Cegah Stunting di Seribu Hari Pertama Kehidupan, Investasi Bersama Untuk Masa Depan Anak Bangsa

Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam diskusi media masalah pencegahan stunting

Untuk membangun pemahaman tentang strategi pemerintah dalam menangani stunting serta peran lintas agama dalam mendukung penanganan stunting di Indonesia, Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan diskusi media bertajuk Cegah Stunting, Investasi Bersama untuk masa Depan Anak Bangsa di Gedung Kementerian PPN/Bappenas, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (28/5)

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, beberapa peran penting yang dapat diambil oleh masyarakat dan organisasi masyarakat sipil dalam rangka pencegahan stunting. Salah satunya dengan peningkatan kapasitas program pada perangkat daerah, termasuk posyandu, puskesmas, dan dinas kesehatan.

“Kalau bicara prioritas dalam waktu pendek bagaimana dukungan organisasi kemasyarakatan untuk mendukung pelaksanaan program daerah. Kalau bisa turun sampai ke tingkat desa,” ajak Bambang ketika jadi pembicara itu bersama pembicara Ketua umum Nasyiatul Aisiyah Diyah Pusparini, Direktur Eksekutif Perwakilan Persekutuan Pelayanan Kristus Untuk Kesehatan di Indonesia (Pelkesi) Irawaty Manullang, dan perwakilan orangtua Tina Talissa, presenter cantik dan kondang.

Pemetaan kontribusi dari organisasi masyarakat sipil untuk fokus terhadap pencegahan stunting dapat dilakukan, seperti melakukan advokasi kepada pemerintah daerah maupun aparat desa. “Program dari masyarakat sipil bisa masuk. Kita ingin agar masyarakat bisa memberikan info bisa memberikan masukan, apakah advokasi, atau perbaikan gizi, dan kampanye, penguatan kesehatan dan aktivitas mendukung air bersih, banyak sekali bisa dilakukan dan butuh pemetaan jelas,” ungkap Bambang.

Lainnya, lanjut Bambang, tentu biasa dilakukan ke DPR untuk advokasi. Jadi tidak hanya pemerintah pusat. Tapi kita fokus dulu ke pemerintah daerah. Mengingatkan pemda juga. “Jadi menurut saya selain media, harus juga dari pemerintah daerah dan desa.” sambung Bambang.

Perlu juga adanya pendampingan, kata dia, dalam perubahan perilaku masyarakat melalui upaya dalam mendukung promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan kesehatan masyarakat, komunikasi, informasi dan edukasi serta upaya kesehatan berbasis masyarakat.

Sebagai informasi, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis di 1.000 hari pertama kehidupan. Berdasarkan riset kesehatan dasar menunjukkan sekitar 9 juta balita di Indonesia mengalami stunting.

Dampak jangka pendek dari kurang gizi tersebut adalah gagal tumbuh sempurna, berat badan lahir rendah, stunting, dan kurus, juga hambatan perkembangan kognitif dan motorik sehingga berpengaruh pada perkembangan otak dan keberhasilan pendidikan, serta gangguan metabolic sehingga risiko penyakit tidak menular seperti diabetes,        obesitas, stroke, dan penyakit jantung menjadi meningkat.

“Diskusi media ini sangat penting, mengingat media adalah salah satu mitra penting dalam upaya pencegahan stunting, terutama untuk membangun pemahaman masyarakat Indonesia tentang pentingnya seribu Hari Pertama Kehidupan sebagai kunci untuk meningkatkan kualitas pembangunan sumber daya manusia sehingga daya saing bangsa dapat meningkat,” ujar Bambang.

Dalam jangka panjang, lanjut Bambang, stunting menimbulkan kerugian ekonomi sebesar 2-3% dari produk domestic bruto (PDB) per tahun. Jika PDB Indonesia sebesar USD 13.000 triliun, maka diperkirakan potensi kerugian akibat stunting dapat mencapai USD 260-390 triliun per tahun (Bank Dunia, 2016). Ketika dewasa, anak yang mengalami kondisi stunting pun berpeluang mendapatkan penghasilan 20% lebih rendah disbanding dengan anak yang tidak mengalami stunting.

RPJMN 2015-2019

Untuk itu, kata dia, pencegahan stunting menjadi prioritas nasional pemerintah dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018 dan 2019, mengingat saat ini, 1 dari 3 anak balita Indonesia menderita stunting.

Pada 2018, pemerintah focus melakukan pencegahan dan penurunan stunting di 100 kabupaten/kota    prioritas. Angka tersebut meningkat menjadi 160 kabupaten/kota pada 2019. Dalam pelaksanaannya, penurunan stunting harus dilakukan dengan memperkuat koordinasi lintas sector dan lintas kementerian/lembaga.

Penurunan stunting yang juga merupakan prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, harus sejalan dengan penurunan anemia, bayi dengan berat lahir rendah, bayi dengan berat badan di bawah rata-rata         (underweight), anak dengan berat badan kurang untuk ukuran tinggi badannya (wasting), obesitas, serta peningkatan cakupan ASI eksklusif.

“Mencegah stunting sangat penting untuk mencapai SDM Indonesia yang berkualitas dan pertumbuhan ekonomi yang merata, serta memutus rantai kemiskinan antargenerasi. Komitmen pemerintah daerah sangat penting dalam memastikan program penurunan stunting dapat direncanakan dan dianggarkan dalam dokumen perencanaan di daerah,” paparnya.

Kepala daerah, pinta Bambang, harus turun tangan untuk mengawal dan memantau pelaksanaan setiap kegiatan agar berjalan dengan baik dan tepat sasaran.

Dalam diskusi media tersebut, turut hadir perwakilan Jaringan Lintas Agama (JALA) Cegah Stunting yang diwakili Nasyiatul Aisyiyah dan Persekutuan PelayananKristen untuk Kesehatan di Indonesia (Pelkesi).

Secara independen, JALA mendukung upaya penanganan stunting sebagai agenda utama pembangunan Indonesia dengan melakukan monitoring program percepatan penurunan prevalensi stunting dan advokasi berbasis data. (lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *