Viral proses penyembelihan sapi dengan cara ditembak di sebuah Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Dalam keterangan video disebutkan lokasi RPH tersebut berada di Pegirian, Surabaya. Dalam video berdurasi 1 menit itu tampak seorang anak remaja memegang sebuah alat.
semarak.co-Alat itu kemudian di stel sedemikian lalu diarahkan ke kepala sapi yang langsung ambruk. Aksinya ini direkam dan kemudian viral di media sosial. Ini yang namanya Daud Mini penembak jitu.
“Wusshh… langsung guys penembak jitunya Daud Mini guys telah menghabiskan 30 ekor sapi dalam satu jam guys, Daud Mini Guys,” demikian terdengar suara perekam dalam video seperti yang dilihat detikJatim dilansir detik.com, Rabu, 25 Sep 2024 16:18 WIB.
“Bukan lulusan RPH ini guys, lulusan apa Ud, oh tak tahu. Tapi hasilnya guys sekali tembak langsung guys,” demikian suara perekam video melanjutkan. Dalam video tampak kamera juga diarahkan ke sapi yang telah tergeletak. Tak diketahui apakah sapi tersebut masih hidup atau pingsan dan disembelih.
Diketahui bahwa pada proses penyembelihan hewan kurban di Hari Raya Idul Adha memang sering kita jumpai di berbagai tempat, hewan yang akan disembelih mengamuk bahkan lepas sehingga sulit untuk disembelih.
Tidak jarang hewan kurban yang mengamuk mengakibatkan luka pada manusia dan banyak terekam warganet sehingga viral di media sosial. Di antara metode untuk mempercepat proses penyembelihan adalah dengan pemingsanan atau dikenal dengan stunning.
Bagaimana pandangan hukum fiqih terhadap metode yang juga digunakan bukan hanya untuk hewan kurban namun juga industri besar perdagingan? Dalam artikel NU Online berjudul Hukum Stunning atau Pemingsanan Hewan Sebelum Disembelih, dijelaskan bahwa stunning adalah menghilangkan kesadaran hewan yang disembelih.
Sehingga tidak melakukan perlawanan. Metode ini di antaranya dilakukan dengan cara mekanik, listrik, atau kimiawi. Metode mekanik dilakukan dengan misalnya melakukan pukulan tertentu pada lokasi yang menyebabkan hewan melemah dan hilang kesadaran.
Metode listrik, semisal dengan menempatkan elektroda dengan voltase tertentu, yang membuat hewan tak sadarkan diri dan metode kimiawi, misal dengan penggunaan kamar gas. Bagaimana tindakan stunning ini dari sudut pandang fiqih?
Metode pemingsanan atau stunning ini termasuk dalam kategori penyembelihan modern. Syekh Wahbah az-Zuhaily dalam al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu menyebutkan bahwa tidak ada halangan untuk memperlemah gerakan hewan tanpa penyiksaan.
Diketahui kemudian beredar pernyataan yang di akhir tulisan atau artikel menyebut nama sebagai penulis atau yang bertanggungjawab, yaitu Direktur utama Rumah Potong Hewan (Dirut RPH) Surabaya Fajar A. Isnugroho.
Ini dilakukan Dirut RPH Fajar sepertinya untuk merespon video berisi sapi yang terkesan ditembak dalam proses pemotongannya yang beredar secara pesan berantai di media sosial (medsos), terutama WhatsApp (WA) grup.
“Saya juga menerima video ini sejak kemarin yang beredar di grup WA. Saya sangat menyesalkan beredarnya video ini. Yang ada di video itu proses stunning untuk pemingsanan sapi ex import di straining box sebelum dipotong di RPH Pegirian,” cetus Fajar di artikel yang beredar tanpa link berita.
Kesannya sapi mati karena ditembak kepalanya. Padahal, terang Fajar, setelah dipingsankan, sapi dipotong seperti biasa secara syar’i oleh Juru Sembelih Halal (Juleha) RPH Surabaya Jawa Timur. “Nah, sayangnya di video, tidak atau tidak sempat ditunjukkan gambar penyembelihan oleh Juleha,” keluhnya.
Jadi begitulah SOP pemotongan sapi tanpa tali keluh/sapi brahma cross (sapi BX) yang harus dipingsankan dulu melalui proses. “Stunning di kepalanya, kemudian disembelih secara syar’i. Sebenarnya proses ini tidak untuk di videokan,” ujar Fajar.
