Oleh Sri Bintang Pamungkas *
semarak.co-Ketika perang Diponegoro, banyak orang China yang mengkhianati Diponegoro dan membantu Belanda. Dan karena itu juga terjadi pembunuhan besar terhadap orang-orang China oleh orang-orang Diponegoro. Terutama di Ngawi, daerah perbatasan Jateng dan Jatim. Adipati di Madura juga banyak membunuh (orang Cina).
Artinya sifat-sifat China ini, menurut saya, menjadi karakter orang China di mata pribumi tidak berubah. Antara lain suka menipu, nyogok, sewenang-wenang, licik, dan memperkaya diri. Memang mereka terampil dalam binis. Tapi mereka menjadi besar karena nyogok.
Dan banyak pejabat kita yang terkena sogokan itu. Termasuk raja-raja kita pada masa lalu. Sebagai akibat dari sifat-sifat itu, mereka tidak pernah mau menyatu dengan pribumi. Mereka membentuk kelompok sendiri, yang saya sebut sebagai segregasi. Itu terjadi sejak dimasa Bung Karno.
Sehingga akhirnya Soeharto mengeluarkan surat keputusan pemerintah, mereka dilarang melakukan perdagangan di pedesaan. Karena cara-cara mereka berdagang yang licik dan mencederai orang-orang pedesaan.
Peraturan Pemerintah (PP) itu sebenarnya dikeluarkan sejak tahun 1959 (zaman Bung Karno) karena ada laporan bahwa orang-orang China itu mulai mendominasi perekonomian-perekonomian. Sampai sekarang PP itu nggak pernah dicopot.
Lalu pada tahun 1963, bulan Mei, terjadi peristiwa bentrok yang dimulai dari Cirebon sampai menjalar ke Jawa barat. Rumah-rumah dan toko-toko China dirusak dan dibakar oleh masyarakat. Sifat congkak, merasa diri kelasnya lebih tinggi akibat dari sikap Belanda dulu dan juga tidak bisa dilepaskan dari dendam mereka yang sampai tahun 1500 selalu dikalahkan. Itulah mereka.
Ada peristiwa yang menarik, tahun 63-64 menjelang 65. Ada seorang imigran China yang mengambil nama Suryawijaya itu dengan alasan mengunjungi ibunya, ia menjadi warganegara Indonesia (WNI). Entah prosesnya seperti apa waktu itu.
Ia ternyata tentara China. Ia memang dikirim dari sana. Ia melakukan aktivitas pengiriman senjata dari China untuk membantu Barisan Tani Indonesia yang kemudian ikut mendukung PKI. Dan memang dikabarkan menjelang tahun 65 itu ada kapal yang ditangkap yang isinya penuh dengan senjata, mendarat di Pantai Utara Jawa.
Itu kemungkinan juga bagian dari Suryawijaya. Itulah mengapa Pak Harto menganggap bahwa peristiwa PKI 30 September itu juga didalangi RRC dan Suryawijaya ini mempunyai keturunan, sampai sekarang sudah cucu.
Bisnis senjata itu dilanjutkan oleh anak-anaknya, di antaranya Edward Suryawijaya. Mereka jadi supplier senjata bagi TNI dan Polri. Bahkan yang terakhir pesawat kepresidenan SBY, dari mereka. Lalu pesawat itu dijual lagi, mereka yang beli.
Bagaimana nasib kaum China di bawah Pak Harto?
Pak Harto punya alasan sendiri, China-China ini harus diredam. Alasan lain Lim Bian Koen (Sofjan Wanandi) dan Lim Bian Kie (Jusuf Wanandi) mendirikan CSIS bersama dengan Harry Tjan Silalahi. Harry Tjan bersama-sama Subhan ZE orang NU kharismatik, mereka membentuk Front Pancasila mendukung Pak Harto. Itu mulai tahun 1966.
Subhan ZE jadi Ketua, Harry Tjan jadi Sekjen. Tapi kemudian Subhan dan Harry Tjan bentrok. Karena Subhan berpandangan pimpinan tertinggi RI itu harus seorang sipil. Sedang Harry Tjan mengatakan bahwa kami orang-orang Cina perlu pelindung, persis sepeti China minta perlindungan Belanda.
