuku dan gigi. Dari Rafi’ bin Khadij radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ، وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوا مَا لَمْ يَكُنْ سِنًّا أَوْ ظُفْرًا

“Segala yang bisa mengalirkan darah dan disebutkan nama Allah ketika menyembelih, makanlah. Selama bukan gigi atau kuku.” (HR. Abu Daud 2821, Turmudzi 1491 dan dishahihkan Al-Albani).

Menyembelih dengan cara tidak mengalirkan darah, seperti disetrum, dicekik, dipukuli, dimasukkan air panas, meskipun dengan membaca basmalah, statusnya bangkai, haram dimakan.

Kesembilan, harus sampai mengalirkan darah. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ، وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوا مَا لَمْ يَكُنْ سِنًّا أَوْ ظُفْرًا

“Segala yang bisa mengalirkan darah dan disebutkan nama Allah ketika menyembelih, makanlah. Selama bukan gigi atau kuku.” (HR. Abu Daud 2821, Turmudzi 1491 dan dishahihkan Al-Albani). Cara mengalirkan darah binatang yang disembelih ada 2 keadaan:

  1. Keadaan tidak normal.

Orang yang menyembelih tidak memungkinkan untuk memotong leher hewan. Misalnya, hewannya masuk ke sumur sehingga hanya kelihatan bagian belakang. Dalam kondisi ini, penyembelih bisa melukai bagian manapun yang bisa mempercepat kematiannya, dan selanjutnya halal dimakan.

  1. Keadaan normal

Dalam kondisi normal, dimana penyembelih memungkinkan untuk menyembelih dengan baik. Dalam keadaan ini, penyembelihan harus dilakukan di posisi khusus, yaitu leher. Kondisi yang paling sempurna adalah terputus tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Jika keempat saluran ini terpotong maka sembelihannya halal dengan sepakat ulama.

Kesepuluh, orang yang menyembelih, harus orang yang diizinkan untuk menyembelih secara syariat. Jika dia tidak diizinkan secara syariat, maka hukumnya ada 2 kondisi:

  1. Terlarang karena hak Allah. Seperti, berburu di tanah haram atau berburu binatang ketika ihram. Kemudian dia sembelih maka hukumnya terlarang.
  2. Terlarang karena hak sesama manusia. Misalnya orang menyembelih hewan milik orang lain, tanpa izin. Dalam kondisi ini, ulama berbeda pendapat. Dan pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini, sembelihannya sah dan halal. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Hanya saja, orang yang menyembelih wajib memberikan ganti hewan yang dia sembelih untuk dikembalikan kepada pemiliknya.

Allahu a’lam.

Referensi: Ahkam Al-Udhiyah wa Ad-Dzakah, Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, hlm. 56 – 85. t.me/IslamAdalahSunnah/3859/ https://konsultasisyariah.com/14476-10-syarat-halalnya-sembelihan.html

*) penulis adalah Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)

Ketika Idhul Adha bisa dibilang daging berlimpah. Dengan kemajuan teknologi informasi menyebar informasi agar hati-hati makan daging (terutama daging kambing) karena bisa menimbulkan penyakit atau membuat beberapa penyakit kambuh dan tambah parah. Benarkah hal ini?

Kambing adalah hewan yang ada keberkahan padanya. Ada banyak nash yang menyebutkan bahwa kambing memiliki keutamaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اتخذوا الغنم فإن فيها بركة

”Peliharalah (manfaatkan) oleh kalian kambing karena di dalamnya terdapat barakah.” Dalam daging kambing terdapat berkah, begitu juga pada susu dan kulitnya. Ahli tafsir Al-Qurthubi rahimahullah berkata,

وجعل البركة في الغنم لما فيها من اللباس والطعام والشراب وكثرة الأولاد، فإنها تلد في العام ثلاث مرات إلى ما يتبعها من السكينة، وتحمل صاحبها عليه من خفض الجناح ولين الجانب

“Allah telah menjadikan berkah pada kambing di mana kambing bisa dimanfaatkan untuk pakaian, makanan, minuman, banyaknya anak, karena kambing beranak tiga kali dalam setahun, sehingga memberikan ketenangan bagi pemiliknya. Kambing juga membuat pemiliknya rendah hati dan lembut terhadap orang lain”.

Bahkan setiap Nabi pernah mengembalakan kambing, ulama menjelaskan hikmhanya karena memang megembalakan kambing membutuhkan kesabaran dan ketekunan yang akan membentuk karakter baik seseorang. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

ما بعث اللهُ نبيًّا إلا رعى الغنمَ . فقال أصحابُه : وأنت ؟ فقال : نعم ، كنتُ أرعاها على قراريطَ لأهلِ مكةَ

“Tidaklah seorang Nabi diutus melainkan ia menggembala kambing“. para sahabat bertanya, “apakah engkau juga?”. Beliau menjawab, “iya, dahulu aku menggembala kambing penduduk Mekkah dengan upah beberapa qirath”.