Dilanjutkan Fajar, “Petugas sudah kita tegur dan saya beri peringatan keras karena melanggar aturan. Saya sudah tegas melarang pendokumentasian video dan foto-foto semua areal operasional pemotongan hewan.”
“Ini menjadi evaluasi kami untuk lebih berhati-hati dan berjanji tidak akan terjadi lagi. Demikian penjelasan saya.Matur nuwun sanget perhatiannya. Maafkan saya nggih,” demikian Fajar menambahkan dalam artikel dalam bentuk tulisan bebas atau bukan rilis yang beredar secara pesan berantai.
Adapun terkait metode ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Fatwa Nomor 12 tahun 2009 menyebutkan bahwa stunning diperbolehkan. Berikut penjelasan Dirut RPH Fajar Isnugroho Proses dengan mengutip keterangan MUI soal penyembelihan didahului pemingsanan tersebut.
Melumpuhkan atau memingsankan hewan sebelum proses penyembelihan dengan cara dibius dan sebagainya adalah diperbolehkan dan dagingnya halal. Bahkan bisa jadi cara ini dianjurkan, sebab lebih meringankan kepada hewan itu sendiri. Rasullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إن الله كتب الإحسان على كل شيءٍ، فإذا قتلتم فأحسنوا القِتْلة، وإذا ذبحتم فأحسنوا الذِّبْحة، ولْيُحِدَّ أحدُكم شفرته، ولْيُرِحْ ذبيحته. رواه مسلم.
Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik dalam segala hal. Jika kalian membunuh (dalam qishah) maka lakuakanlah dengan baik, dan jika kalian menyembelih maka lakukanlah dengan baik, dan hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan parangnya dan permudahlah dalam penyembelihan. (Sahih Muslim, Juz 6, Halaman 72).
Syekh Wahbah al Zuhaili dalam kitabnya al Fiqhu al Islam wa Adillatuhu menyebutkan bahwa tidak ada larangan untuk memperlemah gerakan hewan yang hendak disembelih senyampang tidak ada usur penyiksaan dan dagingnya halal untuk dikonsumsi. (Ibnu Musthafa Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, Juz 4, Halaman 800).
Selanjutnya, MUI (Majelis Ulama Indonesia) juga menyebutkan, stunning atau pemingsanan diperbolehkan dengan beberapa ketentuan:
1). Stunning hanya menyebabkan hewan pingsan atau lemah sementara dan tidak menyebabkan kematian.
2). Penyembelihan pada hewan yang dipingsankan tetap menggunakan prinsip memotong khulqum (tenggorokan), mari’ (kerongkonga).
3). Pemingsanan bertujuan untuk mempermudah penyembelihan, bukan bertujuan menyiksa– dengan segera melakukan penyembelihan. (Fatwa Majlis Ulama Indonesia Nomor 12 Tahun 2009).
Alat yang digunakan hendaknya tidak digunakan bersamaan dengan hewan nonhalal, semata demi menjaga kesucian. Teknis perlakuannya mesti mendapat rekomendasi dan dipantau seorang ahli sehingga syarat di atas terpenuhi, alat yang digunakan aman bagi penyembelih, hewan tetap aman dikonsumsi, serta dalam konteks industri, kualitasnya terjaga.
“Ketentuan di atas mesti tanpa mengabaikan hewan yang disembelih adalah hewan yang halal, serta pelakunya terampil dan tahu tata cara penyembelihan yang sah sesuai fiqih,” jelas Muhammad Iqbal Syauqi, penulis artikel tersebut seperti dikutip dari NU Online.
Sapi Sebelum Disembelih Dipingsankan Dahulu
Berikut kutipan link berita terkait berita viral di atas untuk menjadi dasar menguatkan dalil-dalil yang ada. Seperti dilansir konsultasisyariah.com/ May 26, 2015, di Australia ada model penyembelihan, dengan sapi dipingsankan lebih dahulu atau stunning.
Setelah itu, refleks matanya diperiksa. Jika sudah tidak ada reaksi, baru sapi disembelih. Anehnya jika sapi tidak pingsan setelah stuning, dianggap tidak halal. Mohon tanggapanya?
Zakky
Jawaban: Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du, Allah berfirman menjelaskan tentang batasan binatang sekarat yang boleh dimakan,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya (QS. al-Maidah: 3)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa binatang yang sekarat, apapun sebabnya, baik karena tercekik, terpukul, jatuh, ditanduk, atau diterkam binatang buas. Selama dia bisa disembelih dan mati karena disembelih maka statusnya halal.
