Keluarga adalah komponen utama dalam pencegahan stunting. Namun seringkali stunting terjadi bukan karena keluarga abai dan tidak peduli pada anak-anaknya, melainkan pengetahuan dasar mengenai pola asuh yang baik belum dimiliki oleh semua orang tua.
semarak.co-Maka, edukasi cegah stunting dari hulu menjadi prioritas utama pemerintah. Ini terungkap pada Kegiatan Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting digelar di Ponjong, Gunung Kidul, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Minggu (4/2/2024).
Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Dadi Ahmad Roswandi ketika menjadi narasumber dalam acara tersebut menyebutkan bahwa stunting adalah gagal tumbuh kembang pada anak akibat gizi kronis menahun.
Namun, tidak hanya perihal gizi, sanitasi yang tidak bagus juga merupakan penyebab stunting. “Ibu memasak tidak mencuci tangan lalu dimakan anaknya, lalu menyebabkan diare, jika berulang lama kelamaan anaknya bisa stunting,” kata Dadi dalam sambutan.
Ciri-ciri anak stunting pasti pendek, rinci dia, kurang pintar, dan gampang sakit-sakitan. Perlu diwaspadai apabila melihat gejala ini pada anak. Selain itu orang tua juga wajib menerapkan pola asuh yang baik. “Seperti mengoptimalkan ASI eksklusif sampai anak umur dua tahun,” ungkap Dadi dirilis humas usai acara melalui WAGroup Jurnalis BKKBN, Senin (5/2/2024).
Dadi menyebut stunting pada anak bisa dicegah dengan mencukupi asupan protein hewani, seperti telur dan ikan. “Prioritaskan kesehatannya. Jangan kebanyakan makan mengandung pengawet. Jangan biasakan air minum manis yang dapat menyebabkan diabetes,” tukasnya.
Dadi juga menekankan pentingnya pre konsepsi pemeriksaan kesehatan bagi para calon pengantin. “Anemia yang terjadi pada calon ibu dapat menjadi salah satu faktor penyebab stunting,” tutup Dadi.
Ketua DPRD Gunungkidul Endah Subekti Kuntariningsih mengatakan, pernikahan di bawah umur merebak. Hal itu bukan karena miskin, tapi karena pergaulan seks bebas sampai menyebabkan kehamilan.
Biasanya si anak menyembunyikan kehamilannya bahkan sampai lima bulan. Selama masa tersebut, tumbuh kembang janin tidak diperhatikan. “Secara mental saja belum siap jadi ibu, apalagi merawat bayi? Penting bagi orang tua mengecek tanggal haid para anaknya,” ucap Endah.
Menurutnya, selama anak belum dewasa maka masih di bawah tanggungjawab orang tua. Sebisa mungkin buat suasana terbuka antara orang tua dan anak, sehingga mereka bisa dengan nyaman bercerita tentang hidupnya. “Orang tua bertanggungjawab memberi contoh pada anaknya mengenai etika, tatakrama, dan menjaga norma masyarakat,” ungkapnya.
Kepala Perwakilan BKKBN DIY yang diwakili Yuni Hastutiningsih selaku Ketua Pokja Pemberdayaan Keluarga, menyebut bahwa stunting apabila sudah terlanjur terjadi tidak bisa diperbaiki. “Ubun-ubun pada bayi menutup pada usia 24 bulan,” imbuhnya.
Selama belum menutup, terang Yuni, maka risiko stunting masih bisa diperbaiki. Efek dari stunting permanen sampai usia dewasa. “Mencegah stunting bukan hanya tanggungjawab ibu, namun peran ayah tidak kalah penting dalam pengasuhan,” jelas Yuni.
“Kalau mau ibu sayang kepada anaknya, maka ayah harus membahagiakan istrinya. Secara psikologi hal ini saling terkait, sehingga ibu yang bahagia dapat merawat anaknya dengan optimal,” demikian Yuni dipenutup rilis humas BKKBN.
