Ketua umum Majelis Ulama Indonesia (Ketum MUI) Sumatera Barat (Sumbar) Buya Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa mengungkapkan negara memiliki banyak lembaga sebagai alat untuk meluruskan informasi, apakah yang berbentuk salah faham, hoaks atau apapun.
semarak.co-Menurut Buya, ancaman senjata dan gertakan penjara, bukanlah bahasa pemimpin bijaksana tapi kepongahan diktator penguasa. Kalau negara sudah menggunakan kekuatan bersenjata dengan gaya ancaman untuk menghadapi berbagai kritikan dan protes rakyatnya, jangan salahkan mereka bila menduga ada suatu kebusukan yang hendak tuan tutupi dari mata mereka
“Cara unjuk kuasa tak akan membuat orang mengerti pesan yang tuan bawa selain peringatan. Jangan coba-coba ganggu saya karena saya punya marwah. Ingatlah, Kalau memang yang disampaikan seseorang adalah kebohongan, maka dia dan narasinya tak akan bertahan menghadapi kebenaran,” sindir Buya Gusrizal seperti dilansir minangkabaunews.com/Sabtu,01/01/2022
Buya, “Jangan memandang rendah rakyatmu karena mereka masih punya rasa untuk membedakan mana daging dan mana lengkuas ketika hendak menelan. Tak perlu tongkat komandomu, seragam kehormatanmu, pangkat keperwiraanmu dan anak buah sangarmu, kamu jadikan alat untuk menunjukkan rasa benarmu. Karena semua itu dibelikan untuk menghadapi musuh negeri ini bukannya untuk mengancam rakyatmu sendiri.”
Mengutip pernyataan MUI Sumbar bahwa kabupaten dan kota se-Sumbar terkait penolakan terhadap Islam Nusantara yang tidak dibutuhkan di Ranah Minang mendapat dukungan dari berbagai lapisan masyarakat Minangkabau.
Seperti diketahui, Pernyataan diterbitkan setelah para ulama se-Sumbar rapat koordinasi daerah (rakorda) di Hotel Sofyan Rangkayo Basa Syari’ah Padang, Sumbar, Sabtu (21/7/2018).
Kali ini datang dari jutaan perantau Minangkabau yang berada di seluruh dunia. Jutaan perantau Minangkabau yang mengatasnamakan Asosiasi Perantau Minang Sedunia mengeluarkan surat pernyataan yang berkolofon Kota Payakumbuh, Senin, 1 Agustus 2018 ini menyebutkan, Islam bagi kami hanya Islam bukan Islam Nusantara seperti dilansir sumbarsatu.com/Rabu, 01/08/2018 17:55 WIB.
Surat pernyataan yang dibubuhi nama Wazri Abdullah Afifi. Ketua Perencana Asosiasi Perantau Minang sedunia ini, merupakan respons terhadap rencana kedatangan Din Syamsuddin, Ketua Dewan Pertimbangan MUI yang datang ke Sumbar untuk membicarakan terkait sikap MUI Sumbar terhadap Islam Nusantara.
(Tapi belakangan, Din membatah tak ada agendanya ke Sumbar dalam waktu dekat). “Jangan paksa kami masyarakat Minang menggunakan istilah Islam Nusantara. Maka, kami sarankan kepada Bapak-bapak yang ingin datang ke Sumbar agar menyiapkan mental yang kuat,” kata Wazri dalam rilisnya, Senin (1/8/2018).
“Seluruh masyarakat Minangkabau baik perantau maupun yang tinggal di kampung halaman tetap kokoh di belakang pernyataan Ketua MUI Sumbar Buya Gusrizal yang tidak akan merubah istilah Islam,” demikian Wazri melanjutkan.
Berikut diturunkan secara lengkap Surat Pernyataan Jutaan Perantau Minangkabau di Seluruh Dunia yang bertarikh, Kota Payakumbuh, Senin, 1 Agustus 2018 dengan penyuntingan sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
Pernyataan Jutaan Perantau Minangkabau di Seluruh Dunia
Islam bagi kami hanya Islam bukan Islam Nusantara.
