Pohon lontar merupakan hasil alam yang banyak dijumpai di Nusa Tenggara Timur (NTT) khususnya Pulau Solor. Tanaman ini memiliki banyak manfaat mulai dari daun, batang, buah hingga bunganya yang dapat disadap untuk diminum langsung sebagai legen (nira), difermentasi menjadi tuak atau pun diolah menjadi gula siwalan (sejenis gula merah).
Dengan kekayaan alam ini, warga Pulau Solor banyak memanfaatkannya sebagai sumber mata pencaharian tambahan selain berkebun. Daun lontar misalnya, dimanfaatkan para Mama, sebutan untuk ibu-ibu oleh warga setempat sebagai bahan dasar kerajinan anyaman.
Melihat potensi besar di wilayah timur Indonesia ini, PT Samsung Electronics Indonesia dalam program Corporate Citizenship mengembangkan komoditas anyaman Solor. Pengembangan ini dilakukan melalui KOTRA (Korea Trade – Investment Promotion Agency) bekerja sama dengan Du’Anyam, sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada kerajinan anyaman Indonesia.
Dalam rilis Samsung Electronics Indonesia pada www.semarak.co, Senin (8/7) menyebutkan, melalui program Samsung OCOB (One Community One Business), gairah kerajinan anyaman Solor dibangkitkan kembali dan berhasil menembus pasar ekspor dengan peningkatan kuantitas pesanan, serta kualitas anyaman termasuk membangkitkan kembali sebuah desain turun temurun anyaman khas Solor tiga dimensi yang sempat hilang tidak diproduksi lagi beberapa tahun belakangan, yang dikenal namanya Sobe Basket.
Anyaman daun lontar merupakan salah satu tradisi turun temurun yang dilakukan masyarakat Pulau Solor. Biasanya, para Mama mengerjakan anyaman di sela-sela istirahatnya setelah membantu suami mereka berkebun.
Dulu membuat anyaman hanya untuk perabotan rumah tangga yang dipakai sendiri, namun sejak adanya komunitas Du’Anyam, anyaman daun lontar menjadi anyaman yang bernilai tinggi. Bagi para Mama di PulauSolor, kini menganyam menjadi salah satu solusi agar para Mama tetap mendapatkan penghasilan tanpa harus pergi ke ladang yang jauh.
Meskipun masyarakat Pulau Solor sudah merasa bahagia karena bias mendapatkan penghasilan tambahan dari anyaman, mereka masih merasa khawatir dengan penerangan di malam hari.
Seperti yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia, suplai listrik masih belum memenuhi kebutuhan secara maksimal, sehingga jaringan listrik belum mampu menjamin penerangan seluruh daerah ini. Melihat keterbatasan yang terjadi pada warga Solorini, baru–baru ini.
Samsung melengkapi bantuannya untuk warga Solor dengan memberikan 1,500 lentera tenaga surya, penerangan yang tidak membutuhkan suplai listrik yang menjadi salah satu solusi masyarakat Solor untuk melakukan kegiatan di malam hari, khususnya para Mama dalam mengerjakan anyaman.
Testimoni Pengrajin
Salah seorang Mama pengerajin anyaman dari Pulau Solor, Bernadete (36) mengungkapkan, dulu membuat anyaman hanya untuk dipakai sendiri, namun sejak bergabung dengan komunitas Du’Anyam, justru memiliki peran penting dalam memutar perekonomian keluarga dari hasil menganyamnya.
“Mama sudah bias membuat anyaman dari kecil tapi menekuninya seperti saat ini baru sejak 2015. Proses pembuatan anyaman sendiri berbeda-beda tergantung pada pola dan besar kecil yang ukuran. Biasanya Mama menganyam setelah pulang dari kebun sebelum petang, tapi sejak ada lentera tenaga surya mama bias mengayam di malam hari jadi proses mengerjakan anyaman bias selesai lebih cepat,” ungkap Bernadete seperti dikutip Humas Samsung Electronics Indonesia dalam rilisnya.
Ibu dua anak ini menjelaskan bahwa proses pembuatan anyaman sendiri membutuhkan waktu yang cukup lama, sebelum akhirnya dapat dianyam, daun lontar yang sudah dipetik harus dipotong-potong dengan teknik suwir, kemudian baru direbus sebagai proses pengawetan, dan kemudian dijemur.
Proses tersebut bias memakan waktu 3-4 hari baru selanjutnya proses pembuatan anyaman sesuai pola. Bernadete mengaku rata-rata sebulan bias menerima uang Rp 200,000 dari hasil menganyamnya. Upah yang didapat menyesuaikan dari ukuran anyaman yang dibuatnya. Jika ada pekerjaan suwir dan pengawetan itu akan berbeda lagi ongkosnya. (ita)