Oleh Ustadz Felix siauw
semarak.co– Mereka yang mulai, mereka yang bikin ramai. Mereka yang bahas, mereka juga yang panas. Yang sudah pasti, ditanya lagi. Yang sudah pas, pengen terus diperas
Itulah yang terjadi, ketika satu pihak berusaha untuk menjadi penafsir tunggal Pancasila. Supaya apa? Agar siapapun yang menentangnya bisa dianggap anti-Pancasila, lalu menjadi musuh bersama, musuh negara
Ini yang dikhawatirkan MUI, ketika belakangan ada bahasan tentang RUU Haluan Ideologi Pancasila. Bahwa ada usaha keras untuk mengambil alih tafsir Pancasila
Bagi saya, seketika bahasan RUU HIP ini mengingatkan saya tentang ide Bung Karno untuk memeras Pancasila jadi Trisila dan Ekasila, sebelum kesepakatan: Pancasila
Lalu mengingatkan saya tentang setahun sebelum G30S/PKI, ketika PKI sedang getol-getolnya mengklaim dirinya sangat Pancasilais, sebelum melakukan pembantaian sadis
Sejarah memang selalu berulang. Saat itu, PKI juga berhasil menjadi “penafsir tunggal” Pancasila. Lalu menjadikan isu anti-Pancasila dan Darul Islam untuk menyerang Masyumi, yang menjadi perwakilan kaum Muslim
Setelah kaum Muslim bisa dilemahkan dengan pembubaran Masyumi, maka PKI ketika itu bisa menguasai pemerintahan, lalu mengusulkan apapun yang mereka cita-citakan
Dulu, yang ngaku-ngaku, nge-klaim “Membela Pancasila” seperti Aidit dan kompatriotnya. Malah jadi pemberontak dan berujung membantai, mengkhianati Indonesia
Ngeri
Pertanyaannya lagi, apakah perlu membahas RUU Haluan Ideologi Pancasila di masa ini? Apakah yang sudah dibahas founding fathers kita masih kurang bagus?
Atau sudah tidak ada urusan lain yang lebih penting? Atau kembali ingin jadi penafsir tunggal Pancasila? Supaya bisa melakukan apapun, asal klaim paling Pancasilais?
Di tengah situasi pandemi yang sulit, ketidakbecusan yang nyata dalam pengurusan rakyat, ditambah lagi kasus Novel Baswedan yang bikin nyesek. Malah bahas RUU HIP. Wajar nggak sih rakyat dan ulama mencium ada hal yang tak beres?
#ruuhip #mui #pancasila
sumber: diteruskan dari WA personal BS