Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (DK PWI) Pusat mendorong wartawan melakukan penelusuran dan investigasi untuk mengungkapkan kasus kematian enam personel Laskar Front Pembela Islam (FPI) dalam insiden di KM 50 Jalan Tol Jakarta -Cikampek, Senin pagi (7/12/2020).
semarak.co-Apalagi kini sudah menjadi sorotan media internasional pula. Inilah yang menjadi keputusan rapat daring (dalam jaringan) atau online DK PWI, Selasa petang (8/12/2020). Rapat dihadiri Ketua DK PWI Ilham Bintang, Sekretaris Sasongko Tedjo, dengan anggota Tri Agung, Asro Kamal Rokan, dan Nasihin Masha.
Ilham Bintang menegaskan, DK PWI Pusat perlu membuat pernyataan untuk mengurangi keraguan wartawan dalam mengungkap kebenaran, terkait kasus bentrokan antara aparat Polri dengan Laskar FPI.
“Pernyataan ini perlu untuk mengurangi keraguan wartawan dan media massa agar dalam melakukan investigasi terhadap peristiwa penembakan di Tol Cikampek,” tegas Ilham dalam rilis yang dilansir melalui WAGroup pengurus PWI bernama Guyub PWI Jaya, Selasa (8/12/2020).
Asro Kamal Rokan menambahkan, langkah wartawan untuk mengungkapkan kasus penembakan enam anggota FPI di tol Cikampek bukan untuk mencari siapa salah dan siapa benar.
“Itu melainkan untuk menjalankan fungsi pers yang sesungguhnya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Indonesia. Semagat kita menjaga kemerdekaan pers, menaati kode etik dan kode perilaku wartawan,” tambah Asro Kamal Rokan.
Tri Agung menjelaskan dalam buku Sembilan Elemen Jurnalisme: Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan Yang Diharapkan Publik (Yayasan Pantau, 2006), Guru jurnalislistik Bill Kovach dan Tom Rosentiel mengingatkan elemen dasar jurnalistik yang seharusnya dipatuhi oleh seorang wartawan.
Elemen itu pada perkembangannya bertambah menjadi sepuluh dengan masuknya jurnalisme warga. “Namun, hal utama yang tidak boleh dilupakan wartawan adalah kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran,” ulasnya.
Selain itu, kutip dia, Bill dan Tom mengingatkan pula, loyalitas pertama jurnalisme itu pada warga dan wartawan seharusnya berdisiplin dalam memverifikasi data dan informasi yang diperolehnya.
Tidak boleh ditinggalkan pula, karena bertanggungjawab pada publik, wartawan harus menjaga jarak yang sama terhadap narasumbernya dan menjadi pemantau yang independent terhadap kekuasaan.
Hal dasar dalam jurnalisme yang dianut banyak wartawan di seluruh dunia itu sebenarnya tersedia pula di Kode Etik Wartawan Indonesia tahun 2006, yang diinisiasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pula, bersama organisasi kewartawanan lain dan Dewan Pers.
Pasal 1 Kode Etik Wartawan Indonesia menegaskan, wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik (pasal 2).
Selain itu, pada pasal 3 dan 4 ditegaskan, wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Terkait dengan peristiwa kematian enam anggota laskar FPI, Senin dini hari kemarin (7/12/2020), sebagai akibat berbenturan dengan kepolisian dengan masing-masing laporan versi Polri atau FPI, Dewan Kehormatan PWI Pusat mendorong wartawan Indonesia untuk dapat mewujudkan keterbukaan informasi sehingga duduk perkara kasus itu terungkap.
Hal ini senada pula dengan pesan Penasihat PWI Pusat Jakob Oetama (1931-2020), dalam buku Pers Indonesia: Berkomunikasi dalam Masyarakat yang Tidak Tulus (Penerbit Buku Kompas, 2004), yaitu Orang membaca surat kabar untuk mencari informasi, yakni informasi yang cukup lengkap.
Sehingga jelas duduknya perkara dan karena itu memberikan bahan informasi yang berarti. Di era saat ini, tambah dia, media bukan hanya surat kabar, tetapi juga media elektronik seperti televisi dan radio, serta media online (dalam jaringan).
Anggota DK PWI Pusat Raja Parlindungan Pane pun menambahkan, pers harus obyektif dan menjunjung tinggi cover both side dan menyampaikan fakta yang terjadi. Pers jangan sampai partisan dan akhirnya PWI terkena imbasnya.
Nashihin Masha menambahkan wartawan harus menjunjung fakta yang ditemukannya, bukan sekadar mengikuti pendapat narasumber. Karena itu, untuk mampu mengungkapkan fakta terkait kasus di tol Cikampek yang sesungguhnya, tak bisa lain, wartawan harus turun ke lapangan.
Sekretaris DK PWI Pusat Sasongko Tedjo mengatakan, dalam melakukan upaya mengungkapkan kebenaran terkait kejadian di tol Cikampek, wartawan tetap harus mengutamakan keselamatannya, terutama dalam situasi pandemi Covid-19 hari ini.
“Tidak ada berita sehebat apapun yang seharga dengan keselamatan jiwa wartawan. Selain itu, ada kepentingan masyarakat dan bangsa yang harus dipertimbangkan pula,” tutupnya. (smr)