by Zeng Wei Jian
semarak.co– Omnibus Law ketok palu. Hoax ditebar sebelumnya. Chaoz disiapkan. Sebodo-amat dengan Covid-19 Pandemic.
Partai Demokrat melihat celah. Cabaret digelar. Benny Harman berperan sebagai “gentleman-cabaretier”. Monolog mocking the new law. AHY sang protagonis tepuk tangan. Political kleinkunst.
Titik berat di aktor, character & figur. Narasinya lemah. Ditopang serial hoax.
Targetnya: Aristotelian catharsis pasca tragedy. Suara Demokrat terdongkrak. Popularitas AHY melambung. A renewal and restoration dari keterpurukan.
“Non-systemic opposition” dimainkan yaitu kombinasi “a riot in the street and fight in Parliament”.
Tapi alas, masyarakat ngga bodoh. Publik tau semuanya cuma performance. Wrestlemania-like showdown. Video Benny Harman mendukung Omnibus Law di rapat kerja cepat viral. Fahri Hamzah nyindir; Kalo Menolak UU Ciptaker sejak awal, bukan di ujung.
Drama Politik Demokrat gagal-total. Publik tau it’s just “political theater” alias “empty show.” A political gesture. Posturing. Grandstanding. Sound and fury. No genuine idea. Semata-mata a play for power. Efek yang ingin diraih bersifat “visceral” atau feeling, not intellectual. It’s a thrill.
Permainan Cabaret-Politik berbalik seperti boomerang. Netizens menuding Lord SBY sebagai “Bandar Demo”. Gawatnya Aksi Massa bersifat vandalisme. Halte busway yang bagus & ruko di Senen dibakar. Surabaya porak-poranda.
Tidak ada otak chaoz sekeji & sekejam ini. Mereka menggunakan anak STM dan Bocil-bocil. Aparat & property diserang.
“Oposisi Salon” berperan sebagai cheerleaders. Kerjanya bersorak-sorak & menari di atas issue. Double-standard. Hipokrit. Pura-pura peduli Covid-19 tapi ciptakan kluster demo.
Jenderal Muldoko beri sinyal. Negara punya kalkulasi antara demokrasi & stabilitas. Para perusuh ngga punya legitimasi suara rakyat. Kepentingan perut motifnya. Haus kekuasaan.
Amerika beri contoh. Stabilitas nomor satu. Demokrasi ngga pernah berarti bebas menjarah. President Trump menurunkan “Federal Stromtroopers” (militer tanpa insignia) menggebuk rioters. Stabilitas adalah ruang inkubasi demokrasi. Ngga ada demokrasi di situasi anarkis.
Duel ini adalah perkelahian dua oligarkhi. Sama-sama oligarkhi. Yang satu berkuasa. Lainnya ingin berkuasa. Oligarkhi kaya vs. Oligharkhi kere.
Belum tentu oligarkhi yang ngebet ingin berkuasa lebih baik dari yang sekarang.
Track record-nya memperlihatkan mereka mengidap Nietzsche’s morality of the slaves. Jangan-jangan mereka akan melahirkan “Kakistocracy” yaitu sistem pemerintahan yang dioperasikan by the worst, least qualified, and most unscrupulous citizens.
American poet James Russell Lowell menyebut “Kakistocracy is for the benefit of knaves at the cost of fools”.
Sebuah kondisi yang menguntungkan para penipu di atas pengorbanan para pendukungnya yang go-block.
THE END