Menurut Harry Tjan, meski tentara itu otoriter, kami merasa lebih aman. Kemudian mereka mendirikan CSIS, di situ ada juga Ali Moertopo dan Sudjono Humardani. CSIS Indonesia itu cabangnya CSIS di Amerika. Sejak awal CSIS, Harry Tjan sebetulnya orang CIA.
Bahkan mereka, atas petunjuk CIA membantu Soeharto menjelang peristiwa G30S sampai akhirnya Soeharto dapat Surat Perintah 11 Maret, (termasuk dengan MI6 Inggris yang membantu). Karena waktu itu MI6 menerbitkan surat tentang Dewan Jenderal yang menjadi alasan Untung melakukan kudeta 30 September 1965itu.
Jadi sekalipun Harry Tjan belum ketemu Subhan, tapi keberadaannya usaha jejaringnya sama CIA. Antara lain peristiwa Desember 1965, ada suatu rapat di Cipanas yang diselenggarakan oleh orang-orang Bung Karno untuk membubarkan atau menasionalisasi Caltex, ternyata pak Harto tiba-tiba muncul dan menolak nasionalisasi.
Dari mana Pak Harto tahu kalau ada rapat di Cipanas? Dalam peristiwa G30S, Pak Harto ada dalam jejaring CIA untuk menjatuhkan Soekarno. Ketika Pak Harto berkuasa, ia memutuskan orang-orang China dilarang berpolitik. Berbisnis dipersilakan. Pak Harto sadar atau tidak sadar situasi itu menyebabkan sosial ekonomi mereka mendominasi.
Maka muncullah Bob Hasan, Liem Swie Liong dan munculnya 200 konglomerat China. Di situ saya melihat bahwa gerakan menguasai Nusantara atau Indonesia itu terus dan mencapai kemajuan, yang khususnya disetir CSIS dan LIPPO di bawah Mochtar Riyadi dan James Riyadi.
Ketika Bill Clinton naik jadi presiden AS, masalah Timtim nggak pernah selesai. Kebetulan keluarga Clinton bersahabat dengan James Riyadi. James ikut bantu keuangan ketika Clinton kampanye presiden. Clinton ingin Timor Timur selesai.
MasalahTimtim nggak selesai-selesai dan tiga Sekjen PBB Xavier Peres Dequiar, Boutros Boutros Gali, dan Kofi Annan lewat, masalah Timtim juga nggak selesai. Maka keputusan Clinton harus dijatuhkan. Soeharto harus jatuh, maka Clinton minta bantuan James Riyadi.
Pada waktu terjadi konferensi APEC di Bogor, tahun 1994, di Lippo Cikarang, Clinton berkunjung ke rumahnya James Riyadi. Dan disepakatilah upaya kejatuhan Soeharto. Kebetulan di tanah air terjadi gerakan-gerakan yang menentang Soeharto, khususnya dari pihak mahasiswa.
Jadi saya kira di samping ada gerakan mahasiswa, tidak sadar ada keuangan yang mengalir ke Indonesia baik dari James Riyadi maupun dari Washington. Tahun 1997 terjadi krisis moneter yang menurut pendapat saya krisis moneter rekayasa.
Ekonomi Indonesia itu kecil kalau direkayasa oleh negara besar kayak AS dibantu oleh CSIS, serta Mochtar dan James Riyadi, hasilnya menakjubkan. Jadi krisis moneter menjadikan Indonesia kolaps, direkayasa masuknya IMF dan sekaligus menjadi penasehat untuk menangani krisis itu.
Ini terjadi pada akhir pak Harto. Kemudian setelah itu ada pengucuran dana 210 trilyun agar Habibie turun, lalu naik Gus Dur. Saya kira Timtim itu lepas karena rekayasa kelompok dari domestik dengan dukungan AS.
Karena Habibie yang naik itu kan periodenya sampai 2003, kenapa ia melakukan Pemilu 1999 yang menghasilkan kemenangan PDIP lalu pertanggungjawaban Habibie ke MPR ditolak saat itu? Itu rekayasa.
Mayoritas rakyat kita nggak sadar, banyak nggak suka Habibie, menganggap ia tangan kanannya Soeharto, melepaskan Timtim dan tidak mau mengadili Soeharto. Termasuk penghancuran IPTN itu adalah rekayasa.
*) penulis tokoh dan pengamat politik
sumber: WAGroup PERKOKOH PERSATUAN MUSLIM (postKamis7/7/2022/masagus2000)