Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merespon disahkannya Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dengan proses membuat sistem Online Single Submission (OSS) versi Omnibus Law UU Cipta Kerja.
semarak.co– Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, mengatakan, sistem itu akan digunakan juga oleh seluruh pemerintah daerah termasuk kabupaten/kota agar terintegrasi dalam kewenangan perizinan usaha sesuai Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) dalam rangka melakukan penyederhanan birokrasi perizinan berusaha.
“Kami yang akan siapkan sistemnya sekaligus. Karena kalau tidak dibuat, nanti ada saja alasan. Tentunya kami akan siapkan pelatihan juga untuk pemerintah daerah,” kata Bahlil dalam rilisnya yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu (14/10/2020).
Hal itu disampaikan Bahlil dalam diskusi secara daring (dalam jaringan) atau online dengan para bupati dan kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Selasa (13/10/2020) yang difasilitasi Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia.
Mantan Ketua Umum HIPMI mengingatkan agar para bupati dapat segera membuat peraturan daerah terkait Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sehingga dapat dimasukkan dan dipetakan ke dalam sistem OSS. “Jadi nanti dalam sistem OSS yang sudah terpetakan RDTR-nya dapat ditentukan izin yang ditolak dan diterima,” katanya.
Ia menuturkan Omnibus Law UU Cipta Kerja memfasilitasi kebutuhan investasi dalam berinvestasi di Indonesia yang selama ini kerap terhambat. Kebutuhan itu yakni kemudahan, kecepatan, kepastian, dan efisiensi.
Melalui UU Cipta Kerja, pemerintah akan menyiapkan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) dalam rangka melakukan penyederhanan birokrasi perizinan berusaha.
NSPK itu nantinya akan memberikan kepastian dan efisiensi dalam pengajuan izin usaha. Bahlil menegaskan bahwa UU Cipta Kerja tidak sedikit pun menggugurkan kewenangan daerah yang ada saat ini. Pemerintah pusat hanya mengatur prosesnya saja, sedangkan kewenangan tetap ada di daerah.
Di pasal 174 poin B, kutip dia, tidak ada satu pun izin usaha yang ditarik ke pusat. Izin tetap di daerah, tetapi disertai dengan NSPK dan prosesnya melalui online dengan sistem Online Single Submission (OSS).
“Tidak ada lagi izin-izin manual. Tapi jika waktu prosesnya melanggar NSPK, maka secara otomatis dianggap menyetujui. Ini agar pengusaha mendapatkan kepastian dan efisiensi,” jelasnya.
Selanjutnya, dia juga menegaskan, UU Cipta Kerja merupakan regulasi pro UMKM. Pemerintah mempunyai kewajiban melakukan penguatan UMKM, salah satunya dengan mengatur proses perizinan UMKM, khususnya Usaha Mikro dan Kecil yang akan menjadi lebih cepat dan mudah.
UMK hanya perlu mendaftar di sistem OSS untuk memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB) yang dapat dijadikan sebagai izin usaha, lanjut dia, di mana NIB tersebut dapat diperoleh dengan waktu tiga jam.
Dalam rangka menindaklanjuti kemudahan perizinan yang diatur dalam UU Cipta Kerja, pemerintah akan menyiapkan Peraturan Pemerintah dan juga Peraturan Kepala BKPM lengkap dengan persyaratan di dalamnya, sehingga akan memperkecil penyalahgunaan dari izin yang diterbitkan.
Penasihat Khusus Apkasi Prof Ryaas Rasyid yang hadir dalam diskusi itu menegaskan penyederhanaan perizinan berusaha merupakan kepentingan semua pihak. Ia berharap agar konsultasi proses izin dapat lebih terbuka, sehingga penyederhanaan pelayanan bisa terwujud.
“Bagi pemerintah di kabupaten, apa pun garis yang diberikan oleh pusat, sepanjang bisa dilaksanakan, mereka akan laksanakan. Saya percaya loyalitas para bupati dengan pemerintah pusat sampai saat ini masih terjamin dan bisa diandalkan,” pesan mantan Menteri Otonomi Daerah era Presiden Gus Dur.
Pelopor otonomi daerah yang memunculkan banyak pemekaran provinsi, kabupaten/kota ini menambahkan, “Jadi tidak usah ragu. Kita tinggal memberikan arahan saja kepada beliau-beliau itu, sehingga mereka mengerti apa saja yang bisa dikerjakan dan di mana batas kewenangan dan tanggung jawabnya.” (net/smr)