Sehingga kecelakaan apapun yang menyebabkan binatang itu sekarat, harus menyisakan hidup. Dalam arti, dia bisa bertahan hidup. Sehingga kita bisa memastikan bahwa binatang ini mati karena kita sembelih, bukan mati karena kecelakaan.
Stunning, membuat pingsan hewan sebelum disembelih hukumnya berlaku sebagaimana ayat di atas. Selama stunning itu tidak membunuh binatang, hanya pingsan, setelah disembelih secara syar’i, maka statusnya halal. Kita simak keterangan Dr. Muhammad al-Asyqar,
إن كانت الصعقة قاتلة فالحيوان موقوذ ، وإن كانت مفقدة للوعي دون أن تقتل ، فإن أُدرك الحيوان بعدها فذبح على الطريقة الشرعية حل، وإن لم يذبح ولكن بدئ بسلخه وتقطيعه دون ذبح فإنه لا يكون حلالا
Jika dipingsankan itu bisa membunuh hewan tersebut, maka statusnya bangkai. Jika hanya menghilangkan kesadarannya, tanpa membunuh, hukumnya dirinci: jika kondisinya masih hidup setelah dipingsankan, maka ketika disembelih dengan cara yang benar, statusnya halal.
Namun jika tidak disembelih, tapi langsung dikuliti, kemudian dipotong-potong, tanpa disembelih, maka tidak halal. (Jurnal Majma’ al-Fiqh al-Islami, edisi X, artikel Dr. Muhammad al-Asyqar).
Keterangan lain juga ditegaskan dalam Qarar (keputusan) Majma’ al-Fiqh al-Islami (International Islamic Fiqh Academy), dari salah satu konferensinya,
الحيوانات التي تذكي بعد التدويخ ذكاة شرعية يحل أكلها إذا توافرت الشروط الفنية التي يتأكد بها عدم موت الذبيحة قبل تذكيتها
Binatang yang disembelih secara syar’i setelah setelah dipingsankan, halal dimakan. Jika semua syarat dalam membuat pingsan terpenuhi, untuk memastikan bahwa hewan yang dipingsankan tidak mati sebelum disembelih.
Kalaupun Tidak Pingsan dan Masih Hidup, Halal?
Justru hukum asal menyembelih adalah tidak dipingsankan. Tapi disembelih dalam keadaan normal, nonstunning. Dan itu yang makruf dilakukan di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mapun kaum muslimin generasi setelahnya.
Selama penyembelihannya memenuhi syarat dan sesuai kriteria penyembelihan yang syar’i, maka statusnya halal. Mengenai tata cara menyembelih, selengkapnya bisa disimak di: Tata Cara Menyembelih Sesuai Sunnah
Penyembelihan Menurut Syariah Vs Barat
Bagi barat, cara penyembelihan yang paling ‘berperikemanusiaan, adalah dengan membuat hewan sembelihan tersebut tidak sadar sebelum disembelih. Metode yang dilakukan melalui cara pemingsanan dengan setrum, bius, maupun dengan cara -yang mereka anggap paling baik- memukul bagian tertentu di kepala ternak dengan alat tertentu pula.
Alat yang digunakan adalah Captive Bolt Pistol (CBV). Dengan cara demikian, hewan yang disembelih dianggap tidak menderita kesakitan karena disembelih dalam keadaan tidak sadar. Di saat yang sama, mereka menyudutkan cara islam dalam menyembelih binatang.
Mereka anggat sangat tidak ‘berperikemanusian’. Akan tetapi, Alhamdulillah, selalu ada titik terang untuk setiap pertanyaan tentang kebenaran Islam. Di bawah ini adalah tulisan yang disadur oleh Usman Effendi AS dari makalah Nanung Danar Dono, S.Pt., M.P., Sekretaris Eksekutif LP POM-MUI DIY dan Dosen Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta.
Melalui penelitian ilmiah yang dilakukan oleh dua staf ahli peternakan dari Hannover University, sebuah universitas terkemuka di Jerman. Prof. Dr. Schultz dan rekannya, Dr. Hazim. Keduanya memimpin satu tim penelitian terstruktur untuk menjawab pertanyaan:
Manakah yang lebih baik dan paling tidak sakit, penyembelihan secara syari’at Islam (nonstunning) ataukah penyembelihan dengan cara barat (dengan stunning)? Keduanya merancang penelitian sangat canggih, mempergunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa).