Surat untuk Bapak-bapak yang ingin datang ke Ranah Minangkabau untuk membujuk masyarakat Minang agar menerima Islam Nusantara.
(Kami mohon maaf kepada Saudara kami di seluruh pelosok Tanah Air….kami terpaksa berkata Minang hanya untuk mempertajam tuntutan bahwa Islam Nusantara tidak diperlukan umat manusia dan supaya pencipta serta pendukung Islam Nusantara SADAR sebelum nasi jadi bubur. Masyarakat Minang tidak akan meninggalkan Saudara kami sebangsa yang terkapar akibat permainan manusia aneh dan tidak peduli Islam).
Kepada:
Yth Bapak-baak pendukung Islam Nusantara yang ingin datang ke Ranah Minangkabau.
Bapak datang, kami berpikir.
Siapkan mental Bapak dalam menghadapi tekat bulat sepenuh jiwa kami yang tidak akan bisa digoyahkan oleh ancaman sekejam apapun. Mengenai Islam kami hanya patuh kepada Allah Swt. Agama yang diridai Allah Swt hanya Islam bukan Islam Nusantara (Al Maidah 3, Al Shaf 7 , Ali Imran 19 dan 85)
Kami tidak peduli MUI Pusat atau siapapun mereka, apakah kami diancam dengan kuali besar berisi minyak mendidih, apakah di tangan mereka ada meriam pencabut nyawa, kami tidak akan mundur, apakah di tangan mereka kekuasaan pencopot jabatan, kami tidak gentar.
Dengarkan wahai penguasa/MUI Pusat!
MUI Sumbar yang ketuanya Buya Gusrizal Gazahar adalah wakil seluruh masyarakat Minangkabau telah memutuskan kami masyarakat Minangkabau tidak mengenal Islam Nusantara, biarkanlah kami berprinsip seperti itu.
Kami semua masyarakat perantau Minangkabau di lima benua berdiri teguh membela Ketua MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar, karena kami tahu ulama Minangkabau bukan ulama lapar jabatan, bukan ulama penggadai akidah, bukan ulama penjual reputasi dengan 2 trilliun, bukan ulama pendukung penista, bukan ulama yang sok toleran (berkata hanya muslim anti-NKRI, menuduh hanya muslim anti-Kebinnekaan, berkoar hanya muslim anti-Panca Sila, berteriak hanya muslim intoleran).
Jangan paksakan kepada kami masyarakat Minang untuk ikut setuju Islam Nusantara, bagi kami Islam adalah Islam, hormati hak asasi kami masyarakat Minangkabau dalam menentukan jalan akhirat kami.
Kami tahu di dunia iblis ada Islam Arab, ada Islam Grup Penista, ada Islam Abangan, ada Islam KTP, ada Islam sok toleran, ada Islam Nasi Uduk dan seterusnya.
Di sini kami tegaskan: kami masyarakat Minang 100% beragama Islam kalaupun ada orang yang murtad, sesuai hukum adat si murtad tersebut dibuang sebagai orang Minangkabau otomatis terpecat sebagai orang Minangkabau walaupun nenek moyangnya lahir di Sumbar (apakah penganut Islam Nusantara dibuang juga? Kita belum tahu, siapa tahu kelak? kita tidak tahu).
Kata Adat
Adat basondi syarak, syarak basondi kitabullah. Artinya adat Minangkanau mengikuti aturan agama, agama itu adalah Islam bukan Islam Nusantara.
Memang adat Minangkabau dicipta oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Datuk Ketamanggungan beratus-ratus tahun lalu, tapi dengan kesepakatan masyarakat Minangkabau diputuskan adat Minang dikokohkan wajib mengikuti ajaran Islam terutama sesudah Perang Paderi 1821 -1837 kelompok penjajah kalah walaupun Tuanku Imam Bondjol dijebak penjajah dan ditangkap.
Hubungan adat dengan Islam adalah “Syarak mangato adat mamakai”. Artinya apa perintah agama harus dikuti oleh adat.
