Bisnis Properti Jalan, RNI Bangun Kawasan Industri di Bekas Lahan Pabrik Gula

Dirut RNI B Didik Prasetyo (dua dari kanan) bersama direksi lain

PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) berencana membangun kawasan industri di Subang, Jawa Barat, dengan total biaya investasi senilai Rp 3 triliun. Pembangunan kawasan industri tersebut merupakan salah satu pengembangan bisnis yang dilakukan perusahaan pelat merah di bidang perkebunan ini. Utamanya dengan memanfaatkan lahan seluas 3900an hektar bekas pabrik gula yang sudah ditutup per tahun ini.

Direktur Utama RNI B Didik Prasetyo mengatakan, perkembangan bisnis property masih terus jalan. Selain proyek yang menggandeng BUMN karya dengan nama Waskita Rajawali Tower, 17 lantai untuk office atau perkantoran di kawasan MT, Haryono, Jakarta  Timur, ada lagi di Pancoran, kawasan Gatot Soebroto, Jakarta Selatan.

Bedanya, lanjut Didik, proyek ini masih dalam proses perubahan peruntukan pada zoningnya. Apakah untuk gedung pemerintahan, perkantoran, bisnis, atau lainnya. Tapi sudah ada kerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia dan masih persiapan mencari investor juga.

“Kalau proyek yang di Pancoran telah diarahkan untuk jadi bagian transit oriented development (TOD) proyek jalan LRT. Karena itu, sekarang sedang proses perubahan peruntukannya itu. Selain itu, kami rencanakan membangun kawasan industry di bekas pabrik gula di Subang,” ujar Didik di sela acara RNI Economic Outlook Tahun 2018 dalam rangkaian RNI Award di kawasan Serpong, Tangerang, Selatan, Jumat (6/4).

Dirut RNI B Didik Prasetyo

Alasan tidak memberdayakan pabrik gula tersebut, menurut Didik karena infrastruktur yang terbangun di sana sudah sangat menekan untuk mempertahankan sebagai indsustri gula tebu.

“Dari sisi cost, areal itu dibelah oleh tol. Jadi kalau mengangkut tebu ke pabrik harus melewati tol itu. Lalu deket sekali dengan pelabuhan Patimbang yang rencana dibangun pemerintah pusat. Selain itu, deket juga dengan Bandara Kertasakti. Nah, terakhir, gara-gara itu semua, maka membut perkembangan di area sekitarnya jadi sangat pesat, terutama untuk perumahan,” imbuhnya.

Maka, kata dia, kalau dipertahankan tidak akan menguntungkan lagi. Apalagi setahun terakhir, daya saing dengan sesama pabrik gula di situ sudah terasa tidak mampu. Belum kalau harga gula tinggi, maka sebaiknya memindahkan pabrik gula ini ke luar Jawa.

“Kawasan industry ini sudah dapat sinyal investor Jepang yang ditawarkan dari perusahaan BUMN karya. Walau seluruh kebutuhan investasi tersebut berasal dari dana internal perusahaan. Apakah menerbitkan bond atau pinjam bank itu belakangan,” ucapnya.

Baca : Kinerja Meningkat, RNI Gelar Karya Inovasi RNI Award 2018 Untuk Pertahankan Capaian

Untuk kawasan industri ini nantinya akan berkonsep smart industrial area. Nantinya Didik berharap pada 2019 pengerjaan sudah pada tahap pembangunan infrastruktur. “Kalau saat ini saya berharap 2018 selesai semua pembebasanya, nanti 2019 sudah bisa mulai dibangun infrastrukturnya. Tahun 2019-2020 industri mulai masuk kalau industri yang sedang kita jajaki pasarnya tenantnya kemungkinan industri yang di Jepang manufaktur,” katanya.

Sebelumnya perseroan telah berkonsultasi kepada dewan Kawasan Ekonomi Khusus agar kawasan industri tersebut menjadi smart area industri. “Nah nanti dapat green light dari dewan KEK nasional itu nanti arahnya ke mana,” katanya.

Tahun ini, kata dia, RNI sudah menyiapkan belanja modal atau capital expenditure (capex) senilai Rp 4,5 triliun. “Rp 4,5 triliun untuk pengembangan RNI dan grup, kedua untuk investasi rutin terutama yang paling besar rencana membangun kawasan industri di Subang Rp 3 triliun menjadi pengelola,” ungkapnya.

Sedangkan soal rencana pembangunan pabrik gula, terutama yang diluar Jawa diakui sekaligus menjadi semcam relokasi bagi karyawan dan industrinya. Saat ini sudah ada enam tempat disurvei. Diharapkan relokasi ini teta mempertahankan jumlah pabrik gula milik RNI sebanyak tujuh.

“Tapi sebenarnya bukan soal jumlah pabrik, justru kapasitasnya. Biar dua pabrik tapi kalau kapasitasnya jauh lebih besar daripada punya tujuh, maka itu jadi alasan beberapa pabrik gula yang di bawah kapasitas produksi 4000 ribu kami tutup,” tutupnya. (ers)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *