By Asyari Usman
semarak.co-Di sejumlah grup WA, para pengamat sosial-politik dan orang awam semakin gencar membahas Permendikbud No. 30 Tahun 2021 yang dikeluarkan Menteri Nadiem Makarim. Kontroversinya sangat besar. ada yang pro-Nadiem, tapi lebih banyak yang kontra.
Pasal 5 Permen ini, yang mendefiniskan kekerasan seksual, memberikan implikasi bahwa hubungan seks yang dilakukan atas dasar “persetujuan korban” alias suka sama suka, tidak digolongkan sebagai kekerasan seksual.
Ini yang memicu reaksi keras. Permen Nadiem disimpulkan sebagai aturan yang akan melegalkan perzinaan. Nadiem dikritik pedas. Bahkan dihujat. Dia disebut menghancurkan sistem nilai Pancasila, norma keagamaan dan etika.
Permendikbud ini memang berbahaya.
Sebagai contoh, Pasal 5 ayat (l) menyatakan bahwa suatu tindakan disebut sebagai kekerasan seksual kalau pelaku: “menyentuh, mengusap, merasa, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban”.
Artinya, kalau Korban setuju maka perbuatan itu tidak disebut kekerasan seksual. Ada “mutual consent” (mau sama mau). Begitu juga Pasal 5 ayat (m) yang menyatakan suatu tindakan disebut kekerasan seksual apabila “membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban.”
Tentu makna implikatifnya adalah bahwa kalau Korban setuju, bukan lagi kekerasan seksual. Dua contoh ini memang sangat mencurigakan. Bagaikan ada upaya bermain kata untuk melegalkan seks bebas. Wajar saja publik yang masih waras bereaksi keras. Nadiem dituduh mau melegalkannya.
Tapi, apakah seks bebas tidak ada di kalangan mahasiswa? Sudah sangat banyak. Dan sudah sangat lama berlangsung. Di mana-mana. Cuma, belum legal. Masih bisa dipidanakan kalau penegak hukum “mau”.
Aspek pidana inilah yang mungkin ingin ditiadakan.
Nah, apakah Nadiem Makarim pantas dituduh mau melegalkan seks bebas melalui Permen 30/2021? Jika Permen ini dicermati secara utuh, tidak begitu terlihat ada misi itu. Namun, setelah ditelaah pasal per pasal, ayat per ayat, kata per kata, barulah terkuak upaya legalisasi seks bebas.
Sekali lagi, inilah yang tersirat dengan jelas di Pasal 5.
Lantas, apakah Permen ini akan membanjir-bandangkan seks bebas?
Pasti. Sebab, pintu bendungannya telah dibuka.
Dalam arti, para calon pelaku seks bebas yang selama ini terhalang pasal perzinaan, akan memajang Permen Nadiem ini di kamar-kamar kos mereka. Petugas tak bisa masuk menggerebek.
Bisa saja, misalnya, mereka tempelkan di pintu di kamar-kamar kos itu tulisan yang berbunyi “Dengan Persetujuan Korban”. Kemungkinan banjir seks bebas inilah yang terbayang oleh publik, khususnya para pemuka Islam.
Dan demi kemaslahatan umat, bangsa, dan negara, tuntutan agar Permen 30/2021 dibatalkan adalah reaksi yang terlemah dari kalangan ulama. Artinya, para penguasa masih sangat beruntung permintaan ini disampaikan dengan cara yang baik-baik.
15 November 20219
*) Penulis wartawan senior
sumber: PAMEKASAN GERBANG SALAM (postRabu17/11/2021/suryanto)