Di bagian lain Tim Pendamping Keluarga (TPK) memiliki peran yang sangat penting sebagai ujung tombak upaya penanganan stunting. Mereka menjadi yang terdepan karena bersentuhan langsung dengan masyarakat di lingkup terkecil di tingkat desa/kelurahan hingga keluarga.
Sehingga mengetahui dengan jelas denyut persoalan yang terjadi. TPK beranggotakan tiga personil, terdiri dari kader KB, PKK, dan bidan/tenaga kesehatan. Sebagai upaya meningkatkan kapasitas pengetahuan dan pemahaman mereka, BKKBN menyelenggarakan Training of Trainer (ToT) Pelatihan Teknis Tim Pendamping Keluarga, secara daring (dalam jaringan) atau online.
Pelatihan diikuti 400 orang dari seluruh Indonesia dibuka Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) Lalu Makhripudin, Senin (05/02/2023). Saat ini sudah ada sekitar 600 ribu anggota TPK dan mereka harus dilatih sehingga meningkatkan kapasitas pengetahuan dan pemahaman mereka terkait penanganan stunting.
“Kami berharap setelah pelatihan TOT ini, segera dilakukan pelatihan di kabupaten dan kota dan dilakukan orientasi bagi Tim Pendamping Keluarga dalam waktu dekat,” ujar Lalu dirilis humas usai acara melalui WAGroup Jurnalis BKKBN, Senin sore (5/2/2024).
Pelatihan ini diadakan untuk mempersiapkan tim fasilitator yang kompeten memfasilitasi Pelatihan Teknis Tim Pendamping Keluarga dalam Rangka Percepatan Penurunan Stunting di setiap provinsi di seluruh Indonesia.
TPK bertugas melakukan penyuluhan, memfasilitasi pelayanan rujukan dan memfasilitasi pemberian bantuan sosial serta melakukan surveilans kepada sasaran keluarga berisiko stunting. “Kita semua memiliki harapan yang banyak pada Tim Pendamping Keluarga untuk dapat mencapai target penurunan stunting,” ujarnya.
Maka, sambung Lalu, menjadi penting bagi BKKBN untuk membekali TPK dengan memberikan penguatan serta peningkatan kapasitas. Menandai upaya itu, awal tahun ini Pusdiklat KKB memulai dengan menyelenggarakan Training of Trainer Pelatihan Teknis Tim Pendamping Keluarga.
Pusdiklat KKB bekerjasama dengan komponen terkait juga telah menyiapkan modul terbaru, yang disusun berdasarkan pertimbangan hasil evaluasi di lapangan. “Modul tersebut telah disusun dengan lebih praktis, tidak teoritis, praktis dan sederhana sehingga makin mudah dipahami,” imbuhnya.
Training of Trainer kali ini diikuti Pejabat Fungsional Widyaiswara Latbang Perwakilan BKKBN Provinsi; Pejabat Fungsional Tertentu di Perwakilan BKKBN Provinsi yang menjadi Tim Kerja Percepatan Penurunan Stunting.
TOT juga diikuti Pejabat Fungsional tertentu yang menangani POKJA Data dan Informasi (Datin), serta Perwakilan Ikatan Penyuluh Keluarga Berencana (IpeKB) tingkat provinsi/PKB Champions dan Satuan Tugas Stunting Tingkat Provinsi.
TOT berlangsung dari 5 – 7 Februari 2024, diselenggarakan dalam sembilan angkatan secara daring. Dilaksanakan di Pusdiklat KKB dan delapan UPT Balai Diklat KKB, yakni Ambarawa, Banyumas, Bogor, Cirebon, Garut, Jember, Malang dan Pati.
“Saya berharap nantinya melalui pelatihan ini bisa menghasilkan tim fasilitator yang kompeten, sehingga bisa memfasilitasi Pelatihan Teknis Tim Pendamping Keluarga dalam rangka percepatan penurunan stunting di wilayah kerja masing-masing,” tutup Lalu. (smr)