Ombudsman Republik Indonesia (RI) mengimbau masyarakat tidak tergoda iming-iming investasi yang menawarkan imbal hasil atau bunga super tinggi yang melebihi ketentuan pemerintah yang diatur Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
semarak.co-Imbauan ini disampaikan Ombudsman RI menyikapi adanya kasus sejumlah orang yang tertipu oleh oknum mantan pegawai Bank Tabungan Negara (BTN) yang viral beberapa hari di media sosial (medsos).
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, pihaknya mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati terhadap ajakan investasi yang sangat menggiurkan. Yang jelas tawaran dengan bunga investasi yang sangat tinggi itu, yaitu sebesar 99,9% terindikasi penipuan.
“Jadi lebih baik datang saja ke lembaga-lembaga keuangan setempat secara resmi dan menanyakannya langsung, jangan tergoda ajakan-ajakan individu apalagi pertemuannya di luar kantor,” kata Hendra usai menggelar pertemuan dengan pihak BTN, OJK, LPS dan Kementerian BUMN di Jakarta Pusat, Rabu sore (8/5/2024).
Dari hasil konfirmasi dan penyelidikan awal yang dilakukan Ombudsman RI bersama OJK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Kementerian BUMN dan pihak BTN, diketahui bahwa perbankan sudah memberikan pernyataan bertanggung jawab untuk mengganti jika secara hukum bank dinyatakan bersalah dan harus menggantinya.
Dikatakan Hendra bahwa para korban menagih tanggung jawab kepada bank sementara perbuatan ini dilakukan oleh oknum mantan pegawai bank yang saat ini sudah divonis oleh pengadilan dengan hukuman penjara.
“Dalam kasus ini yang jelas saya melihat bahwa produk deposito atau tabungan investasi yang diklaim masyarakat itu tidak dikenal oleh BTN. Jadi bukan produknya Bank BTN. Apalagi dengan iming-iming bunga 10% per bulan. Padahal batas paling maksimum 4,5 – 5% per tahun,” ujarnya.
Yeka juga mengungkapkan, bahwa masyarakat yang membuat aduan ke Ombudsman terkait dana investasinya yang raib di BTN ini, ternyata bukan dari kalangan masyarakat tidak mengerti literasi keuangan. “Tadi saya juga sudah dapat penjelasan dari OJK dan LPS karena simpanannya memang dijamin oleh LPS, batas maksimal 4,5-5 persen per tahun, nah ini 10 persen per bulan,” ujarnya.
“Kami telaah juga apakah pelapor ini adalah kelompok masyarakat yang awam atau tidak melek leterasi keuangan, ternyata tidak juga. Bahkan pelapor ini tergolong masyarakat yang sangat teredukasi dan mengerti sekali dengan bisnis di keuangan ini,” demikian Hendra menambahkan.
Atas dasar beberapa temuan tersebut dan diketahui bahwa deposito (tabungan investasi) yang bermasalah itu bukan produk dari BTN, kata dia, maka posisi Ombudsman hanya memastikan agar jangan sampai hal ini terjadi lagi dikemudian hari baik di BTN maupun di perbankan lainnya.
Oleh karena itu pihaknya meminta BTN untuk memitigasi risiko hal ini ke depan agar jangan sampai terulang lagi. Kedua, lanjut dia, Ombudsman juga menghormati proses hukum oleh karena itu Ombudsman melihat bahwa bank BTN bertanggung jawab terhadap persoalan ini.
“Kalau nanti proses hukum membuktikan bahwa itu adalah kelalaian bank maka itu semua akan diganti rugi oleh bank BTN. Jadi tidak usah khawatir kepada masyarakat yang menjadi korban. Namun sebaliknya, jika nanti dalam proses hukum tidak terbukti, maka bank tidak akan menggantinya karena itu murni kesalahan dari oknum,” tegasnya usai pertemuan.
Berkaca dari kasus ini, Ombudsman mengimbau kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati terhadap seluruh upaya mengiming-imingi bagi hasil ataupun investasi dengan keuntungan yang fantastis.
“Kepada masyarakat yang terkena masalah ini Ombudsman menyarankan jangan lagi demo di BTN karena ini lembaga trust, dimana kepercayaan di kedepankan, kalau memang masih belum puas terhadap proses-proses yang ada di BTN kami Ombudsman siap memberikan bantuan,” saran dia.
“Silahkan datang ke Ombudsman, mau demo di Ombudsman juga boleh. Nanti kami akan proses sesuai ketentuan yang berlaku. BTN sangat bertanggung jawab dan tidak usah khawatir kepada Masyarakat,” demikian Hendra dipenutup rilis.
Kesempatan sama Direktur Operational and Consumer Experience BTN Hakim Putratama mengapresiasi upaya klarifikasi yang dilakukan Ombudsman sehingga mengetahui duduk permasalahan yang sebenarnya, bukan hanya berdasarkan laporan masyarakat.
BTN sendiri menghormati proses hukum yang sedang berjalan, kata Hakim, dimana BTN kembali dilaporkan oleh orang-orang yang mengaku sebagai korban dari produk BTN. “Yang mengaku sebagai korban ini mengaku sebagai nasabah BTN,” keluh Hakim.
Jadi ini, nilai dia, merupakan proses yang sedang kami jalani, maka dari itu pihaknya akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan sekarang. “Apa yang terjadi sebetulnya dan apa yang nanti menjadi hak dan kewajiban yang mengaku nasabah dan juga hak dan kewajiban kami selaku BTN,” ujarnya.
Ia mengaku belum bisa memberikan jawaban pasti karena ini masih dalam proses hukum. “Kita inginkan ada penegakan hukum yang seadil-adilnya, kami bertanggung jawab untuk apapun yang terkait dengan nasabah kami, namun dalam hal ini kami juga perlu keputusan hukum terkait tindakan apa yang harus kami ambil terkait kasus yang terjadi saat ini,” tegas Hakim.
Konsultan Hukum Bank BTN Roni Hutajulu yang turut hadir dalam pertemuan melihat dari kaca mata hukum bahwa laporan kepolisian yang dibuat para korban investasi bodong yang mengaku sebagai nasabah BTN itu melanggar prinsip Ne Bis In Idem atau tidak dua kali perkara yang sama bisa diperiksa.
Menurut Roni, kasus ini sebenarnya sudah pernah dilaporkan oleh pihak BTN ke Polda Metro Jaya Februari 2023. “Dan atas laporan itu proses hukumnya sudah berjalan dan mendudukan 2 orang sebagai tersangka, kemudian perkaranya naik ke pengadilan dan sudah mendapatkan putusan inkrah,” ungkap Roni.
“Yaitu menghukum 2 orang tadi yang notabene adalah suami istri, keduanya mantan pegawai bank yang sudah dipecat oleh BTN menjatuhkan putusan yang menyatakan mereka bersalah dan telah dijebloskan ke dalam penjara,” demikian kutip Roni.
Dia menambahkan, adapun modus yang dilakukan oleh para tersangka adalah uang para korban ditransfer ke dalam rekening investor masing-masing di BTN, hanya saja pembukaan rekening itu tidak dilakukan sebagaimana mestinya sesuai prosedur pembukaan rekening bank.
“Tapi yang terjadi adalah semua data nasabah ini terkumpul kepada satu orang, lalu satu orang ini membuka rekening, setelah rekening ini diterbitkan buku rekening tidak diserahkan kepada investor tapi dimanfaatkan sendiri dia pegang ATM lalu semua dananya ditranfer ke rekening pribadinya sendiri. Itu modusnya,” tutup Roni. (smr)