BNI Syariah Bidik Pertumbuhan Pembiayaan Hingga 20 Persen

JAKARTA-Direktur Utama BNI Syariah Imam Teguh Saptono menuturkan bahwa pertumbuhan pembiayaan yang cukup agresif itu akan ditopang dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) di level yang sama, yakni 17 s.d. 20 persen.
Pertumbuhan DPK diharapkan juga diperkuat dengan dana pemerintah hasil penerbitan surat utang syariah (sukuk) tahun ini. Pemerintah berencana mendongkrak penerbitan sukuk untuk menambah alternatif pembiayaan program-program pembangunan.

“Ketika ditunjuk jadi bank syariah yang menjadi bank persepsi pada tahun 2016, kami belum terlalu optimal. Sekarang kami mulai gencar dan banyak juga menyimpan dana pemerintah, termasuk pemerintah daerah.Dana dari penerbitan sukuk oleh Pemerintah, sebaiknya ditempatkan di perbankan syariah,” katanya setelah penandatanganan nota kesepahaman tentang sinergi pendayagunaan harta wakaf, zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya, di Jakarta, Selasa (10/1).

Di awal 2016, BNI Syariah juga menargetkan pertumbuhan pembiayaan yang cukup agresif, 15 s.d. 20 persen. Namun, pada bulan Oktober 2016, Imam melihat target pertumbuhan pembiayaan 2016 tersebut sulit tercapai karena pertumbuhan ekonomi domestik belum sekencang yang diharapkan. Misalnya, untuk lini pembiayaan perumahan atau kredit pemilikan rumah (KPR), pelonggaran rasio “Loan to Value” dinilai baru akan berdampak pada tahun 2017.

Pembiayaan perumahan BNI Syariah diharapkan tumbuh 15 persen pada tahun 2017 setelah pada 2016 diperkirakan 10 s.d. 12 persen. Harapan pada KNKS Dengan terbentuknya Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), Imam berharap perbankan syariah dapat tumbuh pesat.

Ia mengharapkan harmonisasi kebijakan antarotoritas, baik antara Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan juga Kementerian Keuangan. Misalnya, untuk pengenaan pajak pada deposito perbankan syariah. Menurut Imam, tarif pengenaan pajak pada deposito syariah perlu diperlonggar dan mengikuti skema pajak pada reksa dana dan saham.

Saat ini, pajak deposito syariah masih mengikuti skema pajak pada deposito konvensional, yakni sekitar 20 persen. Jika mengikuti skema pajak reksa dana atau saham, tarif pajak dapat berkurang hingga 5 persen sehingga akan mendorong pertumbuhan bisnis syariah. “Pajak deposito syariah lebih cocok menggunakan skema, seperti reksadana dan saham, karena fluktuasi pada deposito syariah yang tidak tetap. Jika pajak skema reksa dana diterapkan ke deposito syariah, partisipasi masyarakat akan meningkat di bank syariah,” ucapnya. (ilc/lin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *