Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan, perkembangan teknologi yang semakin canggih serta masifnya penggunaan media sosial dapat dapat menghadirkan bentuk baru kekerasan berbasis gender, salah satunya adalah kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Semarak.co-Menteri PPPA Bintang mengatakan, modus dan tipe KBGO pun beragam. Mulai dari cyber grooming, pelecehan online, peretasan, konten ilegal, pelanggaran privasi, ancaman distribusi foto/video pribadi, pencemaran nama baik, dan lain sebagainya.
“Semua orang bisa menjadi korban KBGO, termasuk perempuan, anak, dan kaum rentan lainnya. Tidak hanya menangani kasusnya saja, kita juga harus mampu melakukan intervensi untuk mengubah cara pandang pelaku terkait relasi gender dan seksual dengan korban,” ujar Menteri PPPA Bintang, di Jakarta, Minggu (20/2/2022).
Sama seperti kasus kekerasan di luar ranah daring, KBGO juga menimbulkan berbagai dampak negatif. “Korban ataupun penyintas akan mengalami dampak yang berbeda satu dengan lainnya, seperti kerugian psikologis, keterasingan sosial, kerugian ekonomi, hingga keterbatasan dalam berpartisipasi dalam ruang online maupun offline,” tuturnya.
Berdasarkan data dalam laporan tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan, selama tahun 2020 terdapat 940 laporan kasus KBGO. Angka ini meningkat daripada tahun sebelumnya, yaitu 241 kasus.
“Dalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), terdapat salah satu pasal yang mengatur hukuman pemberatan apabila kekerasan seksual dilakukan di ranah daring,” ungkap Menteri Bintang seperti dirilis humas melalui pesan elektronik pada redaksi semarak.co, Minggu malam (20/2/2022).
Ini adalah wujud kehadiran Negara dalam melindungi perempuan, anak, dan kelompok rentan dari kekerasan seksual apapun dan dimanapun. Menteri PPPA menekankan pentingnya perlindungan privasi online untuk mencegah terjadinya KBGO.
“Namun, apabila seseorang sudah menjadi korban KBGO, segera dokumentasikan hal yang terjadi secara detail dan sesuai dengan kronologis untuk membantu proses pelaporan. Selain itu, segeralah mencari bantuan,” ujarnya.
Sambil melanjutkan kembali bahwa, “Masyarakat dapat menghubungi layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) KemenPPPA melalui Call Center 129 atau Whatsapp 08111-129-129.”
Di bagian lain Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang sebelumnya merupakan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) telah melewati proses yang sulit dan panjang sejak 2016.
Menteri PPPA Bintang menyebut pengesahan RUU TPKS tidak dapat ditunda lagi karena secara dasar penyusunan, RUU TPKS telah memenuhi syarat filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR pada 18 Januari 2022, Menteri Bintang menegaskan pemerintah sangat serius dalam menyikapi RUU yang disiapkan oleh DPR RI tersebut.
“Kami, tim pemerintah, bekerja siang malam, bahkan di hari libur sehingga tiada hari tanpa membahas RUU TPKS. Kami tidak ingin rancangan ini nantinya hanya menjadi sebuah dokumen semata karena korban telah dalam penantian panjang,” ujar Menteri PPPA Bintang di Jakarta melalui pesan elektronik redaksi semarak.co.
Menteri Bintang menjelaskan substansi yang diusulkan oleh DPR meliputi XII BAB dan 73 Pasal. Secara umum, substansi yang diusung DPR sejalan dengan komitmen pemerintah dalam upaya melakukan pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual secara komprehensif dan integratif.
Namun dalam DIM RUU TPKS, pemerintah berupaya mengakomodir masukan dari kementerian/lembaga terkait, akademisi, lembaga masyarakat, dan juga pendamping korban. “Perlu kami sampaikan pula pada 11 Februari 2022 lalu, Daftar Inventarisasi Masalah atau DIM Pemerintah atas naskah RUU TPKS telah rampung,” pesannya.
Adapun DIM Pemerintah terdiri atas 588 nomor DIM pada RUU TPKS, kutip Menteri Bintang, dan 247 nomor DIM pada penjelasan RUU TPKS. Dari keseluruhan DIM meliputi XII Bab, dan 81 pasal. DIM pemerintah ini semoga dapat melengkapi Draft RUU TPKS yang dikirim oleh DPR.
Sehingga saat pembahasan bersama DPR dengan pemerintah nantinya, kata Menteri Bintang, RUU ini benar-benar sudah komprehensif menjawab berbagai permasalahan yang terjadi di lapangan. Memberikan jaminan perlindungan dan rasa aman bagi setiap warga negara, termasuk perempuan dan anak dari kekerasan seksual.
“Ke depan, marilah kita bersama-sama memperkuat komitmen dalam mengawal RUU TPKS ini sampai disahkan, diimplementasikan, dan dikeluarkan aturan-aturan turunannya,” jelas Menteri PPPA dipenutup rilis Kementerian PPPPA. (smr)