Daging kambing tidak berbahaya bagi kesehatan. Jelaslah bahwa kambing terdapat berkah dan membawa kebaikan karenanya tidak mungkin daging kambing berbahaya. Apa yang disyariatkan oleh Islam pasti bermanfaat dan tidak berbahaya. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata dalam risalahnya,

الدين مبني على المصالح في جلبها و الدرء للقبائح

“Agama dibangun atas dasar  berbagai kemashlahatan. Mendatangkan mashlahat dan menolak berbagai keburukan”. Kemudian beliau menjelaskan,

ما أمر الله بشيئ, إلا فيه من المصالح ما لا يحيط به الوصف

“Tidaklah Allah memerintahkan sesuatu kecuali padanya terdapat berbagai mashlahat yang tidak bisa diketahui secara menyeluruh”. Hal ini sudah dibuktikan oleh orang di zaman dahulu mereka suka memakan daging termasuk daging kambing, bahkan mereka memakan lemaknya juga.

Dikisahkan orang dahulu suka mengambil lemak hewan, kemudian dipotong dadu dan dikeringkan dengan cara dijemur. Disimpan atau dibawa bersafar, kemudian jika ingin dimakan tinggal “dipanaskan” atau dioles diatas roti kemudian di makan.

Orang yahudi dihukum agar tidak bisa memakan daging dan lemak karena mereka banyak melakukan kesalahan. Artinya lemak tersebut dimanfaatkan oleh mereka sebelumnya. Allah berfirman,

وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍ ۖ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَا إِلَّا مَا حَمَلَتْ ظُهُورُهُمَا أَوِ الْحَوَايَا أَوْ مَا اخْتَلَطَ بِعَظْمٍ

”Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang berkuku dan dari sapi dan domba, Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu, selain lemak yang melekat di punggung keduanya atau yang di perut besar dan usus atau yang bercampur dengan tulang” (Al-An’am : 146).

Mengapa banyak yang bilang daging kambing berbahaya sekarang? Banyak yang bilang atau memang fakta terjadi pada beberapa orang bahwa tensinya naik setelah makan daging kambing atau kolesterolnya naik. Mungkin berikut ini bisa menjadi jawabannya:

  1. Cara pengolahan daging yang tidak sehat, misalnya memakai bumbu dan minyak yang berlebihan, terlalu lama diolah sehingga vitamin dan kandungan mineralnya hilang
  2. Terlalu berlebihan mengkonsumsi daging saat “pesta daging” dan wajar saja, apa-apa yang berlebihan pasti akan menjadi racun

Dalam kedokteran barat modern dikenal ungkapan, “All substances are poison. There is none that is not poison, the right dose and indication deferentiate a poison and a remedy”.

“Semua zat adalah [berpotensi menjadi] racun. Tidak ada yang tidak[berpotensi menjadi] racun. Dosis dan indikasi yang tepat membedakannya apakah ia racun atau obat”. (Toksikologi hal. 4, Bag Farmakologi dan Toksikologi UGM, 2006).

  1. Pola hidup di zaman sekarang yang tidak sehat, makanan tidak sehat dan gerakan yang kurang. Sehingga ada akumulasi sedikit saja kolesterol atau zat lainnya maka sudah berbahaya. Daging kambing juga memilki manfaat yang banyak. Ternyata banyak juga penelitian yang menyatakan daging kambing memiliki banyak manfaat bagi kesehatan.
  2. Ada penelitian bahwa daging kambing baik untuk kesehatan jantung
  3. Daging kambing kandungan lemaknya paling rendah dibanding hewan yang lain dan dikatakan bisa menurunkan berat badan
  4. Mencegah anemia karena kandunganya vitaminnya
  5. Empedunya bisa mengobati malaria
  6. Susu kambing sangat bermanfaat dan bergizi
  7. Dan lain-lainnya

Solusinya adalah kita berusaha menjaga pola hidup sehat dan tidak berlebihan juga mengkonsumsi daging kambing serta berusaha menanamkan dan menyebarkan kepada kaum muslimin bahwa pada kambing ada berkah dan menghilangkan pemikiran daging kambing berbahaya bagi kesehatan secara total.

Penyusun: Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK. حفظه الله

sumber: muslimafiyah.com/@Perpus FK UGM, Yogyakarta Tercinta

Catatan Kaki:

[1] HR. Ahmad, dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam As-silsislah As-shahihah 2/417

[2] Al-jami’ liAhkaamil-Qur’an 10/80, Darul Kutub Al-Mishriyah, Koiro, 1384 H, syamilah

[3] HR. Al Bukhari, no. 2262

[4] Risaalah fiil Qowaaidil fiqhiyah hal. 41, Maktabah Adwa’us salaf

 

sumber di WAG INDONESIA ADIL MAKMUR (postMinggu10/7/2022)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *