Caleg Gerindra Dapil Jakarta VI, Dwi Ratna Ajukan PHPU ke MK

Anggota Fraksi Partai Gerindra Dwi Ratna. foto: internet

Calon anggota legislatif (caleg) DPRD DKI Jakarta Partai Gerindra Dapil Jakarta VI, Dwi Ratna mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK), 17 Mei 2019.

Kuasa hukum Ratna Ramdansyah mengatakan, pengajuan PHPU ke MK itu usai membuat laporan ke Bawaslu DKI Jakarta atas berkurangnya ratusan jumlah suara hasil Pemilu Legislatif (Pileg) 2019.

Obyek gugatan dalam PHPU di MK adalah Surat Keputusan KPU Provinsi DKI Jakarta Nomor : 121/PL.01.7-SD/31/Prov/V/2019 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Peserta Pemilihan Umum Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019 tanggal 17 Mei 2019.

“Khususnya terhadap Perolehan Suara Calon Anggota DPRD DKI Jakarta DAPIL 6 Jakarta Timur atas nama Ichwanul Muslimin Nomor Urut 4 Partai Gerindra DKI Jakarta,” ujar Ramdansyah dalam rilisnya, Jumat (7/6).

Keberadaan laporan sengketa Pemilu yang diajukan ke Bawaslu, kata Ramdan, dimaksudkan untuk memperkuat bahwa Dwi Ratna sudah berupaya menggunakan hak politiknya melalui lembaga yang mendapatkan perintah oleh Undang-Undang Pemilu sebelum ke MK.

“Bawaslu memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa administrasi dan sengketa Pemilu,” ujar Ramdan, Ketua Panwaslu Provinsi DKI Jakarta tahun 2008/2009. Sebagai mantan Panwaslu atau sekarang Bawaslu DKI, Ramdan tentunya memahami tentang penyelesaian masalah Pemilu di Bawaslu.

Merujuk ketentuan Pasal 474 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyebut, kutip dia, Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional, Peserta Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan basil penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada Mahkamah Konstitusi.

Ramdan  menilai, Dwi Ratna mengikuti mekanisme yang diatur MK bahwa untuk melakukan permohonan PHPU harus mendapatkan persetujuan Ketua Umum dan Sekjen Partai. Untuk itu permohonan dimasukan bersamaan dengan permohonan Partai Gerindra di MK pada tanggal 23 Mei 2019 lalu.

Ramdansyah bersama dengan Akhmad Leksono dan Muhajir yang menjadi kuasa hukum Dwi Ratna yang saat ini masih menjabat anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta tengah mempersiapkan semua persyaratan yang diminta MK.

“Syarat-syarat yang masih dikumpulkan dan divalidasi untuk dibawa ke MK ini adalah bukti-bukti terkait perolehan suara di TPS dalam bentuk C1 Plano dan hasil rekapitulasi (DAA1),” paparnya.

Sejauh ini, lanjut dia, selisih suara Dwi Ratna dengan Ichwanul Muslimin hanya terpaut di angka 100 suara saja. “Ini yang akan dibuktikan di MK terkait dengan kerugian yang dialami oleh pemohon,” ujarnya.

Ramdansyah menjelang hari H pemungutan suara pernah mengajukan uji materi terkait dengan persetujuan tanda tangan Ketua Umum dan Sekjen Partai untuk mengajukan permohonan perselisihan Pemilu di MK.

Perkara yang sudah diregsitrasi MK dengan No.29/PUU-XVII/2017 baru saja disidangkan dua kali dalam siang pendahuluan di MK pada bulan April 2019 lalu, namun belum ada tindaklanjut mengenai pengujian undang-undang ini. (lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *