Aparatur Sipil Negara (ASN) harus bangga untuk hidup sederhana, ikhlas dan berwawasan luas, karena ASN pelayan Masyarakat. ASN juga harus memiliki kecintaan terhadap instansi tempatnya mengabdi, dalam hal ini BKKBN dan juga cinta tanah air. Juga harus mempunyai nilai yang dijunjung bersama yang dikemas dengan akhlak.
semarak.co-Demikian Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto dalam pembukaan kegiatan Pelatihan Pembekalan ASN bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahun 2024 secara daring melalui zoom meeting dari Jakarta, Senin (26/2/2024).
dr Hasto mengatakan, dengan akhlak yang baik ASN akan mempunyai dampak yang juga baik bagi lingkungan di sekitarnya. Kita terbantu dengan teknologi, tapi kita juga jenuh dengan teknologi. Seperti di Jepang, dengan internet dan teknologi yang luar biasa membawa dampak bahwa seolah-olah peran manusia dinomor duakan.
“Manusia kalah dengan teknologi. Jepang menyadari maka negara itu membuat transformasi yang masih mengutamakan manusia sebagai komponen utama. Mereka mengedepankan nilai kemanusiaan yang tidak dapat ditinggalkan,” ujar dr Hasto dalam paparannya.
Kepada PPPK yang mengikuti pelatihan ini, dr Hasto berpesan agar mereka berorientasi pada pelayanan yang memiliki penghayatan dan empati yang tinggi. Mereka hendaknya mampu membayangkan menjadi sosok yang dilayani.
“Banyak cara untuk menghayati. Sementara berakhlak dimaknai sesuatu yang akuntabel sebagai core values. Hendaknya juga memiliki sifat jujur, disiplin, tanggung jawab, dan integritaas yang tinggi. Intinya jujur dan cermat,” ujar dr Hasto dirilis humas usai acara melalui WAGroup Jurnalis BKKBN, Selasa (27/2/2024).
Pelatihan Pembekalan ASN bagi PPPK tahun 2024 ini dilaksanakan pada sembilan titik penyelenggaraan dengan 35 angkatan yang dibagi menjadi 40 orang perangkatan. Dilaksaanakan selama periode 26 Februari – 8 Maret 2024. Jumlah keseluruhan peserta sebanyak 1.402 orang.
Adapun kurikulum pengenalan nilai dan etika pada instansi pemerintah atau BKKBN dilaksanakan selama tiga hari secara e-learning. Setelah itu peserta melaksanakan pelatihan dengan Kurikulum pengenalan fungsi dan tugas ASN struktur materi orientasi dilaksanakan selama 15 hari melalui MOOC LAN RI yang dilaksanakan secara mandiri dan akan dilaksanakan tanggal 13 Maret – 3 April 2024.
Dalam Pembukaan Pelatihan ini tampak ikut hadir Pelaksana tugas (Plt.) Deputi Bidang Latbang BKKBN Ukik Kusuma Kurniawan dan Kepala Pusat Pelatihan dan Penndidikan BKKBN Lalu Makripuddin.
dr Hasto berpesan, together everyone achieve more, kecerdasan individu jauh lebih rendah dari kecerdasan tim. Maka, rubah mindset anda. Kalau mindset tidak bagus pasti kinerja tidak bagus, penampilan juga tidak bagus. Cara penampilan bagus adalah dengan cara merubah mindset, gen diubah, itulah revolusi mental.
“Buatlah mental menjadi model yang baik untuk kita lakukan bersama. Harus punya cita-cita berpikir yang besar. Punyailah cita-cita keluar dari zona nyaman. Silahkan punya zona imajiner untuk membuat berenergi lebih tinggi, itu disebut tegangan kreatif. Dialog dan diskusi juga penting dan harus dilaksanakan seimbang,” tutupnya.
Di bagian lain rilis, di bawah sinar mentari yang tidak malu menunjukan parasnya, para punggawa percepatan penurunan stunting Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Tengah mengunjungi dari rumah ke rumah lima keluarga berisiko tengkes (stunting), beberapa waktu lalu.
Mereka tersebar di empat desa di Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi. Jaraknya tidak begitu jauh dari ibu kota provinsi. Empat mobil beriringan berkompaskan ibu-ibu Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) Kecamatan Marawola, menyusuri jalan Poros Palu-Bangga.
Tujuan pertama adalah Desa Beka. Tim singgah di salah satu rumah berdinding beton berpagar kayu tepat di pinggir jalan wilayah Dusun II. Rumah itu adalah hunian seorang kader KB yang kerap menjadi basecamp pelaksanaan kegiatan posyandu maupun Bina Keluarga Balita (BKB).
Di depan teras rumah dengan pemandangan dua ekor burung dalam sangkar serta pekarangan yang penuh dengan tanaman pangan hijau seperti daun kelor dan pohon pepaya, telah menunggu Hafiza Humaira, perempuan kecil cantik berkulit eksotis duduk dipangkuan ibunya, Heli Ernawati.
Berlawanan arah dengannya ada Afzal, bocah laki-laki berkulit terang berkaos putih yang adem ayem bersender ke tubuh ibunya, Ariyanti. Dari mata memandang, sepintas memang tidak ada yang aneh dengan kondisi kedua Balita ini.
Namun Hafiza yang berusia 1 tahun 11 bulan berat badannya hanya 7.92 kilogram (kg) dan tinggi badan 77.5 sentimeter (cm). Begitupun Afzal di usia genap 1 tahun pada 16 Februari 2024 masih di timbangan 7.6 kg dan tinggi badan 69 cm.
Pertumbuhan Hafiza dan Afzal Masih tergolong lambat atau berada di zona tengkes jika disandingkan dengan usia anak sebayanya. Dari panduan berat badan ideal anak sesuai umur (BB/U) yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010.
Ini mengenai Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, berat badan balita perempuan usia 1 tahun 6 bulan idealnya berkisar di 8.1 – 13.2 kg. Sementara balita laki-laki di usia yang sama idealnya 8.8 hingga 13.7 kg.
Heli Ernawati, perempuan berusia 34 tahun, mengatakan lambatnya pertumbuhan Hafiza karena nutrisi tidak terpenuhi akibat gerakan tutup mulut. “Kadang satu hari cuma satu kali makan,” ungkap ibu lima orang anak sejak ia menikah di usia 18 tahun bersama pria yang kini banting tulang di usaha pemasangan depot air minum.
Sementara kondisi Afzal, menurut kader KB, Andi Ifriani, tuan rumah yang sudah belasan tahun menjadi kader KB, ditengarai karena riwayat anemia sang ibu saat hamil dan jarang membawa balitanya ke posyandu. “Tolong, dikasih tau untuk rajin ke posyandu. Ia jarang ke posyandu,” ungkapnya meminta bantuan personil BKKBN Sulteng agar memberikan saran kepada Ariyanti.
Tengkes masih menghantui banyak keluarga di Desa Beka. Padahal sebagian besar masyarakatnya bercocok tanam dan peternak. Dengan itu mereka memenuhi kebutuhan rumah tangga sekaligus sumber protein untuk mencegah tengkes, seperti Ayah dari Afzal yang mengais rezeki sebagai petani.
Hasil Pemutakhiran Pendataan Keluarga mencatat ada 148 keluarga berisiko stunting di sana, di antaranya 60 pasangan usia subur, enam keluarga dengan sumber air tidak layak, 38 keluarga jamban tidak layak, 88 remaja putri, lima orang calon pengantin, lima ibu hamil kekurangan energi kronik dan 12 ibu menyusui.
Kaki Bukit
Masih ada satu lagi balita berisiko tengkes yang di tengok langsung oleh Kepala Perwakilan BKKBN Sulteng bersama tim. Dari Desa Beka, tim berputar haluan menuju rumah Wilna, warga Desa Sibedi yang berada di kaki bukit, sedikit masuk ke dalam dari jalan poros, berdekatan dengan objek wisata bukit 1 pohon.
Sambil tersenyum, perempuan berhijab itu berdiri di pintu masuk rumah di balik jejeran pakaian yang masih basah tergantung di tali jemuran menyambut kedatangan tim sembari menggendong putranya Fajrum Putra Rizal.
Rumah berpondasi tanah semen memanjang ke belakang itu dikelilingi pagar kayu. Di pintu pagarnya melintang kayu palang selutut yang dibuat untuk menghalangi hewan agar tidak masuk merusak sayur mayur yang tumbuh subur di pekarangan.
Selama tim berbincang dengan sang ibu di ruang tamu berukuran 4×3 meter, Fajrum, Putra Rizal balita berusia 1 tahun 9 bulan, anteng dipangkuan ibunya dengan tatapan mengarah ke tim seakan serius menyimak dialog yang terjadi.
Wilma yang berprofesi sebagai Ibu rumah tangga tidak menyangka jika anaknya yang lahir normal masuk kategori tengkes karena pikirnya tidak ada masalah dengan tinggi badannya yang selalu meningkat setiap di timbang saat posyandu. Fajrum terdeteksi stunting saat berusia 1 tahun 4 bulan. Berat badannya stagnan.
“Kalau untuk standarisasi berat badan dia tidak seperti yang lain, berkisar di antara 6-7 kg tidak turun tapi tidak naik stagnan. Tapi tingginya selalu meningkat,” katanya yang sedang hamil anak keempat dirilis humas BKKBN Pusat usai acara melalui WAGroup Jurnalis BKKBN, Selasa (27/2/2024).
Ada banyak faktor penyebab tengkes. Faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik, terutama pada perilaku dan praktik pemberian makan kepada anak, juga menjadi penyebab anak tengkes apabila ibu tidak memberikan asupan gizi yang cukup dan baik. Ibu yang masa remajanya kurang nutrisi, bahkan di masa kehamilan dan laktasi, akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tubuh dan otak anak.
Kepada tiga balita terindikasi stunting tersebut, Kepala BKKBN Sulteng, Tenny C. Soriton yang mengenakan topi bundar menyerahkan paket bantuan pangan yang memiliki kandungan vitamin dan protein. Bantuan pangan itu berisi beras fortifikasi 5 kg, susu UHT, biskuit dan 1 rak telur ayam.
Paket bahan pangan ini berasal dari dana “corporate social responsibility” (CSR) Perwakilan BKKBN Sulteng dari pengumpulan donasi pegawai setiap menjalani perjalanan dinas. Tenny menitip pesan agar bantuan ini dipastikan masuk ke mulut balita, bukan orang lain. “Kasihkan ke anaknya, jangan yang lain. Yang penting anaknya konsumsi,” tuturnya.
Tidak lama, tim bergegas mengunjungi keluarga selanjutnya. Wilma mengantarkan tim keluar pintu rumah sambil melempar senyum dan ucapan terimakasih dengan menggenggam erat bantuan yang diberikan.
Mengidam ekstrem
Selesai sudah pemberian bantuan kepada sasaran balita. Namun misi belum selesai. Di bawah cerahnya langit biru dengan suhu yang menampar kulit, tim melanjutkan perjalanan. Kali ini giliran visitasi Ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK) di Desa Padende.
Pengalaman pertama ibu Nur Fadhila mengandung buah hati. Tinggal di sebuah rumah yang terlihat lebih besar dibanding rumah yang di kunjungi sebelumnya. Tubuh mungilnya yang menopang berat 38 kg menerima kedatangan tim di teras rumah, menggunakan pakaian terusan sambil duduk di atas kursi.
Nur Fadhila adalah warga Padende telah melewati masa mengidam ekstrem. Menjalani profesi sebagai guru di salah satu sekolah swasta di Kecamatan Marawola, postur tubuhnya memang mungil saat belum menikah. Upaya sudah dilakukannya dengan mengunjungi posyandu di saat dirinya tidak masuk kerja atau ke puskesmas.