Pada permukaan otak kecil sapi-sapi itu dipasang elektroda (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG). Microchip EEG dipasang di permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak, untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih.
Di jantung sapi-sapi itu juga dipasang Electro Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih. Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG maupun ECG yang telah terpasang di tubuhnya selama beberapa minggu.
Setelah masa adaptasi dianggap cukup, maka separuh sapi disembelih sesuai dengan Syariat Islam yang murni, dan separuh sisanya disembelih dengan menggunakan metode pemingsanan.
Dalam Syariat Islam, penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam, dengan memotong tiga saluran pada leher bagian depan, saluran makanan, saluran nafas serta dua saluran pembuluh darah: arteri karotis dan vena jugularis.
Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh ternak sapi itu dicatat untuk merekam dan mengetahui keadaan otak dan jantung sejak sebelum pemingsanan (atau penyembelihan) hingga ternak itu benar-benar mati. Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dilaporkan oleh Prof. Schultz dan Dr. Hazim di Hannover University Jerman itu dapat diperoleh beberapa hal sbb:
Penyembelihan Menurut Syariat Islam
Hasil penelitian dengan menerapkan praktek penyembelihan menurut syariat menunjukkan:
Pertama, pada 3 detik pertama setelah ternak disembelih (ketiga saluran utama terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih itu, tidak ada indikasi rasa sakit.
Kedua, pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara bertahap yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak) hingga sapi-sapi itu benar-benar kehilangan kesadaran. Pada saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.
Ketiga, setelah 6 detik pertama itu, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar.
Hal ini merupakan refleksi gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Pada saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak naik, tapi justru drop (turun) sampai ke zero level (angka nol). Hal ini diterjemahkan oleh kedua peneliti ahli itu bahwa: “No feeling of pain at all!” (tidak ada rasa sakit sama sekali!).
Keempat, karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi bagi manusia. Jenis daging dari hasil sembelihan semacam ini sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.
Penyembelihan Cara Barat
Penyembelihan metode stunning menampakkan hasil sebaliknya,
Pertama, segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh dan collaps (roboh). Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi, sehingga mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat pula dengan mudah disembelih tanpa meronta-ronta, dan (tampaknya) tanpa (mengalami) rasa sakit. Pada saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit, tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning (pemingsanan).
Kedua, segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG. Hal itu mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul dengan pistol, sampai jatuh pingsan).
Ketiga, grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang luar biasa, sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik dari dari seluruh organ tubuh, serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.
Keempat, karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka darah itu pun membeku di dalam urat-urat darah dan daging, sehingga dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), yang dengan demikian menjadi tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia.
Disebutkan dalam khazanah ilmu dan teknologi daging, bahwa timbunan darah beku (yang tidak keluar saat ternak mati/disembelih) merupakan tempat atau media yang sangat baik bagi tumbuh-kembangnya bakteri pembusuk, yang merupakan agen utama merusak kualitas daging.
Bukan Ekspresi Rasa Sakit!
Meronta-ronta dan meregangkan otot pada saat ternak disembelih ternyata bukanlah ekspresi rasa sakit! Sangat jauh berbeda dengan dugaan kita sebelumnya! Bahkan mungkin sudah lazim menjadi keyakinan kita bersama, bahwa setiap darah yang keluar dari anggota tubuh yang terluka, pastilah disertai rasa sakit dan nyeri. Terlebih lagi yang terluka adalah leher dengan luka terbuka yang menganga lebar…!
Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim justru membuktikan yang sebaliknya. Yakni bahwa pisau tajam yang mengiris leher (sebagai syariat Islam dalam penyembelihan ternak) ternyata tidaklah ‘menyentuh’ saraf rasa sakit.
Oleh karenanya kedua peneliti ahli itu menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa sakit, melainkan sebagai ekspresi ‘keterkejutan otot dan saraf’ saja (yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras).
Mengapa demikian? Hal ini tentu tidak terlalu sulit untuk dijelaskan, karena grafik EEG tidak membuktikan juga tidak menunjukkan adanya rasa sakit itu. Subhanallah… Memang selalu ada jawaban untuk setiap pertanyaan tentang kebenaran Islam. Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com). (net/smr)
sumber: WAGroup BHINNEKA TUNGGAL IKA 100% (postRabu25/9/2024/ulfaunge/buyahyulnaidi)