Jika ada Bapak-Bapak pendukung Islam Nusantara ingin datang ke Sumbar untuk membujuk atau mengancam masyarakat Minang agar setuju dengan Islam Nusantara lebih baik berpikir beribu kali, seperti yg dikatakan Wakil Ketua MUI Bapak “ZT” bahwa penolakan konsep Islam Nusantara oleh MUI Sumbar menyalahi khittah dan jati diri MUI. Kami masyarakat Minang mempunyai khittah dan jati diri berdasarkan Islam bukan Islam Nusantara.
Ketua MUI Pusat K H “MA” mengatakan akan menegur pihak MUI Sumbar yang menolak konsep Islam Nusantara, sang ketua menambahkan bahwa MUI provinsi wajib mematuhi aturan MUI Pusat (detik.com).
Aturan pada masyarakat Minangkabau: “Raja adil raja dipatuhi, raja tidak adil raja disanggah.”
Dengarlah wahai penguasa! Kami semua masyarakat Minangkabau berdiri teguh mendukung dan akan membela Ketua MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar yang mengatakan:
“Kami teguh menjaga Ranah Minang tempat kami menghirup udaranya, meneguk airnya, kami merasakan detak nadi kehidupannya, karena kami hidup di tengah masyarakat, maka kami bertanggung jawab mengatakannya bahwa negeri kami tidak membutuhkan istilah Islam Nusantara.”
Kalau Bapak-bapak ingin menjaga kesatuan umat, maka jangan mencari -cari penyakit demngan mencipta Islam Nusantara. Kami ingin bertanya: “Apa untungnya membuat istilah Islam Nusantara? Apakah ingin dipuji kafir? Apakah ingin disanjung oleh musuh Islam? Apakah ingin dipuja oleh intelijen musuh Islam? Apakah ingin dapat uang dua triliun? Semua di atas kita tidak tahu.
Jangan paksa kami masyarakat Minangkabau menggunakan istilah Islam Nusantara.
Saran untuk Bapak-bapak yang ingin datang ke Sumbar
(Kabarnya tuan Prof. DS mau datang ke Sumbar )antara lain:
Seluruh masyarakat Minangkabau, baik perantau maupun yang tinggal di kampung halaman tetap kokoh di belakang Ketua MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar yang tidak akan mengubah istilah Islam
Dengan Islam Nusantara, kami tidak peduli walaupun ia adalah utusan presiden sekalipun. Kami masyarakat Minangkanbau tidak akan menyerah. Oleh sebab itu Bapak undurkan saja untuk mengunjungi Ranah Minang. Ibarat pepatah: “Tersesat biduk dibelokkan, tersesat kata dipikirkan.” Bagi masyarakat Minangkabau, pepatahnya: “Sekali layar dikembangkan selama itu kebenaran ditegakkan.”
Bapak-bapak belajar dulu sejarah adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Syarak yang dimaksud adalah agama Islam bukan Islam Nusantara. Di ranah Minangkabau Islam tidak akan digadaikan walaupun ditawar dengan emas sebesar Gunung Uhud.
Kami masyarakat Minangkabau tidak akan bermain-main dengan agama Islam. Buya Hamka memilih penjara dari pada mencabut fatwa. Dengan tekat yang sama dengan Buya Hamka, kami seluruh masyarakat Minangkabau memilih penjara daripada menyetujui Islam diubah menjadi Islam Nusantara.
Ada istilah di Minangkabau “Syarak mangato, adat mamakai.” Syarak itu adalah Islam bukan Islam Nusantara. Artinya adat Minangkabau tunduk kepada perintah agama Islam bukan Islam Nusantara.
Kesimpulan:
Lebih baik kita pelihara persaudaraan sebangsa dan setanah Air daripada memaksa masyarakat Minangkabau untuk setuju menerima Islam Nusantara.
Terima kasih.
Maaf lahir batin
Payakumbuh 1 Agus ’18
Ketua Perencana Asosiasi Perantau Minang Sedunia
Dr. Wazri Abdullah Afifi Ph.D, MBA, MICR.
sumber: minangkabaunews.com/sumbarsatu.com di WAGroup Rumah Aspirasi Gerindra (postSenin3/1/2022/djagungbakar)