Tenaga kesehatan di sana sudah memberikan tablet tambah darah dan kalsium laktat untuk mengkoreksi kondisi KEKnya yang dibuktikan dengan ukuran Lingkar Lengan Atas (Lila) 21.5. Namun seringkali ia melewatkan konsumsi vitamin itu, karena alasan lupa atau ketiduran. “Tablet tambah darah minum malam, tapi biasanya sudah tertidur, lupa,” ungkapnya.
Tengkes pada balita dipengaruhi oleh riwayat gizi ibu seperti KEK dan anemia gizi besi (AGB) selama masa kehamilan. KEK dapat dilihat pada kondisi ibu saat hamil yaitu ukuran Lila, indeks massa tubuh dan tinggi badan.
Pertumbuhan janin yang jelek dari ibu hamil dengan keadaan KEK akan menghasilkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Ini berisiko stunting. Batas nilai normal yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI untuk pengukuran Lila adalah 23,5 cm.
Kondisi yang sama juga di alami Ibu Jumianti. Masih di desa yang sama, namun letaknya jauh dari keramaian, kurang lebih 1 kilometer dari jalan poros. Untuk ke sana, tim melewati hamparan kebun cabe dan jagung di kedua sisi jalan yang belum beraspal dan berada di kemiringan kaki bukit.
Rumahnya bercat ungu persis di sebelah kiri jalan yang cukup curam tanjakannya. Pekarangannya begitu luas. Di sisi depan dan samping ditumbuhi buah-buahan dan sayur. Terdengar suara ayam bersahut-sahutan. Ternyata asalnya dari belakang rumah yang nampak kandang ayam.
Disambut hangat Ibu Iin Jumianti bersama suami, tim langsung berdiskusi menanyakan kabarnya yang sedang hamil 6 bulan. Katanya, kondisinya mulai membaik ditunjukkan dengan kenaikan berat badan setelah susah makan di awal kehamilan karena mengidam ekstrem, meskipun Lila dari hasil pengukuran terakhir berada di 21 cm.
Tim memberikan paket bantuan ibu hamil berupa beras fortifikasi 5 kg, telur ayam 1 rak, susu ibu hamil dan biskuit. Kunjungan ini tidak berhenti sampai di situ. Tim akan terus memonitoring dan memberikan bantuan lanjutan bersama dengan mitra lainnya yakni PT. Bosowa dan Universitas Alkhairaat yang belum berkesempatan hadir pada saat itu.
Kerjasama ini terjalin dalam program terpadu percepatan penurunan stunting dan penanggulangan kemiskinan berbasis perangkat daerah atau di sebut program Tangguh Bersinar.
Selain bantuan pangan, upaya lain yang tidak kalah penting adalah selalu memberikan sosialisasi, komunikasi informasi dan edukasi kepada remaja, calon pengantin dan orang tua mengenai pencegahan dan penanganan stunting.
“Dengan dilakukannya sosialisasi atau Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) yang terus menerus, setidaknya akan ada perubahan yang terjadi. Apalagi kepada keluarga yang mapan, mereka butuh sosialisasi,” ujarnya
Kekurangan gizi yang menyebabkan terjadinya tengkes biasanya dikaitkan dengan masalah finansial yang terjadi pada sebuah keluarga. Di kalangan masyarakat kurang mampu, tengkes atau stunting biasanya terjadi karena orangtua tidak bisa memberikan asupan gizi seimbang kepada anaknya di 1000 hari pertama kehidupan si kecil.
Padahal, masalah ini sesungguhnya bisa terjadi meskipun keluarga tersebut berkecukupan atau tidak miskin. Dalam banyak kasus, anak yang berasal dari keluarga mampu bisa terkena tengkes karena orangtua lalai memberikan gizi seimbang pada buah hatinya.
Tim menyudahi kunjungannya di hari libur itu Minggu (25/2/2024). Sekali lagi pesan Kepala Perwakilan agar bantuan tersebut dikonsumsi oleh penerima manfaat dan meminta bantuan Penyuluh KB untuk aktif mendampingi. (smr)