Bukan Susu Anak, Kemenkes Taruh Perhatian pada Iklan Susu Kental Untuk Anak

ilustrasi susu kental manis

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menaruh perhatian pada iklan susu kental manis, beberapa bulan terakhir. Penyebabnya, visual iklan susu kental manis terkesan menganjurkan masyarakat untuk mengonsumsi susu kental manis sebagai minuman susu. Padahal, jika diperhatikan lebih lanjut, susu kental manis adalah produk susu yang berfungsi sebagai bahan tambahan dalam masakan.

Direktur Bina Gizi Kemenkes Doddy Izwardy menegaskan, susu kental manis digunakan hanya untuk industri kue atau topping makanan. Pada iklan susu kental manis, kata Doddy, terdapat informasi yang tidak tepat dan sebaiknya di evaluasi.

Psikolog Erfiane Suryani Cicillia mengatakan, iklan dengan segala daya tariknya mampu menghipnotis orang. Saat melihat, lanjutnya, otak akan memproses informasi dan berbuah pada perilaku. Iklan susu kental manis misalnya, yang menggambarkan sebuah keluarga yang memulai hari dengan segelas susu kental manis.

“Bila iklan ini seringkali menerpa anak-anak, maka anak  akan semakin ingin. Kemudian anak akan semakin menuntut. Tahap terakhir, informasi ini akan menetap. Anak akan senang, suka sekali akan produk itu,” kata Erfiane dalam rilisnya, Selasa (6/3).

Lembaga kajian media, Remotivi di akhir 2017 mengkritik sejumlah iklan susu kental manis yang tayang di televisi dalam 5 tahun terakhir. Lembaga kajian ini melihat, konsumsi dua gelas susu kental manis setiap hari diiklankan sebagai hal baik untuk mendapatkan asupan nutrisi yang maksimal.   Sementara, jika dilihat komposisinya, ajakan minum 2 gelas susu kental manis per hari sama saja dengan undangan bagi diabetes dan obesitas.

Tak hanya itu, iklan-iklan ini membingkai susu kental manis menciptakan keluarga yang bahagia, keluarga yang harmonis. Sebanyak 19 dari 23 iklan susu kental manis memakai setting keluarga. Penggambaran  ini dipakai untuk menegaskan kondisi ideal bagi tumbuh kembang anak, yaitu keluarga.

Secara tidak langsung, iklan ini mengarahkan susu kental manis adalah produk untuk konsumsi keluarga dan anak. Dengan tegas REMOTIVI mengatakan ada pelanggaran etika dalam beriklan mengingat produk tersebut seharusnya tidak ditujukan untuk anak-anak.

Aktivis konsumen pada YLKI Yogyakarta Purnawan Kristanto mengatakan, di banyak negara termasuk Indonesia, iklan yang paling sering muncul pada acara yang ditujukan untuk anak-anak adalah kateogri pangan.

Kenyataan ini tak dapat dianggap sepele karena iklan bisa membentuk pola makan yang buruk pada masa anak-anak.  Padahal makanan yang dikonsumsi pada masa anak-anak ini akan menjadi dasar bagi kondisi kesehatan di masa dewasa dan tua nanti.

Selain itu, penelitian LP2K juga menunjukkan bahwa waktu menonton anak di Semarang, rata-rata 4 jam/hari.  Di Bogor, anak-anak yang obesitas menonton TV selama 4,65 jam/hari dan anak yang tidak obesitas 3,13 jam per hari. Padahal idealnya tidak lebih dari 2 jam/hari.  Penelitian ini mendukung hasil penelitian di AS bahwa ada kecenderungan anak-anak meluangkan waktu untuk menonton TV lebih banyak daripada kegiatan apapun lainnya kecuali tidur.

Mengingat derasnya terpaan iklan terhadap anak-anak, sudah sepatutnya juga diperlukan  peraturan periklanan untuk anak-anak. “Sayangnya masalah iklan untuk anak-anak ini belum diatur secara spesifik dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen no 8/1999.  Padahal di negara-negara maju yang “lebih kapitalistik” dari Indonesia, mereka sudah lama peduli pada nasib anak-anak dan mulai membatasi iklan pada acara TV anak-anak,” jelas Purnawan.

Dikutip dari situs resmi www.lembagakonsumen.org, sejumlah negara yang telah menerapkan aturan ketat tentang periklanan adalah  Swedia dan Norwegia yang melarang iklan untuk anak di bawah 12 tahun dan sama sekali melarang iklan di acara TV untuk anak.  Australia melarang iklan pada acara anak pra sekolah dan menetapkan iklan makanan tidak boleh memberikan penafsiran ganda.

Negara Belgia melarang penayangan iklan 5 menit sebelum dan sesudah acara anak dan iklan permen harus mencantumkan gambar sikat gigi. Negara Denmark dan Finlandia melarang sponsorship di acara anak. Di Denmark iklan snack, minuman ringan dan coklat dilarang mengklaim sebagai pengganti makanan. Negara Inggris menentukan bahwa iklan tidak boleh mendorong konsumsi sesering mungkin. Sedangkan AS mewajibkan setiap iklan makanan harus mendorong agar anak menjadi sadar gizi. (lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *